Rabu, 04 September 2019

PSIKOLOGI BELAJAR: MODUL II: PENGERTIAN, SASARAN STUDI, RUANG LINGKUP, ARTI PENTING PSIKOLOGI BELAJAR


       Modul  II
PSIKOLOGI BELAJAR
PENGERTIAN, SASARAN STUDI, RUANG LINGKUP, DAN ARTI PENTING PSIKOLOGI BELAJAR
Dosen: Hujair AH. Sanaky, Dr., MSI[1]
                       
I.  PETUNJUK UMUM   
Ketentuan umum menjalaskan tentang langkah-langkah mempelajari modul kuliah, sebagai berikut :
1.  Kompetensi Dasar
Setelah perkuliahan berakhir mahasiswa  mengetahui tentang pengertian, sasaran studi, ruang lingkup, fungsi, manfaat, tujuan, dan arti penting psikologi belajar.

2.  Materi :
A.  Pengertian psikologi belajar
B. Sasaran studi, ruang lingkup, objek, fungsi, manfaat, dan tujuan psikologi Bbelajar.
C. Arti penting psikologi dalam Pembelajaran


3.   Indikator Pencapaian
Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian psikologi, sasaran studi, ruang lingkup, fungsi, manfaat, tujuan,  dan arti penting psikologi belajar secara tepat dan benar.

4.  Strategi Pembelajaran  
Strategi pembelajaran yang digunakan adalah  interactive lecturing, ceramah, Small Group Discusion, dan active debat masing-masing kelompok. Waktu 100 menit.

5.   Evaluasi  
Setelah kegiatan perkuliahan berakhir; (a) mahasiswa diminta untuk menjawab beberapa pertanyaan yang terkait dengan materi kuliah yang telah diajarkan, sehingga dapat diketahui seberapa jauh tujuan pembelajaran dalam pembahasan materi tersebut dapat tercapai. (b) mahasiswa ditugasi untuk membuat resume materi perkuliahan dan dikumpulkan sebagai kegiatan aktivitas kelas.

  II.  MATERI KULIAH

PENGERTIAN, SASARAN STUDI, RUANG LINGKUP, DAN ARTI PENTING PSIKOLOGI BELAJAR


A.   Pengertian Psikologi Belajar
Pemahaman guru akan pengertian dan makna psikologi belajar akan mempengaruhi tindakannya dalam mengajar dan membimbing siswa untuk belajar. Katakan saja, guru yang hanya memahami belajar agar murid dapat menerima ilmu, menghafal, mengerti, tentu saja akan berbeda dengan cara mengajar guru yang memahami prinsip-prinsip psikologi belajar dan tau bahwa belajar merupakan suatu perubahan tingkah laku. Untuk itu dalam modul ini akan mengkaji tentang  pengertian psikologi belajar. Sasaran studi, ruang lingkup, objek, fungsi, manfaat, dan tujuan psikologi belajar. Menjelaskan arti penting psikologi dalam pembelajaran.

1. Pengertian Psikologi
Psikologi belajar terdiri dari dua kata, yaitu psikologi dan belajar. Sebelum membahas pengertian psikologi belajar, terlebih membahas psikologi. Istilah psikologi berasal dari perkataan psychologie (bahasa Belanda-psikholokhi)  atau psychology (bahasa inggris). Istilah psikologi, psychologie dan psychology berakar dari dua kata, yaitu: psyche  dan logos.  Psyche berarti jiwa, sedangkan logos berarti ilmu. Dari pengertian ini, kemudian orang lalu dengan mudah mengartikan atau mendefinisikan psikologi itu sebagai ilmu jiwa. [2]

Tanpaknya jiwa sendiri sangat abstrak, sulit bagi manusia untuk memahami apa itu jiwa. Artinya, sudah berabad yang lalu para ahli memikirkan tentang jiwa, bagaimana wujudnya, bagaimana cara kerjanya, bagaimana hubungan jiwa dengan jasmani, namun belum ada jawaban yang dapat memuaskan banyak orang.[3] Maka tepat sekali Al-Qur’an “menegaskan bahwa jiwa (roh) hanyalah urusan Allah": Al-Qura’an, Surat Al-Isra Ayat 85, sebagai berikut:



وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الرُّوحِ ۖ قُلِ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا


Terjemah Arti: Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit"[4] (al-Qur’an; surat al-Isra’, ayat 85). Dari ayat  ini dapat dikatakan bahawa “manusia diberi pengetahuan tentang hal itu tetapi hanya sedikit”.
Memang, kelihatannat belum ada kata sepakat tentang hakekat jiwa terlihat dari pandangan para ahli yang sangat beragam. Filsuf Plato berpandangan bahwa jiwa adalah ide, sedangkan Hipocrates mengemukakan jiwa sama dengan karakter dan Aristoteles mengatakan jiwa adalah fungsi mengingat. Perkembangan selanjutnya mulai banyak pandangan tentang jiwa yang lebih spesifik lagi. Katakan saja, Rene Descartes seorang filsuf dari Perancis berpendapat bahwa jiwa adalah “akal” atau “kesadaran”. Filsuf Inggris George Berkeley, menyatakan jiwa sama dengan persepsi.  John Locke beranggapan  jiwa adalah “kumpulan ide disatukan melalui asosiasi”.[5]

Jiwa merupakan sesuatu yang abstrak dan sulit untuk diamati. Ki Hadjar Dewantara misalnya memberikan pandangan tentang jiwa

sebagai adalah; (1) kekuatan yang menyebabkan hidupnya manusia; (2) menyebabkan manusia dapat berfikir, berperasaan, dan berkehendak (budi); (3) menyebabkan orang mengerti atau insaf akan segala gerak jiwanya.[6]

