MATERI KULIAH
PENGEMBANGAN KURIKULUM PAI
Pertemuan ke IX
Modul: IX
PENERAPAN/PELAKSANAAN KURIKULUM
PAI DI SEKOLAH/MADRASAH (PELAKSANAAN-PENERAPAN,
KENDALA-HAMBATAN, SOLUSI PENYELESAIAN)[1]
Oleh:
Hujair AH. Sanaky[2]
I. CPMK dan Indikator Capaian
1. CPMK: mahasiswa memahami Penerapan/pelaksanaan kurikulum PAI di sekolah/ madrasah (pelaksanaan-penerapan,
kendala-hambatan, solusi penyelesaian).
2. Indikator: mahasiswa dapat menjelaskan Penerapan/pelaksanaan kurikulum PAI di sekolah/madrasah (pelaksanaan-penerapan,
kendala-hambatan, solusi penyelesaian) secara
benar.
II.
Pendahuluan
Dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional pada Bab II Pasal 3 dinyatakan
bahwa: “Pendidikan Nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.[3]
Tujuan pendidikan yang
bersifat umum itu kemudian dirumuskan ke dalam
tujuan yang lebih khusus yakni tujuan institusional dan tujuan kurikuler yang harus
dicapai oleh setiap mata pelajaran. Maka, salah satu kelompok mata
pelajaran yang ada dalam muatan kurikulum, adalah “kelompok mata pelajaran agama dan
akhlak mulia, yang memiliki tujuan
membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa serta berakhlak mulia”.[4]
Penerapan-pelaksanaan kurikulum PAI di Sekolah-Madrasah suatu keharusan. Sebab, kurikulum merupakan
salah satu komponen pendidikan, memegang
peranan penting dalam menentukan ke arah mana sasaran dan tujuan peserta didik
akan dibawa serta kemampuan minimal dan keahlian apa yang harus dimiliki oleh
peserta didik setelah selesai mengikuti program pendidikan. Dalam penerapan-pelaksanaan kurikulum dapat mengakses perubahan yang terjadi, karena perubahan menuntut
adanya penyesuaian tertentu dalam bidang pendidikan dan merupakan suatu hal
yang harus dilakukan, sebagai upaya memperbaiki, mengembangkan kualitas
pendidikan, menuju terciptanya kehidupan yang cerdas, damai, terbuka,
demokratis, inovatif, kreatif, dan mampu bersaing, baik tingkal nasional maupun
internasional.
Dalam konteks pendidikan madrasah, agar lulusannya
memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif serta mampu bersaing, maka kurikulum
harus dikembangkan dengan pendekatan “berbasis kompetensi” dengan mengakomodasi
tuntutan perubahan yang terjadi. Hal ini dilakukan agar madrasah secara
kelembagaan dapat merespon secara proaktif terhadap berbagai perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni, serta tuntutan global.
Kurikulum dalam pendidikan
Islam, dikenal dengan kata manhaj yang berarti jalan yang terang yang dilalui oleh pendidik bersama anak
didiknya untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap mereka.
Sedangkan kurikulum pendidikan (manhaj al-dirosah) dalam kamus Tarbiyah adalah seperangkat perencanaan dan media yang
dijadikan acuan oleh lembaga pendidikan dalam mewujudkan tujuan-tujuan
pendidikan.[5]
Tujuan Pendidikan Agama Islam secara umum sebagai penjabaran
dari tujuan kurikulum dalam rangka mencapai tujuan nasional adalah membentuk
peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa serta berakhlak mulia, melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan,
penghayatan serta pengamalan peserta didik tentang agama Islam, sehingga
menjadi manusia muslim yang terus berkembang keimanan dan ketaqwaannya.
Mata pelajaran PAI merupakan salah satu mata pelajaran
(subject matter), dikemas dalam sebuah kurikulum dan harus diikuti
oleh peserta didik yang beragama Islam. Maka penerapan-pelaksanaan kurikulum PAI Di Sekolah-Madrasah memerlukan materi kajian. Ruang lingkup kajian Pendidikan
Agama Islam di sekolah-Madrasah memuat materi
al-Quran dan Hadis, Aqidah/Tauhid, Akhlak, Fiqih, dan Sejarah Kebudayaan Islam
(SKI). Ruang lingkup kajian tersebut tentu
saja menggambarkan materi pendidikan
agama yang mencakup perwujudan keserasian, keselarasan, keseimbangan antara hubungan
manusia dengan Allah SWT, diri sendiri,
sesama manusia, makhluk lainnya, maupun lingkungannya atau hubungan
teosentris, hubungan antroposentris, dan hubungan cosmologis.
