Selasa, 21 November 2017

MATERI KULIAH PENGEMBANGAN KURIKULUM PAI: P. IX: PENERAPAN/PELAKSANAAN KURIKULUM PAI DI SEKOLAH/MADRASAH (PELAKSANAAN-PENERAPAN, KENDALA-HAMBATAN, SOLUSI PENYELESAIAN)





MATERI KULIAH
PENGEMBANGAN KURIKULUM PAI

Pertemuan ke IX
Modul: IX

PENERAPAN/PELAKSANAAN KURIKULUM PAI DI SEKOLAH/MADRASAH (PELAKSANAAN-PENERAPAN, KENDALA-HAMBATAN, SOLUSI PENYELESAIAN)[1]
Oleh: Hujair AH. Sanaky[2]


I.     CPMK dan Indikator Capaian
1. CPMK: mahasiswa memahami Penerapan/pelaksanaan kurikulum PAI di sekolah/ madrasah (pelaksanaan-penerapan, kendala-hambatan, solusi penyelesaian).
2.  Indikator: mahasiswa dapat menjelaskan Penerapan/pelaksanaan kurikulum PAI di sekolah/madrasah (pelaksanaan-penerapan, kendala-hambatan, solusi penyelesaian) secara benar.


II.     Pendahuluan
Dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Bab II Pasal 3  dinyatakan bahwa:  “Pendidikan Nasional  berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.[3]
Tujuan pendidikan yang bersifat umum itu kemudian dirumuskan ke dalam tujuan yang lebih khusus yakni  tujuan institusional dan tujuan kurikuler yang harus dicapai oleh setiap mata pelajaran.   Maka, salah satu kelompok mata pelajaran yang ada dalam muatan kurikulum, adalah “kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, yang memiliki tujuan membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia”.[4]
Penerapan-pelaksanaan kurikulum PAI di Sekolah-Madrasah suatu keharusan. Sebab, kurikulum merupakan salah satu komponen pendidikan,  memegang peranan penting dalam menentukan ke arah mana sasaran dan tujuan peserta didik akan dibawa serta kemampuan minimal dan keahlian apa yang harus dimiliki oleh peserta didik setelah selesai mengikuti program pendidikan. Dalam penerapan-pelaksanaan kurikulum dapat mengakses perubahan yang terjadi, karena perubahan menuntut adanya penyesuaian tertentu dalam bidang pendidikan dan merupakan suatu hal yang harus dilakukan, sebagai upaya memperbaiki, mengembangkan kualitas pendidikan, menuju terciptanya kehidupan yang cerdas, damai, terbuka, demokratis, inovatif, kreatif, dan mampu bersaing, baik tingkal nasional maupun internasional.
Dalam konteks pendidikan madrasah, agar lulusannya memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif serta mampu bersaing, maka kurikulum harus dikembangkan dengan pendekatan “berbasis kompetensi” dengan mengakomodasi tuntutan perubahan yang terjadi. Hal ini dilakukan agar madrasah secara kelembagaan dapat merespon secara proaktif terhadap berbagai perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, serta tuntutan global. 
Kurikulum dalam pendidikan Islam, dikenal dengan  kata  manhaj yang berarti jalan yang terang yang dilalui oleh pendidik bersama anak didiknya untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap mereka. Sedangkan kurikulum pendidikan (manhaj al-dirosah) dalam kamus Tarbiyah adalah seperangkat perencanaan dan media yang dijadikan acuan oleh lembaga pendidikan dalam mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan.[5]
Tujuan Pendidikan Agama Islam secara umum sebagai penjabaran dari tujuan kurikulum dalam rangka mencapai tujuan nasional adalah membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia, melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan serta pengamalan peserta didik tentang agama Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang keimanan dan ketaqwaannya.  
Mata pelajaran PAI merupakan salah satu mata pelajaran (subject matter), dikemas dalam sebuah kurikulum dan harus diikuti oleh peserta didik yang beragama Islam. Maka penerapan-pelaksanaan kurikulum PAI Di Sekolah-Madrasah memerlukan materi kajian. Ruang lingkup kajian Pendidikan Agama Islam di sekolah-Madrasah memuat materi al-Quran dan Hadis, Aqidah/Tauhid, Akhlak, Fiqih, dan Sejarah Kebudayaan Islam (SKI).  Ruang lingkup kajian tersebut tentu saja menggambarkan materi  pendidikan agama yang mencakup perwujudan keserasian, keselarasan, keseimbangan antara hubungan manusia dengan Allah SWT,  diri sendiri, sesama manusia, makhluk lainnya, maupun lingkungannya  atau  hubungan teosentris, hubungan antroposentris, dan hubungan cosmologis.
Maka dalam penyampaian materi pembelajaran PAI untuk mencapai tujuan pembelajaran, tentu saja dibutuhkan strategi  dan metode yang tepat, inovatif, memberdayakan, dan menyenangkan pembelajar.  Katakan saja, umumnya strategi dan metode yang digunakan  guru PAI sama dengan strategi atau metode pada mata pelajaran lainnya.   Selain strategi dan metode, juga dibutuhkan evaluasi  untuk mengukur sejauh mana ketercapaian tujuan yang telah ditetapkan, maka dilakukan evaluasi, baik melalui evaluasi “formatif” maupun “sumatif”.
Dengan demikian dapat dikatakan ada beberapa karakteristik kurikulum pendidikan Agama Islam, di antaranya;  (1) memiliki sistem pengajaran dan materi yang selaras dengan fitrah manusia; (2) harus mewujudkan tujuan pendidikan Agama Islam; (3) harus realistis dan tidak bertentangan dengan niali-nilai Islam; (4) harus memperhatikan aspek pendidikan prilaku yang bersifat aktivitas langsung;[6] (5) menggabungkan konsep pendidikan teosentris, antroposentris, dan cosmologis.