Dalam pandangan Aristoteles mengemukakan 3

macam jiwa, yaitu: (1) Anima vegetative; anima atau jiwa yang terdapat pada tumbuhan-tumbuhan, mempunyai kemampuan untuk makan minum dan berkembang biak; (2) Anima sensitive; anima atau jiwa terdapat pada kalangan hewan yang di samping mempunyai kemampuan untuk berpindah tempat, mempunyai nafsu, dapat mengamati, dapat menyimpan pengalaman-pengalamannya; (3) Anima intelektiva; terdapat pada manusia, selain mempunyai kemampuan-kemampuan seperti yang terdapat pada lapangan hewan masih mempunyai kemampuan lain yaitu berfikir dan berkemauan (Bigot, Kohstamm, Palland, 1950)[7]
Dari pandangan-padangan di atas, ternyata tidaklah sesederhana itu, arti atau definisi psikologi tersebut. Sebab bagaimana jawabannya kalau orang bertanya: apakah jiwa itu? Kita tahu bahwa setiap orang itu mempunyai jiwa. Mungkin saja ada yang bertanya ada berapa jiwa anda di rumah? apa saudara punya jiwa relegius?, apakah saudara mempunyai jiwa patriotik?, dan lain-lain. Tetapi pertanyaan apakah jiwa itu? Tanpaknya pertanyaan ini rupa-rupanya tidak mudah dijawab. Sama halnya tidak mudah menjawab pertanyaan apakah listrik itu? Apakah cinta itu?[8]
Dari Ilmu Alam kita tahu bahwa listrik itu diketemukan oleh Thomas Edison, bahwa ada caranya membangkitkan tenaga listrik, bahwa listrik itu mempunyai berbagai macam kegunaan dalam hidup kita seperti untuk lampu, radio, setrika, kompor, penggerak mesin dan seterusnya. Tetapi apakah sebenarnya listrik itu?  Demikian pula halnya dengan istilah cinta. Kita tahu bahwa cinta itu membuat orang bergairah hidup, cinta itu terkadang di wujudkan dalam sifat cemburu, karena cinta orang sanggup menghadapi resiko dan sebagainya. Tetapi apakah sebetulnya definisi cinta itu?
Katakan saja, penggambaran tentang listrik dan cinta itu sebenarnya adalah di sekitar tanda-tandanya, gejala-gejalanya saja. Nampaknya jiwa-pun demikian pula. Sebagai manusia kita menghayati kehidupan kejiwaan itu berupa kegiatan berfikir, merasa, berfantasi, mengingat, sugesti, sedih dan senang, berkemauan dan sebagainya. Inilah adalah tanda-tandanya atau gejala-gejalanya kehidupan kejiwaan. Dari sinilah munculnya definisi bahwa psikologi adalah “ilmu tentang gejala-gejala jiwa atau tanda-tanda kejiwaan”.
Gejala-gejala jiwa itu sendiri dapat kita hayati secara serempak bersama-sama, tidak secara terpisah sendiri-sendiri. Katakan saja, kita berfikir misalnya, pada saat yang bersamaan kita pun menghayati perasaan tertentu, keinginan atas kehendak tertentu dan sebagainya. Penghayatan tidak dapat kita amati, yang dapat kita hayati adalah “kelakuannya, tingkah lakunya”. Atas dasar itu, orang kemudian mengartikan atau mendefinisikan psikologi itu sebagai “studi tentang tingkah laku” (Psychology is the study of behavior), dengan mengamati tingkah laku, diperoleh pengertian tentang penghayatan rohaniah. [9]
Dalam perkembangan selanjutnya, psikologi mulai kontak dengan berbagai disiplin ilmu lain. Maka lahirlah bermacam-macam definisi tentang psikologi yang satu sama lain berbeda, seperti: (1) psikologi adalah ilmu mengenai kehidupan mental (the science of mental life), (2) psikologi adalah ilmu mengenai pikiran (the science of mind), dan (3) psikologi adalah ilmu mengenai tingkah laku (the science of behavior).
Dengan singkat dapat dikatakan bahawa psikologi adalah ilmu yang “mempelajari tingkah laku manusia” (study of human behavior). Tentu saja kata tingkah laku dalam pengertian yang luas. Tingkah laku adalah “segala kegiatan/tindakan/perbuatan manusia yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan, disadari maupun tidak disadarinya”.  Termasuk di dalamnya adalah cara berbicara, berjalan, berpikir atau mengambil keputusan, cara melakukan sesuatu, cara bereaksi terhadap segala sesuatu yang datang dari luar dirinya, maupun dari dalam dirinya sendiri. Dengan kata lain bagaimana cara manusia berinteraksi dengan dunia luar. [10]
Crow and Crow, memberi batasan psikologi sebagai berikut: psychology is the study of human behavior and human relationship (Crow and Crow, 1958:6).[11]  Psikologi adalah tingkah laku manusia, yakni “interaksi manusia dengan dunia sekitarnya”. Maka .dari batasan yang dikemukakan di atas jelas bahwa yang dipelajari psikologi adalah “tingkah laku manusia, yakni interaksi manusia dengan dunia sekitarnya”, baik yang berupa manusia lain (human relationship) maupun bukan manusia seperti hewan, iklim, kebudayaan, dan sebagainya.[12] Dengan demikian psikologi tidak hanya berhubungan dengan tingkah laku manusia saja.
Pada hakekatnya bidang kajian psikologi banyak menyentuh kehidupan dari organisme, baik manusia maupun hewan. Maka penelitian-penelitian yang dilakukan mengenai bagaimana dan mengapa organisme-organisme itu melakukan apa yang mereka lakukan.  Namun yang lebih khusus, psikologi lebih banyak  dikaitkan untuk berusaha memahami perilaku manusia, alasan cara mereka melakukan sesuatu, dan juga memahami bagaimana manusia berpikir dan berperasaan.[13]