Maka dalam penyampaian
materi pembelajaran PAI untuk mencapai tujuan pembelajaran, tentu saja dibutuhkan
strategi dan metode
yang tepat, inovatif, memberdayakan, dan menyenangkan pembelajar. Katakan saja, umumnya strategi dan metode yang
digunakan guru PAI sama dengan strategi atau metode pada
mata pelajaran lainnya. Selain strategi dan metode, juga dibutuhkan
evaluasi untuk mengukur sejauh mana
ketercapaian tujuan yang telah ditetapkan, maka dilakukan evaluasi, baik
melalui evaluasi “formatif” maupun “sumatif”.
Dengan demikian dapat dikatakan ada beberapa karakteristik kurikulum pendidikan Agama
Islam, di antaranya; (1) memiliki sistem
pengajaran dan materi yang selaras dengan fitrah manusia; (2)
harus mewujudkan tujuan pendidikan Agama Islam; (3)
harus realistis dan tidak bertentangan dengan niali-nilai
Islam; (4) harus memperhatikan aspek pendidikan prilaku yang bersifat
aktivitas langsung;[6] (5) menggabungkan konsep
pendidikan teosentris, antroposentris, dan cosmologis.
III.
Penerapan/Pelaksanaan
Kurikulum PAI Di Sekolah/Madrasah
Dalam Kamus Bahasa Indonesia
Online, arti kata “penerapan” yakni:
(1) Proses, cara, perbuatan menerapkan, (2) pemasangan, (3)
pemanfaatan; perihal mempraktikkan.[7] Selain itu dalam www.artikata.com, arti kata “penerapan”, yakni: (1) penggunaan,
(2) pemasangan, (3) aplikasi, (4) praktik, (5) produksi.[8] Pengertian “penerapan” menurut Kamus Istilah Manajemen adalah sebagai berikut: “penerapan
adalah pemanfaatan keterampilan dan pengetahuan baru...”[9]
Dari
pengertian di atas dapat dikatakan bahwa “penerapan” adalah tindakan
pelaksanaan atau pemanfaatan keterampilan pengetahuan baru terhadap sesuatu
bidang untuk suatu kegunaan ataupun tujuan khusus. Jadi, penerapan-pelaksanaan atau implementasi[10] merupakan sebuah tindakan yang
dilakukan, baik secara individu maupun kelompok dengan maksud untuk mencapai
tujuan yang telah dirumuskan.
1. Pendekatan Dalam Implementasi
Kurikulum PAI
Untuk mencapai hasil yang maksimal dalam implementasi
kurikulum PAI, dapat digunakan dua model
pendekatan, yaitu pendekatan makro dan mikro.[11]
a) Pendekatan makro
Pendekatan makro, model pendekatan makro berupaya untuk menghadirkan proses pembelajaran pendidikan Agama
Islam yang dapat memberikan nuansa yang berbeda dan harapan kolektif semua
pihak, baik sekolah maupun madrasah. Langkah-langkah
yang harus ditempuh sebagai berikut:
(1) Merancang program pembelajaran yang unggul
Program
pembelajaran yang unggul merupakan bagian dari prinsip, strategi dan tujuan
implementasi kurikulum. Melalui pembelajaran yang unggul, pelaksanaan
pendidikan Agama Islam akan tampak sebagai nilai plus guna melahirkan lulusan
memilki karakter islami yang tangguh. Pendidikan agama Islam dilaksanakan dengan model-model
pembelajaran yang mudah dipahami, dihayati
dan dilaksanakan oleh peserta didik.
Merancang
Program Pembelajaran yang Unggul, yaitu;
(a) mutu pendidikan agama
Islam berwawasan masa depan; dan
(b) guru dan siswa
menikmati materi dengan menyenangkan.
(2) Merumuskan
kembali tujuan kurikulum PAI
Untuk
mencapai kualitas penerapan kurikulum yang unggul, dibutuhkan mindset baru yang memandang PAI memiliki cakupan yang luas meliputi semua aspek
kehidupan manusia. Formulasi dapat dituangkan dalam kontent dan tujuan
di sekolah.
Merumuskan Kembali Tujuan Kurikulum PAI, yaitu;
(a) membutuhkan mindset baru;
(b)
mencakup semua aspek kehidupan manusia;
(c)
Wilayah kajian PAI dirumuskan kembali, adaptif, fungsional, kontekstual.
(3) Menciptakan sumber belajar unggul
Sumber belajar dapat memanfaatkan
lingkungan, fenomena dan kejadian alam atau
sosial yang nyata dan kontekstual sebagai meteri pendidikan Agama Islam. Dengan memanfaatkan konteks dan fenomena yang
nyata, siswa dapat dengan mudah mengaplikasikan pengetahuannya secara nyata
dalam kehidupan.