III.    Penerapan/Pelaksanaan Kurikulum PAI Di Sekolah/Madrasah
Dalam Kamus Bahasa Indonesia Online, arti kata penerapan yakni: (1) Proses, cara, perbuatan menerapkan, (2) pemasangan, (3) pemanfaatan; perihal mempraktikkan.[7]  Selain itu dalam www.artikata.com, arti kata penerapan”,  yakni: (1) penggunaan, (2) pemasangan, (3) aplikasi, (4) praktik, (5) produksi.[8]  Pengertian penerapan menurut Kamus Istilah Manajemen adalah sebagai berikut: “penerapan adalah pemanfaatan keterampilan dan pengetahuan baru...[9]
Dari pengertian di atas dapat dikatakan bahwa “penerapan” adalah tindakan pelaksanaan atau pemanfaatan keterampilan pengetahuan baru terhadap sesuatu bidang untuk suatu kegunaan ataupun tujuan khusus.  Jadi, penerapan-pelaksanaan atau implementasi[10] merupakan sebuah tindakan yang dilakukan, baik secara individu maupun kelompok dengan maksud untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan.

1.   Pendekatan Dalam Implementasi Kurikulum PAI
Untuk mencapai hasil yang maksimal dalam implementasi kurikulum  PAI, dapat digunakan dua model pendekatan, yaitu pendekatan makro dan mikro.[11]
a)     Pendekatan makro
Pendekatan makro, model pendekatan makro berupaya untuk menghadirkan proses pembelajaran pendidikan Agama Islam yang dapat memberikan nuansa yang berbeda dan harapan kolektif semua pihak, baik sekolah maupun madrasah.  Langkah-langkah yang harus ditempuh sebagai berikut:
(1)    Merancang program pembelajaran yang unggul
Program pembelajaran yang unggul merupakan bagian dari prinsip, strategi dan tujuan implementasi kurikulum. Melalui pembelajaran yang unggul, pelaksanaan pendidikan Agama Islam akan tampak sebagai nilai plus guna melahirkan lulusan memilki karakter islami yang tangguh. Pendidikan agama Islam dilaksanakan dengan model-model pembelajaran yang mudah dipahami, dihayati dan dilaksanakan oleh peserta didik.
Merancang Program Pembelajaran yang Unggul, yaitu;
(a)  mutu pendidikan agama Islam berwawasan masa depan; dan
(b)    guru dan siswa menikmati materi dengan menyenangkan.
(2)   Merumuskan kembali tujuan kurikulum PAI
Untuk mencapai kualitas penerapan kurikulum yang unggul, dibutuhkan  mindset  baru yang memandang PAI memiliki cakupan yang luas meliputi semua aspek kehidupan manusia. Formulasi dapat dituangkan dalam kontent dan tujuan di sekolah.
Merumuskan Kembali Tujuan Kurikulum PAI, yaitu;
(a)  membutuhkan mindset  baru;
(b)  mencakup semua aspek kehidupan manusia;
(c)  Wilayah kajian PAI  dirumuskan kembali, adaptif,  fungsional, kontekstual.
(3)    Menciptakan sumber belajar unggul
Sumber belajar dapat memanfaatkan lingkungan, fenomena dan kejadian alam atau sosial yang nyata dan kontekstual sebagai meteri pendidikan Agama Islam.  Dengan memanfaatkan konteks dan fenomena yang nyata, siswa dapat dengan mudah mengaplikasikan pengetahuannya secara nyata dalam kehidupan.
Menciptakan Sumber Belajar Unggul, yaitu;
(a)  mendukung, mensupport  kegiatan belajar mengajar;
(b)  lingkungan sekolah maupun di luar sekolah;
(c)  fenomena dan kejadian alam  atau social;
(d)  ubah  mindset  bersifat  doktriner, ke arah lebih bersifat penyadaran.
b)     Pendekatan Mikro, 
Pendekatan Mikro, yaitu suatu tahapan secara praktis dan sistematis yang memperhatikan situasi dan kondisi sumber daya dukung lembaga pendidikan. Melalui pendekatan mikro ini dimaksudkan agar tujuan implementasi kurikulum pendidikan Agama Islam di sekolah atau madrasah dapat tercapai secara terukur dan berhasil secara maksimal. Pendekatan ini meliputi pengembangan materi, peran guru dan siswa dalam interaksi pembelajaran.[12]
(1)             Menentukan  Tujuan Materi
(a)   membuat standar mutu pembelajaran;
(b)   standar isi; pemikiran logis; sistematis; nilai-nilai; visi dan misi sekolah atau madrasah.
(2)     Mengukur  Kemampuan Awal Siswa dan Solusinya
(a)   placement test
(b)   Mengukur kemampuan awal
(1)      tingkat pengetahuan,
(2)      keterampilan,
(3)      pengalaman  telah dimilik siswa
(3)  Pembentukan  Perfomansi (perilaku)
Gambaran mengenai performen siswa,  kurikulum PAI diarahkan;
(a)   mengomunikasikan tingkat perbedaan  siswa,
(b)   menyusun program kegiatan PAI secara tepat,
(c)    nilai standart yang mengatur siswa
(4)             Menyusun Evaluasi
dibutuhkan dengan mengacu pada tujuan pokok kurikulum PAI:
mengecek;
(a)   kemajuan hasil belajar siswa;
(b)   kemungkinan terjadinya salah pengertian siswa;
(c)    dokumen kemajuan siswa.
(d)   digunakan untuk menganalisis
(e)   mengukur apakah ada pengaruh kepada peserta didik.