2. Pengertian Belajar
Belajar secara sederhana dapat didefinisikan sebagai aktivitas yang dilakukan individu secara sadar untuk mendapatkan sejumlah kesan dari apa yang telah dipelajari dan sebagai hasil dari interaksinya dengan lingkungan sekitarnya.  Aktivitas di sini dipahami sebagai serangkaian kegiatan jiwa raga, psikofisik, menuju ke perkembangan pribadi individu seutuhnya, yang menyangkut unsure cipta (kognitif), rasa (afektif), dan karsa (psikomotorik)[14]
Perkembangan dalam arti belajar di sini dipahami sebagai “perubahan” yang relative bersifat permanent pada aspek psikologis. Individu yang beruba karena belajar dari tidak tahu menjadi tahu, tidak pandai mengendarai sepeda menjadi pandai mengendarai sepeda, dll. Tetapi perubahan karena gila, mabuk, atau cedera fisik, bukanlah termasuk kategori belajar, walaupun hal itu mempengaruhi jiwa manusia untuk sementara.
Menurut pendapat beberap ahli; Ngalim Purwanto, menyatakan bahwa belajar memeiliki empat unsur utama, yaitu; (1) ada perubahan dalam tingkah laku; (2) perubahan tingkah laku tersebut melalui latihan; (3) perubahan tersebut relative mantap; dan (4) perubahan tingkah laku meliputi fisik dan psikis.[15] Muhibidin beperdapat bahwa belajar merupakan tahapan perubahan seluruh tingkah laku yang relative menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.[16]  Menurut Morgan dalam Introdution to Psycology (1978), berpendapat bahwa belajar adalah perubahan yang relative menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai hasil dari latihan. Menurut James O. Whittaker,  belajar adalah Proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman.[17]  Cronchbach,  belajar adalah suatu aktifitas yang ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.[18]
Dari penjelasan di atas dapat didimpulkan bahawa belajar adalah suatu proses menuju perubahan yang bersifat mantap atau bertahan lama melalui proses latihan dalam interaksi dengan lingkungan dan meliputi perubahan fisik dan mental.

3.  Pengertian Psikologi Belajar
Berdasarkan uraian psikologi dan belajar di atas, dapat disimpulkan bahawa psikologi belajar adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari, menganalisis, menerapkan dan memimpin proses belajar sedemikian rupa sehingga timbul sistem belajar yang baik dan efisien. Atau sebuah disiplin psikologi yang berisi teori-teori psikologi mengenai belajar, terutama mengupas bagaimana cara individu belajar atau melakukan pembelajaran.[19]

B. Sasaran Studi, Ruang Lingkup, Obyek, fungsi, manfaat, dan tujuan  Psikologi Belajar
1.  Sasaran Studi Psikologi
Dari beberapa definisi seperti psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia (study of human behavior) atau ilmu yang mempelajari  gejala-gejala jiwa manusia. Hal ini karena dalam definisi tersebut telah terkandung sasaran studi psikologi, yaitu gejala-gejala jiwa atau tanda-tanda kehidupan kejiwaan atau sering juga disebut dengan “peristiwa-peristiwa jiwa”.
Apa sajakah yang termasuk gejala-gejala jiwa itu? gejala jiwa dapat dibagi menjadi 4 (empat) besar, yaitu: (1) gejala pengenalan (kognisi), (2) gejala perasaan (emosi), (3) gejala kehendak (konasi), (4) gejala campuran (kombinasi).[20] Masing-masing gejela ini, dapat dijelaskan secara singkat, sebagai berikut:

a.  Gejala Pengenalan (Kognisi)
Gejala kognisi  dapat diperinci terdiri dari pengamatan, tanggapan, ingatan, fantasi, berpikir, dan kecerdasa. Gejala-gejala tersebut dapat diuraikan secara singkat, sebagai berikut :
1)  Pengamatan
Pengamatan adalah proses mengenal segala sesuatu (benda, orang, peristiwa, dsb) baik yang ada di luar diri  maupun yang terdapat di dalam diri dengan mempergunakan alat indra.   Pengamatan, dalam bahasa sehari-hari biasanya mempunyai arti yang terbatas. Katakan saja, pengamatan, biasanya diartikan dengan penglihatan secara cermat. Jadi mengamati sesuatu, berarti melihat baik-baik, melihat dengan teliti dan seksama.
Dalam pandangan psikologi, pengamatan meliputi penglihatan, pendengaran, pembauan, perabaan, merasakan atau mencecap (dengan lidah) dan bahkan menyadari peristiwa yang terjadi di dalam tubuh, seperti misalnya kita menyadari bahwa kita lapar, lelah, sakit perut, dan sebagainya. Dengan demikian, definisinya pengamatan  adalah pengenalan obyek dengan mempergunakan alat indra dan bukan hanya indra penglihatan atau mata saja.
Pengamatan mempunyai arti yang penting baik dalam kehidupan sehari-hari, maupu khusus dalam kegiatan belajar. Sebab kegiatan belajar pada hakekatnya adalah kegiatan mengamati obyek dan peristiwa baik secara formal, non-formal maupun secara informal.[21]

2) Tanggapan
Biasanya apabila seseorang mendengar perkataan tanggapan, arti yang diberikan kepada perkataan tersebut ialah respons, reaksi, pendapat, kesan dan sebagainya. Katakan saja, misalnya si A bertanya kepada si B: “bagaimana tanggapanmu mengenai korusi di Indonesia?”, di sini yang dimaksud oleh si A ialah bagaimana pendapat si B, reaksinya terhadap perilaku korusi tersebut. Demikian memang arti tanggapan dalam bahasa sehari-hari. Dalam lingkungan psikologi, tanggapan diartikan sebagai hasil pengamatan atau kesan yang tinggal di dalam diri setelah kita mengamati  sesuatu.[22]
Tanggapan itu bermacam-macam: ada tanggapan visual, tanggapan auditif, tanggapan olfaktorik, tanggapan gustative, tanggapan taktil dan tanggapan motorik. Tanggapan visual adalah hasil pengamatan dengan mempergunakan indra mata. Tanggapan auditif adalah kesan dari pengamatan dengan memakai indra telinga. Tanggapan olfaktorik adalah hasil pengamatan dengan indra hidung. Tanggapan gustatif adalah kesan yang tinggal dalam diri kita setelah kita mengamati dengan mempergunakan indra pengecap (lidah). Tanggapan taktil adalah hasil pengamatan melalui indra raba. Sedangkan tanggapan motorik adalah tanggapan yang berasal dari  pengamatan dengan mempergunakan gerakan-gerakan.[23]
Selain macam-macam tanggapan yang dikemukakan di atas, ada pula tanggapan yang disebut dengan tanggapan istimewa. Disebut tanggapan eidetik (eidos berarti bayangan yang amat jelas), yaitu tanggapan yang amat jelas, artinya demikian jelas sehingga seolah-olah orang yang memiliki tanggapan tersebut mengamati kembali obyek atau peristiwanya. Biasanya yang memiliki tanggapan eidetik ini adalah anak-anak, wanita, seniman, dan orang-orang genius.[24]