Menciptakan Sumber Belajar Unggul, yaitu;
(a) mendukung, mensupport kegiatan belajar mengajar;
(b) lingkungan sekolah
maupun di luar sekolah;
(c) fenomena dan kejadian
alam atau social;
(d) ubah mindset bersifat
doktriner, ke arah lebih bersifat penyadaran.
b)
Pendekatan Mikro,
Pendekatan Mikro, yaitu suatu tahapan
secara praktis dan sistematis yang memperhatikan situasi dan kondisi sumber
daya dukung lembaga pendidikan. Melalui pendekatan mikro ini dimaksudkan agar
tujuan implementasi kurikulum pendidikan Agama Islam di sekolah atau madrasah
dapat tercapai secara terukur dan berhasil secara maksimal. Pendekatan ini
meliputi pengembangan materi, peran guru dan siswa dalam interaksi
pembelajaran.[12]
(1) Menentukan Tujuan Materi
(a) membuat standar mutu pembelajaran;
(b) standar isi; pemikiran logis; sistematis; nilai-nilai;
visi dan misi sekolah atau madrasah.
(2) Mengukur Kemampuan Awal Siswa dan Solusinya
(a) placement test
(b) Mengukur kemampuan awal
(1) tingkat
pengetahuan,
(2) keterampilan,
(3) pengalaman
telah dimilik siswa
(3) Pembentukan Perfomansi (perilaku)
Gambaran mengenai performen siswa,
kurikulum PAI diarahkan;
(a) mengomunikasikan tingkat perbedaan siswa,
(b) menyusun program kegiatan PAI secara tepat,
(c) nilai standart yang mengatur siswa
(4)
Menyusun
Evaluasi
dibutuhkan dengan mengacu pada tujuan pokok kurikulum PAI:
mengecek;
(a)
kemajuan hasil
belajar siswa;
(b)
kemungkinan
terjadinya salah pengertian siswa;
(c)
dokumen kemajuan
siswa.
(d)
digunakan untuk menganalisis
(e)
mengukur apakah ada pengaruh kepada peserta didik.
- Landasan Hukum Kurikulum 2013
Pemberlakuan kurikulum 2013 didasari, peraturan
Mendikbud tentang SKL (Standar Kompetensi Lulusan), Struktur Kurikulum, dan
lain-lain. Maka landasan hukum kurikulum 2013, adalah:
a. Nomor 54 tahun
2013, tentang “Standar Kompetensi Lulusan”;
b.
Nomor 65 tahun 2013 tentang “Standar Proses”;
c.
Nomor 66 tahun 2013 tentang “Standar Penilaian”;
d.
Nomor 67 tahun 2013 tentang “KD dan
Struktur Kurikulum SD-MI”;
e.
Nomor 68 tahun 2013 tentang “KD dan Struktur Kurikulum SMP-MTs”;
f.
Nomor 69 tahun 2013 tentang “KD dan
Struktur Kurikulum SMA-MA”;
g.
Nomor 70 tentang “Kerangka Dasar dan
Struktur Kurikulum SMK-MAK”
h.
Nomor 71 tahun 2013 tentang “Buku Teks Pelajaran”.
Pada tahun 2013
pemerintah telah mengeluarkan kebijakan terbaru yaitu perubahan kurikulum.
Menurut Wahyono Indonesia telah
mengalami pergantian kurikulum sebanyak 11 kali. Artinya
sejak tahun 1945 sampai saat ini, kurikulum pendidikan Indonesia telah
mengalami perubahan sebanyak sebelas kali, mulai dari tahun 1947, 1964, 1968, 1974, 1975, 1984,
1994, 1997, 2004, 2006, dan saat ini 2013.[13] “Perubahan tersebut lebih
didasarkan pada perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek
yang terjadi dalam masyarakat Indonesia”.[14]
Maka Kemdikbud (2012) menyatakan ada 4 (empat)
yang hal yang menjadi alasan perlunya perubahan kurikulum, yaitu;
a.
Adanya fenomena
negatif yang mengemuka di Indonesia saat ini, terjadinya; perkelahian
(tawuran) pelajar, kekerasan dalam dunia pendidikan, penyalagunaan narkoba,
perilaku korupsi, plagiarisme, kecurangan dalam ujian, gejolak masyakat, dan lain-lain.
b.
Adanya persepsi negatif masyarakat terhadap kurikulum saat ini, kurikulum
saat ini, terlalu menitikberatkan kemampuan kognitif semata, beban belajar
siswa terlalu berat, materi yang melamapui kemampuan usia kognitif siswa,
dan kurang bermuatan karakter.
c.
Tantangan abad 21
Tantangan abad 21 berupa globalisasi, problem lingkungan hidup dimana
populasi penduduk dunia sangat besar, perkembangan teknologi informasi-komunikasi,
konvergensi ilmu dan teknologi, ekonomi berbasis pengetahuan, kebangkitan
industri kreatif dan budaya, pergeseran kekuatan ekonomi dunia, pengaruh dan
imbas teknosains, mutu, investasi dan transformasi pada sektor pendidikan dan
posisi Indonesia pada hasil TIMSS dan PISA. Dianggap bahwa Kurikulum
yang berlaku saat ini yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tidak
dapat mengatasi masalah ada dan tidak dapat diharapkan menjawab tantangan masa
depan tersebut di atas.
d.