  1. Landasan Hukum Kurikulum 2013
Pemberlakuan kurikulum 2013 didasari, peraturan Mendikbud tentang SKL (Standar Kompetensi Lulusan), Struktur Kurikulum, dan lain-lain. Maka landasan hukum kurikulum 2013, adalah:
a.  Nomor 54 tahun  2013, tentang “Standar Kompetensi Lulusan”;
b.  Nomor 65 tahun 2013 tentang “Standar Proses”;
c.   Nomor 66 tahun 2013 tentang “Standar Penilaian”;
d.  Nomor 67 tahun 2013 tentang  “KD dan Struktur Kurikulum SD-MI”;
e.  Nomor 68 tahun 2013 tentang “KD dan Struktur Kurikulum SMP-MTs”;
f.    Nomor 69  tahun 2013 tentang “KD dan Struktur Kurikulum SMA-MA”;
g.  Nomor 70 tentang “Kerangka  Dasar dan Struktur Kurikulum SMK-MAK”
h.  Nomor 71 tahun 2013 tentang “Buku Teks Pelajaran”.
Pada tahun 2013 pemerintah telah mengeluarkan kebijakan terbaru yaitu perubahan kurikulum. Menurut Wahyono  Indonesia telah mengalami pergantian kurikulum sebanyak 11 kali.  Artinya sejak tahun 1945 sampai saat ini, kurikulum pendidikan Indonesia telah mengalami perubahan sebanyak sebelas kali, mulai dari tahun 1947, 1964, 1968, 1974, 1975, 1984, 1994, 1997, 2004, 2006, dan saat ini 2013.[13]  “Perubahan tersebut lebih didasarkan pada perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek yang terjadi dalam masyarakat Indonesia”.[14]
Maka Kemdikbud (2012) menyatakan ada 4 (empat) yang hal yang menjadi alasan perlunya perubahan kurikulum, yaitu;
a.      Adanya fenomena negatif yang mengemuka di Indonesia saat ini, terjadinya; perkelahian (tawuran) pelajar, kekerasan dalam dunia pendidikan, penyalagunaan narkoba, perilaku korupsi, plagiarisme, kecurangan dalam ujian,  gejolak masyakat, dan lain-lain.
b.      Adanya persepsi negatif masyarakat terhadap kurikulum saat ini, kurikulum saat ini, terlalu menitikberatkan kemampuan kognitif semata, beban belajar siswa terlalu berat, materi yang melamapui kemampuan usia kognitif siswa, dan  kurang bermuatan karakter.
c.      Tantangan abad 21
Tantangan abad 21 berupa globalisasi, problem lingkungan hidup dimana populasi penduduk dunia sangat besar,  perkembangan teknologi informasi-komunikasi, konvergensi ilmu dan teknologi, ekonomi berbasis pengetahuan, kebangkitan industri kreatif dan budaya, pergeseran kekuatan ekonomi dunia, pengaruh dan imbas teknosains, mutu, investasi dan transformasi pada sektor pendidikan dan posisi Indonesia pada hasil TIMSS dan PISA. Dianggap bahwa Kurikulum yang berlaku saat ini yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tidak dapat mengatasi masalah ada dan tidak dapat diharapkan menjawab tantangan masa depan tersebut di atas.
d.      Kompetensi yang harus dimiliki di masa depan
       warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia.[15]