3)  Ingatan
Ingatan itu meliputi tiga unsur yaitu (1) mencamkan, (2) menyimpan, dan (3) reproduksi. Mencamkan, yaitu melekatkan tanggapan, kesan ataupun pengertian kedalam diri kita. Menyimpan, yaitu menata dan memelihara kesan ataupun pengertian yang dilekatkan, agar pada kesempatan lain dapat kita manfaatkan. Reproduksi, yaitu menaikkan ke kesadaran apa-apa yang telah tersimpan di bagian bawah sadar atau bagian tak-sadar dari alam kejiwaan kita.[25]
Jika dibandingkan dengan pengertian sehari-hari, ingatan dalam pengertian psikologi itu lebih terperinci dan rumit. Dalam bahasa sehari-hari kalau kita mengatakan “mengingat”, itu yang dimaksud adalah reproduksi. Maka dalam kehidupan sehari-hari ingatan itu penting sekali bagi kehidupan kita. Apa saja yang kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari bersumber dari apa yang telah kita simpan dalam ingatan. Katakan saja, makan, minum, berpakaian, menulis, membaca, bercakap-cakap, menyanyi, bersepeda, menunaikan ibadah, dan ujian adalah sebagian contoh dari sekian banyak aktifitas yang berakar dari ingatan itu.[26]
Ingatan itu sendiri juga bermacam-macam, ada ingatan empirik, dan ingatan logik.  Ingatan empirik adalah ingatan tentang segala sesuatu yang diperoleh dari pengalaman sehari-hari dengan perantaraan pengamatan. Sedangkan ingatan logik, yaitu ingatan tentang apa yang kita peroleh melalui pengamatan dan kegiatan berpikir logik (kadang-kadang disebut berpikir ilmiah). Kemudian dari dua macam ingatan tersebut, ada yang disebut ingatan biasa, dan ada yang digolongkan kedalam ingatan khusus atau istimewa, yaitu ingatan tentang sesuatu tertentu, misalnya seseorang mempunyai ingatan khusus tentang bahasa, atau ingatannya istimewa di bidang angka-angka, mungkin juga khusus dalam bidang musik,[27] ingatan khusus dalam menghafal sekian ratus nomor telepon dan sebagainya. 

4)  Fantasi
Dalam bahasa sehari-hari, fantasi mempunya arti bermacam-macam. Fantasi bisa berarti khayalan, lamunan, hiasan dan sebagainya. Dalam bahasa psikologi fantasi didefinisikan sebagai kemampuan jiwa untuk membayangkan sesuatu berdasarkan tanggapan yang telah ada. Dalam artian begini belum secara jelas mencakup sifat menciptanya, sifat kreatifnya. Apabila unsur mencipta ini kita masukkan di dalamnya, maka definisi itu lalu berbunyi: fantasi adalah kemampuan jiwa untuk membayangkan dan atau menciptakan sesuatu berdasarkan tanggapan yang telah ada.[28]  Ada dua macam fantasi:
(a)   fantasi kreatif (produktif), yaitu fantasi yang menciptakan sesuatu, seperti terdapat pada anak, pada seniman, pada arsitek, pada ilmiawan dan sebagainya
(b) fantasi terpimpin, yaitu fantasi yang dipimpin oleh pihak lain, baik orang maupun obyek lainnya. Misalnya fantasi yang dipimpin oleh cerita yang dibawakan orang lain, atau fantasi yang dipimpin oleh suatu lukisan, nyanyian dsb.[29]
Ini berarti fantasi mempunyai arti penting baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam dunia pendidikan dan dalam proses belajar itu sendiri.
 
5)  Berfikir
Ada dua definisi tentang berpikir, yaitu: (a) defenisi dalam arti luas, berpikir didefinisikan sebagai “pergaulan” dengan “dunia abstrak”. Sedangkan, dalam arti sempit, berpikir didefinisikan sebagai kesanggupan atau kemampuan jiwa untuk menghubungkan bagian-bagian yang sudah kita ketahui, misalnya dalam memecahkan suatu masalah. Sebagai contoh: misalnya dalam mengambil suatu kesimpulan: (a) semua manusia akan mati,  (b) si Badu adalah manusia,  (c) jadi si Badu akan mati.[30]
Dalam kehidupan sehari-hari, apa yang kita lakukan sebagian terbesar bersifat rutin, berupa kebiasaan yang jarang sekali mempergunakan aktifitas berpikir.  John Dewey (Sarjana psikologi, filsafat dan pendidikan berkebangsaan Amerika Serikat), mengatakan bahwa selama kita dalam keadaan jaga (tidak tidur), kita hanya mempergunakan limabelas menit paling banyak untuk berpikir, sebelumnya adalah kegiatan rutin belaka.[31]  
Kemudian mungkin kita akan bertanya. Kapan sesungguhnya manusia itu berpikir? Manusia itu berpikir kalau ia dihadapkan atau menghadapi suatu masalah. Maka itulah sebabnya apabila kepadanya diberikan pertanyaan-pertanyaan atau tugas-tugas yang merangsang berpikir, barulah dia berpikir. Memang itulah kenyataan yang ada di sekeliling kita. Pertanyaan; coba saudara mengevaluasi kegiatan sehari-hari. Berapa menitkah saudara gunakan untuk “berpikir” dan berapa menitkah untuk kegiatan rutin.