Kompetensi yang harus dimiliki di masa depan
warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan
afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
bernegara, dan peradaban dunia.[15]
3. Implementasi Kurikulum
PAI dalam Pembelajaran
Menurut Oemar Hamalik, mengatakan bahwa implementasi
kurikulum mencakup tiga kegiatan pokok, yaitu pengembangan program, pelaksanaan pembelajaran, dan
evaluasi. Pengembangan program mencakup
program pembelajaran, program bimbingan dan konseling atau remedial.
Pelaksanaan pembelajaran meliputi proses interaksi antara peserta didik dengan
lingkungannya sehingga terjadi perubahan prilaku yang lebih baik. Sementara
evaluasi adalah proses penilaian yang dilakukan sepanjang pelaksanaan
kurikulum.[16]
Dalam pengimplementasian
kurikulum diperlukan komitmen semua pihak
yang terlibat, seperti dukungan kepala sekolah, guru dan dukungan internal
dalam kelas. Peran guru dalam implementasi kurikulum di sekolah sangat
menentukan sekali. Bagaimanapun baiknya sarana dan prasarana pendidikan, jika
guru tidak melaksanakan tugasnya dengan baik maka impelementasi
kurikulum tidak akan berhasil secara maksimal. [17]
Salah
satu bentuk implementasi kurikulum adalah pelaksanaan pembelajaran.
Pelaksanaan pembelajaran mengacu pada program pembelajaran
yang disusun oleh guru, di antaranya dalam bentuk Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP). Komponen RPP
harus mencakup perencanaan seluruh
kegiatan pelaksanaan pembelajaran berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan. [18]
Dalam pengimplementasian kurikulum diperlukan komitmen semua pihak yang terlibat, seperti dukungan kepala
sekolah, guru, dukungan internal dalam kelas, dan juga eksternal seperti pengguna,
stakeholders, dan user. Selain itu, peran guru dalam implementasi kurikulum di
sekolah sangat menentukan sekali. Sebab
bagaimanapun banyaknya dan baiknya sarana dan prasarana pendidikan yang
dimiliki suatu sekolah, jika guru tidak
melaksanakan tugasnya dengan baik dan profesional, maka impelementasi kurikulum juga tidak
akan berhasil secara maksimal.
Pendidikan Agama Islam menciptakan sistem untuk mengarahkan prilaku yang memiliki
kesalehan individual dan kesalehan sosial dalam kehidupan manusia. Dengan
demikian pendidikan Agama Islam harus mampu memenuhi kebutuhan dasar,
yaitu memenuhi kebutuhan tujuan agama dan memberikan kontribusi terhadap
terwujudnnya kehidupan religiusitas secara aplikatif.
Dalam konteks ini yang harus diperhatikan adalah
asumsi terhadap siswa, karena siswa
merupakan input utama dalam proses pembelajaran.
Siswa merupakan elemen yang memiliki
potensi yang dapat mengarah pada realitas negatif maupun positif. Pembelajaran harus mengarahkan siswa kearah
terwujudnya sikap dan prilaku siswa yang positif. Dalam konteks ini, pembelajaran harus mampu
menjawab, memberikan dan menyelesaikan problematika siswa.[19]
Dalam PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan dinyatakan bahwa “Proses pembelajaran pada satuan
pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta
memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai
dengan minat, bakat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta
didik ”.[20]
Artinya, pembelajaran harus dikemas sedemikian rupa agar tercipta pembelajaran
yang bermakna, inovatif, dan menyenangkan.
Untuk memperoleh
gambaran proses pembelajaran yang bermakna, Philip Phenix, mengidentifikasikan enam wilayah yang bermakna
untuk menjadikan peserta didik memahami dunia yang sesungguhnya. Ke-enam wilayah makna tersebut yaitu: symbolics
(lambang-tanda), empirics (pengalaman), esthetics (keindahan-seni), synnoetics, ethics (tata sosila) dan synoptics (makna sinonim).[21] Salah satu wilayah tersebut adalah synoptics “The sixth realm, synoptics
refers to meanings that are comprehensively integrative. It include history,
religion, and philosophy. Theses discipline combine empirical, ethic and
synnoethic meanings into coherent whole”.[22]
Agama
merupakan wilayah synoptics (makna
sinonim), dimana dalam disiplin
tersebut adanya proses pembelajaran yang
mengedepankan etika dan pengalaman keberagamaan.
Selanjutnya
bahwa untuk mengimplementasikan kurikulum pendidikan
yang baik harus memperhatikan empat pilar belajar menurut Unesco, yaitu Learning
to know, Learning to do, Learning to live together, dan Learning to be[23]
Keempat pilar itu menyangkut proses
bagaimana peserta didik memperoleh kemampuan belajar; melatih dan
mengembangkan kemampuan berpikir; melatih dan mengembangkan kemampuan memecahkan masalah; dan pusat
pembudayaan nilai, sikap dan kemampuan. Untuk mencapai kompetensi yang diharapkan dalam pembelajaran sesuai
tujuan yang ditetapkan diperlukan pembelajaran yang efektif dan bermakna, sebab
selama ini proses pembelajaran dirasakan belum memiliki makna yang berarti
kepada peserta didik.