3.    Implementasi Kurikulum PAI dalam Pembelajaran
Menurut Oemar Hamalik, mengatakan bahwa implementasi kurikulum mencakup tiga kegiatan pokok, yaitu pengembangan program, pelaksanaan pembelajaran, dan evaluasi. Pengembangan program mencakup program pembelajaran, program bimbingan dan konseling atau remedial. Pelaksanaan pembelajaran meliputi proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya sehingga terjadi perubahan prilaku yang lebih baik. Sementara evaluasi adalah proses penilaian yang dilakukan sepanjang pelaksanaan kurikulum.[16]
Dalam pengimplementasian kurikulum diperlukan komitmen semua pihak yang terlibat, seperti dukungan kepala sekolah, guru dan dukungan internal dalam kelas. Peran guru dalam implementasi kurikulum di sekolah sangat menentukan sekali. Bagaimanapun baiknya sarana dan prasarana pendidikan, jika guru tidak melaksanakan tugasnya dengan baik maka impelementasi kurikulum tidak akan berhasil secara maksimal. [17]
Salah satu bentuk implementasi kurikulum adalah pelaksanaan pembelajaran. Pelaksanaan pembelajaran mengacu pada program pembelajaran yang disusun oleh guru, di antaranya dalam bentuk Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Komponen RPP harus mencakup perencanaan seluruh kegiatan pelaksanaan pembelajaran berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan. [18]
Dalam pengimplementasian kurikulum diperlukan komitmen semua pihak yang terlibat, seperti dukungan kepala sekolah, guru, dukungan internal dalam kelas, dan juga eksternal seperti pengguna, stakeholders, dan user.  Selain itu,  peran guru dalam implementasi kurikulum di sekolah sangat menentukan sekali. Sebab  bagaimanapun banyaknya dan baiknya sarana dan prasarana pendidikan yang dimiliki suatu sekolah,  jika guru tidak melaksanakan tugasnya dengan baik dan profesional,  maka impelementasi kurikulum juga tidak akan berhasil secara maksimal.
Pendidikan Agama Islam menciptakan sistem untuk mengarahkan prilaku yang memiliki  kesalehan individual dan kesalehan sosial dalam kehidupan manusia.  Dengan  demikian pendidikan Agama Islam harus mampu memenuhi kebutuhan dasar, yaitu memenuhi kebutuhan tujuan agama dan memberikan kontribusi terhadap terwujudnnya kehidupan religiusitas secara aplikatif.
Dalam konteks ini yang harus diperhatikan adalah asumsi terhadap siswa,  karena siswa merupakan input  utama dalam proses pembelajaran.  Siswa merupakan elemen yang memiliki potensi yang dapat mengarah pada realitas negatif maupun positif.  Pembelajaran harus mengarahkan siswa kearah terwujudnya sikap dan prilaku siswa yang positif.  Dalam konteks ini, pembelajaran harus mampu menjawab, memberikan dan menyelesaikan problematika siswa.[19]
Dalam PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dinyatakan bahwa “Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan minat, bakat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik ”.[20] Artinya, pembelajaran harus dikemas  sedemikian rupa agar tercipta pembelajaran yang bermakna, inovatif, dan menyenangkan.
Untuk memperoleh gambaran proses pembelajaran yang bermakna, Philip Phenix,  mengidentifikasikan enam wilayah yang bermakna untuk menjadikan peserta didik memahami dunia yang sesungguhnya.  Ke-enam wilayah makna tersebut yaitu: symbolics (lambang-tanda), empirics (pengalaman), esthetics (keindahan-seni), synnoetics, ethics (tata sosila) dan synoptics (makna sinonim).[21]  Salah satu wilayah tersebut adalah synopticsThe sixth realm, synoptics refers to meanings that are comprehensively integrative. It include history, religion, and philosophy. Theses discipline combine empirical, ethic and synnoethic meanings into coherent whole”.[22]
Agama merupakan wilayah synoptics (makna sinonim), dimana dalam disiplin tersebut adanya proses pembelajaran yang mengedepankan etika dan pengalaman keberagamaan.
Selanjutnya bahwa untuk mengimplementasikan kurikulum pendidikan yang baik harus memperhatikan empat pilar belajar menurut Unesco, yaitu  Learning to know, Learning to do, Learning to live together, dan Learning to be[23] Keempat pilar itu menyangkut proses bagaimana peserta didik memperoleh kemampuan belajar; melatih dan mengembangkan kemampuan berpikir; melatih dan mengembangkan kemampuan memecahkan masalah; dan pusat pembudayaan nilai, sikap dan kemampuan. Untuk mencapai kompetensi yang diharapkan dalam pembelajaran sesuai tujuan yang ditetapkan diperlukan pembelajaran yang efektif dan bermakna, sebab selama ini proses pembelajaran dirasakan belum memiliki makna yang berarti kepada peserta didik.
Untuk mencapai kompetensi yang diharapkan dalam pembelajaran diperlukan pembelajaran yang efektif. Maka suatu pembelajaran dikatakan efektif apabila pembelajaran tersebut dapat mengharkan atau membelajarkan pesereta didik secara kondusif. Untuk itu diperlukan metode dan  strategi pembelajaran yang bervariasi.  Ada beberapa metode dan strategi pembelajaran yang bisa diterapkan dalam proses pembelajaran  Agama Islam di sekolah atau madarasah di antaranya:
a.   Student Centered Instruction:
Pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, seperti diskusi dalam berbagai variasi, demonstrasi dan games. Pembelajaran model ini dituntut peran aktif siswa dalam pembelajaran dan guru berperan sebagai fasilitator.