Untuk
mencapai kompetensi yang diharapkan dalam pembelajaran diperlukan pembelajaran
yang efektif. Maka suatu pembelajaran dikatakan efektif apabila pembelajaran
tersebut dapat mengharkan atau membelajarkan pesereta didik secara kondusif.
Untuk itu diperlukan metode dan strategi pembelajaran yang bervariasi. Ada
beberapa metode dan strategi pembelajaran yang bisa diterapkan dalam proses pembelajaran Agama Islam di sekolah atau madarasah
di antaranya:
a. Student
Centered Instruction:
Pembelajaran
yang berpusat pada peserta didik, seperti diskusi dalam berbagai variasi,
demonstrasi dan games. Pembelajaran model ini dituntut peran aktif siswa dalam
pembelajaran dan guru berperan sebagai fasilitator.
b. Collaborative Learning:
Pembelajaran aktif dimana siswa dan guru
berkolaborasi atau dengan warga sekolah lainnya. Artinya pembelajarn model ini siswa aktif melalui proses pembelajaaran yang dilakukan secara bersama-sama antara guru dan peserta didik atau antara peserta didik dengan peserta didik yang lain.
c. Cooperative learning:
Proses pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada
peserta didik terlibat langsung dalam pembelajaran secara berkelompok dalam mengerjakan tugas yang diberikan guru. Masing-masing anggota
memiliki tugas dalam kelompoknya dan saling memeriksa pekerjaan teman temannya
kemudian bisa dikembangkan menjadi divariasi kelompok.
d. Self discovery learning:
Belajar melalui penemuan mereka sendiri, melalui penelitian,
observasi dan pengamatan terhadap masalah yang harus mereka
pelajari dan pecahkan. Untuk itu, keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran merupakan hal yang sangat penting dan menentukan keberhasilan pembelajaran.[24]
e. Quantum learning:
Strategi
pembelajaran yang melibatkan seluruh komponen diri siswa, dengan pendekatan individu dan kelompok. Artinya, strategi belajar dimana dalam belajar semua indera harus bekerja aktif, semua komponen kecerdas anak anak aktif bekerja menggunakan multimedia dan pendayagunaan kelompokbelajar.[25]
f. Contextual Teaching and Learning (CTL):
Strategi
yang digunakan untuk untuk membantu
peserta didik untuk memahami makna dan
materi pelajaran dengan mengaitkan mata pelajaran tersebut dengan konteks
kehidupan mereka.[26]
Selain dengan pemilihan dan penggunaan strategi
pembelajaran yang tepat dalam pelaksanaan Pendidikan Agama Islam sebagai implementasi kurikulum PAI, ada
beberapa hal terkait dengan implementasi tersebut.
Pertama, keteladanan, merupakan upaya konkrit dalam menanamkan
nilai-nilai luhur pendidikan Agama Islam kepada peserta didik. Secara psikologis anak memang senang meniru; tidak saja
yang baik, tetapi juga yang tidak baik. Prilaku yang ditiru siswa akan terus
melekat sehingga akan menjadi karakter dalam dirinya. Mengingat pentingnya keteladanan, maka menurut
Zakiah Darajat menyebutkan untuk menjadi seorang guru harus memenuhi syarat: bertakwa kepada Allah,
berilmu, sehat jasmani dan rohani, dan berkelakuan baik. Guru harus menjadi tauladan bagi siswa dan
lingkungannya.[27]
Kedua, tugas pendidikan Agama Islam, bukanlah sepenuhnya tanggung jawab
sekolah/madrasah dalam hal ini guru Agama Islam, akan tetapi juga menjadi
tanggung jawab keluarga dan lingkungan masyarakat. Tidak sedikit anak yang
mendapat pendidikan Agama Islam yang baik di sekolah, tetapi karena di rumah
atau lingkungannya tidak pernah ditanamkan nilai-nilai religiusitas yang baik,
maka anak tersebut menjadi rusak. Oleh karena itu peranan keluarga dan
masyarakat terhadap penanaman nilai-nilai pendidikan Agama Islam terhadap anak
sangat dibutuhkan.
Ketiga, pentingnya evaluasi, evaluasi bukan hanya dilakukan di sekolah/madrasah
secara formal baik formatif maupun sumatif. Lebih dari itu, evaluasi yang dilakukan oleh lingkungan sosial masyarakat
sangatlah penting. Jika di sekolah siswa dinilai lebih pada nilai akademis,
namun di masyarakat, siswa dinilai akan kesalehan prgoibadinya yang tercermin
dari sikap dan prilakunya (akhlaq).[28]
4. Kendala dalam pengembangan kurikulum PAI.
Problem yang dihadapi dalam pelaksanaan kurikulum PAI di
sekolah/madrasah, adalah:
a) Pembelajaran menekankan pada pencapaian “target materi”
Pemebelaran PAI lebih
ditekan pada “pencapai meteri” sebagai pemenuhan ketercapaian silabi. Katakan
saja, materi pelajaran aqidah akhlak, ibadah dan
syari’ah yang diajarkan hanya sebagai tata aturan keagamaan semata dan kurang
ditekankan sebagai proses pembentukan kepribadian sebagai konsekwensi dari
pengajaran agama islam tersebut.
b)
Terbatas jam pelajaran PAI. Dua jam pelajaran untuk PAI di kelas memang tidak akan cukup untuk menyampaikan informasi keagamaan yang begitu banyak dan komplek. Apabila tidak pandai mensiasati, maka informasi yang
diterima peserta didik khawatir hanya akan menyentuh aspek “kognitif” semata, sementara aspekaf “ektif” dan “psikomotor” tidak dapat tersentuh.
c)
Materi PAI bersifat abstrak.
Materi pelajaran PAI lebih bersifat abstra, kognitif, belum
mengarah kepada bagaimana mengaplikasi-psikomotorik dalam kehidupan
sehari-hari. Materi pelajaran PAI
sebagai pengetahuan-kognitif saja, dan juga sedikit menyentuh aspek afektif. Sebagai contoh: orientasi mempelajari
al-Qur’an masih cenderung pada kemampuan membaca teks, belum mengarah pada
pemahaman arti dan penggalian makna secara tekstual dan kontekstual.
d)
Materi PAI membosankan peserta didik.
Materi pembelajaran PAI yang disampaikan lebih menekankan pada
pencapaian target materi dan ranah kognitif (menghafal, memindahkan pengetahuan
dari otak ke otak). Disampaikan secara verbal atau dengan pendekatan metode ceramah. Hal ini membosankan peserta
didik. Sebagian peserta didik
menganggap bahwa “materi pelajaran PAI” merupakan mata pelajaran yang kurang penting.
e)
Rendahnya minat peserta didik
Sebagian peserta didik menganggap bahwa metri pelajaran PAI merupakan mata pelajaran yang kurang penting,
yaitu sebagai mata pelajaran pelengkap dibanding dengan mata pelajaran lain
yang diujikan secara nasional. Anggapan seperti
ini menjadikan motivasi belajar mereka rendah. Kondisi demikian seharusnya
menjadi tantangan oleh guru PAI untuk mencari strategi yang mampu mengajak
peserta didik memiliki etos dan tanggung jawab belajar sebagai kebutuhannya
sendiri.
f)
Dominasi metode ceramah.
Untuk mencapai keberhasilan dalam pembelajaran, peran guru sebagai pelaksana kurikulum dan peserta
didik sebagai subjek pembelajaran sangat berpengaruh. Kurangnya keterampilan
guru melaksanakan pembelajaran yang menarik dan menyenangkan.
Materi pembelajaran yang disampaikan
lebih menekankan pada pencapaian target materi dan ranah
kognitif (menghafal, memindahkan pengetahuan dari otak ke otak) yang
disampaikan secara verbal atau dengan pendekatan metode ceramah.
Secara umum dapat dikatakan bahwa dalam penarapan, pelaksanaan dan
pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam, hambatan dan kendala dalam
pengembangan kurikulum PAI di sekolah/madrasah, adalah (a) Guru PAI kurang professional; (b) Metode pembelajaran PAI; (c) Pemikiran dikotomik pendidikan dan departemental; (d) Prsoalan biaya untuk pengelolaan pendidikan agama Islam; (e) Pandangan masyarakat; (f) Perbedaan perlakuan oleh pemerintah.
- Solusi penyelesaian Kurikulum PAI
Dengan memperhatian berbagai hambatan di atas,
diperlukan sutua solusi untuk penyelesaian pelaksanaan kurikulum PAI, yaitu;
Pertama; secara teknis, tetapi terkait dengan persoalan substansi pelaksanaan
kurikulum PAI, yaitu; “dua jam” pelajaran di kelas, harus diperbaiki, karena tidak akan cukup untuk menyampaikan informasi keagamaan
yang begitu luas dan komplek. Dengan penggunaan durasi jam tersebut bila tidak pandai mensiasati, maka informasi yang diterima pelajar, khawatirhanya hanya akan menyentuh “aspek kognitif” semata, sementara aspek lain yaitu “afektif” dan “psikomotor” tidak dapat atau tidak akan tersentuh. Maka, upaya untuk mensiasati keterbatasan durasi jam pelajaran tersebut, dapat dilakukan dengan berbagai macam kegiatan pembinaan keagamaan sebagai kegiatan “ekstra
kurikuler”, tetapi wajib diikuti oleh seluruh peserta didik yang beragama
Islam.[29]
Kedua; secara periodik atau
berkala melakukan training terhadap guru-guru PAI tentang metode pembelajaran yang inovatif, pengembangan materi pembelajaran.