b.    Collaborative Learning:
 Pembelajaran aktif dimana siswa dan guru berkolaborasi atau dengan warga sekolah lainnya.  Artinya pembelajarn model ini siswa aktif melalui proses pembelajaaran yang dilakukan secara bersama-sama antara guru dan peserta didik atau antara peserta didik dengan peserta didik yang lain.
c.    Cooperative learning:
Proses pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada peserta didik terlibat  langsung  dalam pembelajaran secara  berkelompok  dalam mengerjakan tugas yang diberikan guru.  Masing-masing anggota memiliki tugas dalam kelompoknya dan saling memeriksa pekerjaan teman temannya kemudian bisa dikembangkan menjadi divariasi kelompok.
d.   Self discovery learning:
Belajar melalui penemuan mereka sendiri, melalui penelitian, observasi dan pengamatan terhadap masalah yang harus mereka pelajari dan pecahkan. Untuk itu, keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran merupakan hal yang sangat penting dan menentukan keberhasilan pembelajaran.[24]
e.   Quantum learning:
Strategi pembelajaran yang melibatkan seluruh komponen diri siswa, dengan pendekatan individu dan kelompok.  Artinya, strategi belajar dimana dalam belajar semua indera harus bekerja aktif, semua komponen kecerdas anak anak aktif bekerja menggunakan multimedia dan pendayagunaan kelompokbelajar.[25]
f.     Contextual Teaching and Learning (CTL):
Strategi yang digunakan untuk untuk membantu peserta didik untuk memahami makna dan materi pelajaran dengan mengaitkan mata pelajaran tersebut dengan konteks kehidupan mereka.[26]
Selain dengan pemilihan dan penggunaan strategi pembelajaran yang tepat dalam pelaksanaan Pendidikan Agama Islam sebagai implementasi kurikulum PAI, ada beberapa hal terkait dengan implementasi tersebut.  
Pertama, keteladanan, merupakan upaya konkrit dalam menanamkan nilai-nilai luhur pendidikan Agama Islam kepada peserta didik. Secara psikologis anak memang senang meniru; tidak saja yang baik, tetapi juga yang tidak baik. Prilaku yang ditiru siswa akan terus melekat sehingga akan menjadi karakter dalam dirinya.  Mengingat pentingnya keteladanan, maka menurut Zakiah Darajat menyebutkan untuk menjadi seorang guru harus memenuhi  syarat: bertakwa kepada  Allah, berilmu, sehat jasmani dan rohani, dan berkelakuan baik. Guru harus menjadi tauladan bagi siswa dan lingkungannya.[27]
Kedua, tugas pendidikan Agama Islam, bukanlah sepenuhnya tanggung jawab sekolah/madrasah dalam hal ini guru Agama Islam, akan tetapi juga menjadi tanggung jawab keluarga dan lingkungan masyarakat. Tidak sedikit anak yang mendapat pendidikan Agama Islam yang baik di sekolah, tetapi karena di rumah atau lingkungannya tidak pernah ditanamkan nilai-nilai religiusitas yang baik, maka anak tersebut menjadi rusak. Oleh karena itu peranan keluarga dan masyarakat terhadap penanaman nilai-nilai pendidikan Agama Islam terhadap anak sangat dibutuhkan.
Ketiga, pentingnya evaluasi, evaluasi bukan hanya dilakukan di sekolah/madrasah secara formal baik formatif maupun sumatif. Lebih dari itu, evaluasi yang dilakukan oleh lingkungan sosial masyarakat sangatlah penting. Jika di sekolah siswa dinilai lebih pada nilai akademis, namun di masyarakat, siswa dinilai akan kesalehan prgoibadinya yang tercermin dari sikap dan prilakunya (akhlaq).[28]