Ketiga; dalam mendisain kurikulum
pendidikan Islam harus diorientasikan pada; (a) kemampuan mengetahu cara
beragama yang benar; (b) mempelajari Islam sebagai sebuah pengetahuan, sehingga
diharapkan dapat terbetuk perilaku manusia muslim yang memiliki komitmen, loyal
serta dedikasi terhadap ajaran Islam.[30]
Keempat; para guru harus lebih menekankan peserta didik
memiliki kemampuan dasar untuk belajar mandiri dan bereksplorasi, dan bukan lagi
kemampuan untuk menghafal materi pelajaran tertentu. [31]
Kelima; sistem pendidikan yang baik harus; (1)
kurikulum harus memenuhi sejumlah kompetensi untuk menjawan tuntutan dan
tantangan arus globalisasi; (2) kurikulum yang dibuat bersifat lentur dan
adaptif terhadap perubahan; (3) kurikulum harus berkorelasi dengan pembangunan
sosial dan kesejahteraan masyarakat.[32]
IV.
Bahan Bacaan:
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, pasal 3
Peraturan Pemerintah RI No. 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan
Abdul Majid, 2012, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama
Islam, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
http://www.artikata.com/arti-381428-penerapan.html
tgl_download_09_04_ 2011_pukul_11.32 wib
Kamus Istilah
Manajemen,
(Universitas Michigan: Pustaka Binaman Presindo, 1994), hlm.155
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Kamus versi
online/daring (dalam jaringan), dikutip
dari: https://kbbi.web.id/implementasi, diakses pada Ahad, 5 November 2017, jam.16.37
WIB.
Mujtahid, 2011, Pendekatan Penerapan
Kurikulum PAI, Makalah, Jurnal UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.
Ahmad Roip Saepullah, “Implementasi
Kurikulum Pendidikan Agama Islam Pada Sekolah/Madrasah Dan Permasalahannya”, dikutip dari: http://www.academia.edu/5847375/
Makalah_Implementasi_Kurikulum_ PAI, diakses pada Ahad, 5
November 2017, jam. 9.47 WIB.
Wahyono, Koran Metropolis, 2013.
Muhammad, “Perubahan Kurikulum di Indonesia: Studi Kritis
Tentang Upaya Menemukan Kurikulum Pendidikan Islam Yang Ideal”, Jurnal Raudhan:
Vol. IV, No. I: Januari-Juni 2016.
Abdullah Idi, 2014, Pengembangan kurikulum Teori dan
Praktik, Jakarta; Raja Grafindo Persada.
H. Oemar Hamalik, 2009, Dasar-Dasar
Pengembangan Kurikulum, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya.
PP Nomor 19 tahun 2005 tentang Stndar Nasional
Pendidikan, pasal 19, ayat 1
Philip Phenix, 1964, The Realms
Of Meaning: A Philosophy of the Curriculum For General Education, New York, ,
Mc. Graw Hill Book co.
Soedijarto, 2008, “Landasan dan Arah Pendidikan Nasional Kita”, Jakarta:
Kompas.
E. Mulyasa, 2005, Implementasi Kurikulum Panduan pelaksanaan KBK, Bandung: Remaja Rosdakarya.
LPK, “Materi Pokok Sosialisasi KBK”, Jakarta: Pusat Kurikulum Balitbang,
Depdiknas, 2003.
Problematika Kurikulum Pendidikan Agama Islam di SMP”
http://kartika-d. blogspot.
co.id/2012/10/problematika-kurikulum-pendidikan-agama_2997. html,
diakses pada Sabtu, 4 November 2017, jam. 11.35 WIB,
Ahmad Roip Saepullah, “Implementasi
Kurikulum Pendidikan Agama Islam Pada Sekolah/Madrasah dan Permasalahannya”,
dikutip dari:http://www. academia.edu/5847375/ Makalah_Implementasi_ Kurikulum_ PAI, pada Selasa, 21 November 2017, jam.09.53 WIB.
Zakiah Darajat, 2000, Ilmu
Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara.
Hujair AH. Sanaky,2003, Paradigma Pendidikan Islam: Membangun Masyarakat Madani Indonesia, Yogyakarta:
Safiria Insaniah Press.
Toto Ariyanto, “Kurikulum Berbasis Kompetensi”, Suara
Merdeka, daikutip dari; http://www. Suaramerdeka.com/harian/0202/04/khaz.htm.
4 Februari 2002.
[1] Modul Kuliah Pengembangan Kurikulum
Pendidikan Agama Islam, Pertemuan ke VIII: Materi: Langkah-Langkah Pengembangan
Kurikulum PAI, oleh: Dr. Hujair AH. Sanaky,
MSI.
[2] Hujair AH. Sanaky, Dr. MSI,
adalah dosen Program Pascasarjana FIAI UII dan Dosen Prodi Pendidikan Agama
Islam FIAI UII Yogyakarta.