4.   Kendala dalam pengembangan kurikulum  PAI.
Problem yang dihadapi dalam pelaksanaan kurikulum PAI di sekolah/madrasah, adalah:
a)     Pembelajaran menekankan pada pencapaian “target materi”
Pemebelaran PAI lebih ditekan pada “pencapai meteri” sebagai pemenuhan ketercapaian silabi. Katakan saja, materi pelajaran  aqidah akhlak, ibadah dan syari’ah yang diajarkan hanya sebagai tata aturan keagamaan semata dan kurang ditekankan sebagai proses pembentukan kepribadian sebagai konsekwensi dari pengajaran agama islam tersebut.
b)     Terbatas jam pelajaran PAI.  Dua jam pelajaran untuk PAI di kelas memang tidak akan cukup untuk menyampaikan informasi keagamaan yang begitu banyak dan komplek.  Apabila tidak  pandai mensiasati, maka informasi yang diterima peserta didik khawatir hanya akan menyentuh aspek kognitifsemata, sementara aspekaf ektifdan psikomotortidak dapat tersentuh.
c)      Materi PAI bersifat abstrak.
Materi pelajaran PAI lebih bersifat abstra, kognitif, belum mengarah kepada bagaimana mengaplikasi-psikomotorik dalam kehidupan sehari-hari.  Materi pelajaran PAI sebagai pengetahuan-kognitif saja, dan juga sedikit menyentuh aspek afektif.  Sebagai contoh: orientasi mempelajari al-Qur’an masih cenderung pada kemampuan membaca teks, belum mengarah pada pemahaman arti dan penggalian makna secara tekstual dan kontekstual.
d)     Materi PAI membosankan peserta didik.
Materi pembelajaran PAI yang disampaikan lebih menekankan pada pencapaian target materi dan ranah kognitif (menghafal, memindahkan pengetahuan dari otak ke otak). Disampaikan secara verbal atau dengan pendekatan metode ceramah. Hal ini membosankan peserta didik. Sebagian peserta didik menganggap bahwa “materi pelajaran PAI merupakan mata pelajaran yang kurang penting.
e)     Rendahnya minat peserta didik
Sebagian peserta didik menganggap bahwa metri pelajaran PAI merupakan mata pelajaran yang kurang penting, yaitu sebagai mata pelajaran pelengkap dibanding dengan mata pelajaran lain yang diujikan secara nasional. Anggapan seperti ini menjadikan motivasi belajar mereka rendah. Kondisi demikian seharusnya menjadi tantangan oleh guru PAI untuk mencari strategi yang mampu mengajak peserta didik memiliki etos dan tanggung jawab belajar sebagai kebutuhannya sendiri.
f)       Dominasi metode ceramah.
Untuk mencapai keberhasilan dalam pembelajaran, peran guru sebagai pelaksana kurikulum dan peserta didik sebagai subjek pembelajaran sangat berpengaruh. Kurangnya keterampilan guru melaksanakan pembelajaran yang menarik dan menyenangkan. Materi pembelajaran yang disampaikan lebih menekankan pada pencapaian target materi dan ranah kognitif (menghafal, memindahkan pengetahuan dari otak ke otak) yang disampaikan secara verbal atau dengan pendekatan metode ceramah.
Secara umum dapat dikatakan bahwa dalam penarapan, pelaksanaan dan pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam, hambatan dan kendala dalam pengembangan kurikulum PAI di sekolah/madrasah, adalah (a) Guru PAI kurang professional; (b) Metode pembelajaran PAI; (c) Pemikiran dikotomik pendidikan dan departemental; (d) Prsoalan biaya untuk pengelolaan pendidikan agama Islam; (e) Pandangan masyarakat; (f) Perbedaan perlakuan oleh pemerintah.

  1. Solusi penyelesaian Kurikulum PAI
Dengan memperhatian berbagai hambatan di atas, diperlukan sutua solusi untuk penyelesaian pelaksanaan kurikulum PAI, yaitu;
Pertama;   secara teknis, tetapi terkait dengan persoalan substansi pelaksanaan kurikulum PAI, yaitu; “dua jam pelajaran di kelas, harus diperbaiki, karena tidak akan cukup untuk menyampaikan informasi keagamaan yang begitu luas dan komplek. Dengan penggunaan durasi jam tersebut bila tidak  pandai mensiasati, maka informasi yang diterima pelajar, khawatirhanya hanya akan menyentuh aspek kognitifsemata, sementara aspek lain yaitu “afektifdan psikomotortidak dapat atau tidak akan tersentuh.  Maka, upaya untuk mensiasati keterbatasan durasi jam pelajaran tersebut, dapat dilakukan dengan berbagai macam kegiatan pembinaan keagamaan sebagai kegiatan “ekstra kurikuler”, tetapi wajib diikuti oleh seluruh peserta didik yang beragama Islam.[29]
Kedua;      secara periodik atau berkala melakukan training terhadap guru-guru PAI tentang metode pembelajaran yang inovatif, pengembangan materi pembelajaran.
Ketiga;       dalam mendisain kurikulum pendidikan Islam harus diorientasikan pada; (a) kemampuan mengetahu cara beragama yang benar; (b) mempelajari Islam sebagai sebuah pengetahuan, sehingga diharapkan dapat terbetuk perilaku manusia muslim yang memiliki komitmen, loyal serta dedikasi terhadap ajaran Islam.[30]
Keempat;  para guru harus lebih menekankan peserta didik memiliki kemampuan dasar untuk belajar mandiri dan bereksplorasi, dan bukan lagi kemampuan untuk menghafal materi pelajaran tertentu. [31]
Kelima;     sistem pendidikan yang baik harus; (1) kurikulum harus memenuhi sejumlah kompetensi untuk menjawan tuntutan dan tantangan arus globalisasi; (2) kurikulum yang dibuat bersifat lentur dan adaptif terhadap perubahan; (3) kurikulum harus berkorelasi dengan pembangunan sosial dan kesejahteraan masyarakat.[32]


IV.   Bahan Bacaan:

UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 3
Peraturan Pemerintah RI No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
Abdul Majid, 2012, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
http://www.artikata.com/arti-381428-penerapan.html tgl_download_09_04_ 2011_pukul_11.32 wib
Kamus Istilah Manajemen, (Universitas Michigan: Pustaka Binaman Presindo, 1994), hlm.155
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Kamus versi online/daring (dalam jaringan), dikutip dari: https://kbbi.web.id/implementasi, diakses pada Ahad, 5 November 2017, jam.16.37 WIB.
Mujtahid, 2011, Pendekatan Penerapan Kurikulum PAI, Makalah, Jurnal UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.
Ahmad Roip Saepullah, “Implementasi Kurikulum Pendidikan Agama Islam Pada Sekolah/Madrasah Dan Permasalahannya”, dikutip dari: http://www.academia.edu/5847375/ Makalah_Implementasi_Kurikulum_ PAI, diakses pada Ahad, 5 November 2017, jam. 9.47 WIB.
Wahyono, Koran Metropolis, 2013.
Muhammad, “Perubahan Kurikulum di Indonesia: Studi Kritis Tentang Upaya Menemukan Kurikulum Pendidikan Islam Yang Ideal”, Jurnal Raudhan: Vol. IV, No. I: Januari-Juni 2016.
Abdullah Idi, 2014, Pengembangan kurikulum Teori dan Praktik, Jakarta; Raja Grafindo Persada.
H. Oemar Hamalik, 2009, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya.
PP Nomor 19 tahun 2005 tentang Stndar Nasional Pendidikan, pasal 19, ayat 1
Philip Phenix, 1964, The Realms Of Meaning: A Philosophy of the Curriculum For General Education, New York, , Mc. Graw Hill Book co.
Soedijarto, 2008,  “Landasan dan Arah Pendidikan Nasional Kita”, Jakarta: Kompas.
E. Mulyasa, 2005, Implementasi Kurikulum Panduan pelaksanaan KBK, Bandung: Remaja Rosdakarya.
LPK, Materi Pokok Sosialisasi KBK”, Jakarta: Pusat Kurikulum Balitbang, Depdiknas, 2003.
Ahmad Roip Saepullah,  “Implementasi Kurikulum Pendidikan Agama Islam Pada Sekolah/Madrasah dan Permasalahannya”, dikutip dari:http://www. academia.edu/5847375/ Makalah_Implementasi_ Kurikulum_ PAI, pada Selasa, 21 November 2017, jam.09.53 WIB.
Zakiah Darajat, 2000, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara.
Hujair AH. Sanaky,2003, Paradigma Pendidikan Islam: Membangun Masyarakat Madani Indonesia, Yogyakarta: Safiria Insaniah Press.
Toto Ariyanto, “Kurikulum Berbasis Kompetensi”, Suara Merdeka, daikutip dari; http://www. Suaramerdeka.com/harian/0202/04/khaz.htm. 4 Februari 2002.