[5] Abdul Majid, Belajar dan
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012)
hlm.34.
[10] Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Kamus versi online/daring (dalam jaringan), dikutip dari: https://kbbi.web.id/implementasi, diakses pada Ahad, 5 November 2017, jam.16.37 WIB.
[11] Mujtahid, Pendekatan Penerapan Kurikulum PAI, makalah (Jurnal UIN Maulana
Malik Ibrahim Malang, 2011
[12] Baca: Ahmad Roip Saepullah, “Implementasi Kurikulum
Pendidikan Agama Islam Pada Sekolah/Madrasah Dan Permasalahannya”,
dikutp dari: http://www.academia.edu/5847375/
Makalah_Implementasi_Kurikulum_PAI, diakses pada Ahad, 5
November 2017, jam. 9.47 WIB.
[14] Muhammad, “Perubahan
Kurikulum di Indonesia: Studi Kritis Tentang Upaya Menemukan Kurikulum
Pendidikan Islam Yang Ideal”, Jurnal Raudhan: Vol. IV, No. I: Januari-Juni
2016, hlm. 49.
[15] Baca lebih
lanjut: Abdullah Idi, Pengembangan kurikulum Teori dan Praktik, (Jakarta;
Raja Grafindo Persada, 2014), hlm. 26
[16] H. Oemar Hamalik, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, (Bandung, PT. Remaja
Rosdakarya, 2009), hlm.238
[17] Baca Makalah: Ahmad Roip Saepullah, “Implementasi Kurikulum
Pendidikan Agama Islam Pada Sekolah/Madrasah Dan Permasalahannya”, dikutip
dari: http://www.academia.
edu/5847375/ Makalah_Implementasi_Kurikulum_PAI, pada Selasa,
21 November 2017, jam.09.53 WIB.
[18] Ibid, http://www.academia.
edu/5847375/ Makalah_Implementasi_Kurikulum_PAI, pada Selasa,
21 November 2017, jam.09.53 WIB.
[19] Ibid, http://www.academia.
edu/5847375/ Makalah_Implementasi_Kurikulum_PAI, pada Selasa,
21 November 2017, jam.09.53 WIB.
[21] Philip Phenix, The Realms Of Meaning: A Philosophy of the Curriculum For
General Education (New York, , Mc. Graw Hill Book co. 1964) hlm. 7
[24] E. Mulyasa, Implementasi Kurikulum Panduan pelaksanaan KBK, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), hlm. 156.
[25] LPK, “Materi Pokok Sosialisasi KBK”, (Jakarta:Pusat Kurikulum Balitbang, Depdiknas,
2003), hlm. 3.
[26] Baca: “Problematika Kurikulum Pendidikan Agama Islam di SMP” http://kartika-d. blogspot.
co.id/2012/10/problematika-kurikulum-pendidikan-agama_2997.html,
diakses pada Sabtu, 4 November 2017, jam. 11.35 WIB, dan baca juga: Ahmad Roip Saepullah, “Implementasi Kurikulum Pendidikan Agama Islam Pada Sekolah/Madrasah
Dan Permasalahannya”, dikutip dari: http://www.academia.
edu/5847375/ Makalah_Implementasi_Kurikulum_PAI, pada Selasa,
21 November 2017, jam.09.53 WIB.
[28] Baca Makalah: Ahmad Roip Saepullah, “Implementasi Kurikulum
Pendidikan Agama Islam Pada Sekolah/Madrasah Dan Permasalahannya”, dikutip
dari: http://www.academia.
edu/5847375/ Makalah_Implementasi_Kurikulum_PAI, pada Selasa,
21 November 2017, jam.09.53 WIB.
[29] Baca lebih lanjut: “Problematika Kurikulum Pendidikan Agama Islam di SMP”
http://kartika-d.
blogspot. co.id/2012/10/problematika-kurikulum-pendidikan-agama_2997.html,
diakses pada Sabtu, 4 November 2017, jam. 11.35 WIB,
[30] Hujair AH. Sanaky, Paradigma
Pendidikan Islam: Membangun Masyarakat Madani Indonesia, (Yogyakarta:
Safiria Insaniah Press, 2003), hlm. 167.
[32] Toto Ariyanto,
“Kurikulum Berbasis Kompetensi”, Suara Merdeka, daikutip dari; http://www.
Suaramerdeka.com/harian/0202/04/khaz.htm. 4 Februari 2002.
Titanium teeth k9
BalasHapusIn thaitanium a nutshell: Titanium teeth titanium hair k9 are teeth for the teeth titanium fitness that can be attached to the tip of the nail. babyliss pro titanium hair dryer In titanium blade this article we show you how these teeth work
p279h6dwkvy358 sex chair,wolf dildo,huge dildos,wholesale sex toys,male masturbators,g-spot dildos,dog dildo,dog dildo,male sex toys f861h5yeuhp010
BalasHapus