[1]    Modul Kuliah Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, Pertemuan ke VIII: Materi: Langkah-Langkah Pengembangan Kurikulum PAI, oleh: Dr. Hujair AH. Sanaky, MSI.
[2]    Hujair AH. Sanaky, Dr. MSI, adalah dosen Program Pascasarjana FIAI UII dan Dosen Prodi Pendidikan Agama Islam FIAI UII Yogyakarta.
[3]     UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 3
[4]     Peraturan Pemerintah RI No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
[5]   Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012) hlm.34.
[6]    Ibid, hlm..45-46.
[8]    http://www.artikata.com/arti-381428-penerapan.html tgl_download_09_04_2011_pukul_ 11.32wib
[9]    Kamus Istilah Manajemen, (Universitas Michigan: Pustaka Binaman Presindo, 1994), hlm.155

[10]    Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Kamus versi online/daring (dalam jaringan), dikutip dari: https://kbbi.web.id/implementasi, diakses pada Ahad, 5 November 2017, jam.16.37 WIB.

[11]   Mujtahid, Pendekatan Penerapan Kurikulum PAI, makalah (Jurnal UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, 2011

[12] Baca: Ahmad Roip Saepullah, “Implementasi Kurikulum Pendidikan Agama Islam Pada Sekolah/Madrasah Dan Permasalahannya”, dikutp dari: http://www.academia.edu/5847375/ Makalah_Implementasi_Kurikulum_PAI, diakses pada Ahad, 5 November 2017, jam. 9.47 WIB.
[13]   Wahyono, Koran Metropolis, 2013.
[14] Muhammad, “Perubahan Kurikulum di Indonesia: Studi Kritis Tentang Upaya Menemukan Kurikulum Pendidikan Islam Yang Ideal”, Jurnal Raudhan: Vol. IV, No. I: Januari-Juni 2016, hlm. 49.
[15] Baca lebih lanjut: Abdullah Idi, Pengembangan kurikulum Teori dan Praktik, (Jakarta; Raja Grafindo Persada, 2014), hlm. 26

[16] H. Oemar Hamalik, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, (Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2009), hlm.238
[17] Baca Makalah: Ahmad Roip Saepullah,  “Implementasi Kurikulum Pendidikan Agama Islam Pada Sekolah/Madrasah Dan Permasalahannya”, dikutip dari: http://www.academia. edu/5847375/ Makalah_Implementasi_Kurikulum_PAI, pada Selasa, 21 November 2017, jam.09.53 WIB.
[18] Ibid, http://www.academia. edu/5847375/ Makalah_Implementasi_Kurikulum_PAI, pada Selasa, 21 November 2017, jam.09.53 WIB.

[19] Ibid, http://www.academia. edu/5847375/ Makalah_Implementasi_Kurikulum_PAI, pada Selasa, 21 November 2017, jam.09.53 WIB.
[20]    PP Nomor 19 tahun 2005 tentang Stndar Nasional Pendidikan, pasal 19, ayat 1
[21]   Philip Phenix, The Realms Of Meaning: A Philosophy of the Curriculum For General Education (New York, , Mc. Graw Hill Book co. 1964) hlm. 7
[22]   Ibid. hlm. 7
[23]    Soedijarto, “Landasan dan Arah Pendidikan Nasional Kita”, (Jakarta: Kompas, 2008) hlm.130.
[24] E. Mulyasa, Implementasi Kurikulum Panduan pelaksanaan KBK, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), hlm. 156.
[25]   LPK, Materi Pokok Sosialisasi KBK”, (Jakarta:Pusat Kurikulum Balitbang, Depdiknas, 2003), hlm. 3.
[26]   Baca: Problematika Kurikulum Pendidikan Agama Islam di SMP http://kartika-d. blogspot. co.id/2012/10/problematika-kurikulum-pendidikan-agama_2997.html, diakses pada Sabtu, 4 November 2017, jam. 11.35 WIB, dan baca juga: Ahmad Roip Saepullah,  “Implementasi Kurikulum Pendidikan Agama Islam Pada Sekolah/Madrasah Dan Permasalahannya”, dikutip dari: http://www.academia. edu/5847375/ Makalah_Implementasi_Kurikulum_PAI, pada Selasa, 21 November 2017, jam.09.53 WIB.
[27]    Zakiah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000),hlm. 41-44
[28] Baca Makalah: Ahmad Roip Saepullah,  “Implementasi Kurikulum Pendidikan Agama Islam Pada Sekolah/Madrasah Dan Permasalahannya”, dikutip dari: http://www.academia. edu/5847375/ Makalah_Implementasi_Kurikulum_PAI, pada Selasa, 21 November 2017, jam.09.53 WIB.

[30]  Hujair AH. Sanaky, Paradigma Pendidikan Islam: Membangun Masyarakat Madani Indonesia, (Yogyakarta: Safiria Insaniah Press, 2003), hlm. 167.
[31]  Ibid. hlm. 172.
[32] Toto Ariyanto, “Kurikulum Berbasis Kompetensi”, Suara Merdeka, daikutip dari; http://www. Suaramerdeka.com/harian/0202/04/khaz.htm. 4 Februari 2002.