6)  Kecerdasan
Untuk kecerdasan orang lebih suka menggunakan istilah inteligensi dari pada istilah kecerdasan. Meskipun kedua istilah itu mempunyai arti yang sama. Tetapi dalam kenyataan ada dua istilah yang seringkali kurang dipahami secara tepat, yaitu istilah intelek dan inteligensi. Istilah intelek lebih diartikan dengan pikiran. Sedangkan inteligensi lebih diartikan dengan kecerdasan. Kata sifat intelek adalah intelektual (bersifat pikir), sedangkan kata sifat inteligensi adalah inteligen (bersifat cerdas). Apabila dicermati, memang kedua istilah ini berada dalam lingkup yang sama yaitu “lingkup berpikir”. Namun ada perbedaan yang dapat di tunjukkan, yaitu bahwa mereka yang inteligen berpikirnya “cepat” dan “tepat”, “hemat” dan “efisien”. Tidak demikian halnya dengan mereka yang intelektual.[32]
Pertanyaan yang kemudian timbul ialah apakah kecerdasan itu? Memang jawaban terhadap pertanyaan ini, tidak selalu terdapat kesepakatan diantara para psikologi (ahli psikologi). Banyak ragam pendapat tentang apa yang dimaksud dengan kecerdasan itu. Satu diantaranya ialah pendapat George D. Stoddard, bahwa kecerdasan adalah kemampuan untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang ditandai oleh: (1) kesukaran, (2) kerumitan, (3)  abstrak, (4) kehematan, (6) kesesuaian dengan tujuan, (7) nilai sosial, dan (8) keaslian.[33] Selain itu adalah kemampuan untuk mempertahankan kegiatan-kegiatan semacam itu dalam kondisi-kondisi yang menuntut pemusatan tenaga dan perlawanan terhadap pengaruh emosi yang kuat.
Demikianlah uraian yang serba singkat tentang sasaran studi psikologi  dan gejala pengenalan. Materi ini akan berguna, bila saudara berhenti sejenak, dan kemudian saudara menelaah butir-butir pertanyaan pada lembar kerja kedua dan ketiga dan saudara berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Setelah itu, kemudian saudara  menekuni dan mempelajari uraian selanjutnya.

b.  Gejala Perasaan (Emosi)
Ahli psikologi mendefinisikan perasaan sebagai peristiwa kejiwaan yang dihayati dengan “suka” atau “tak suka”. Melihat suatu lukisan misalnya, seseorang bisa merasa “suka” atau sebaliknya “tidak suka”.[34]  Dengan dasar ini, maka para ahli psikologi membagi perasaan, sebagai berikut:
1)  Perasaan rendah  (perasaan jasmaniah).
Perasaan rendan atau jasmaniah, meliputi perasaan indriah atau sensorik  dan perasaan vital.  Masing-masing perasaan tersebut, secara singkat dijelaskan, sebagai berikut :
(a)   perasaan indriah (sensorik);  perasaan suka atau tidak suka yang berkaitan dengan indra. Misalnya karena minum pil kina kita merasa tak suka karena pahit rasanya.
(b)   perasaan vital; perasaan “suka” atau “tak suka”  berhubungan dengan kehidupan jasmaniah kita. Misalnya bangun tidur kita merasa badan kita segar.[35]

2)  Perasaan Luhur (Perasaan Rokhaniah).
Perasaan luhur, dapat dikategorikan dalam perasaan ke-Tuhanan, perasaan sosial,  perasaan intelektual, perasaan kesusilaan (etik), perasaan keindahan, dan perasaan harga diri. Masing-masing perasaan tersebut, dapat dijelaskan secara singkat, sebagai berikut :
(a)    perasaan keTuhanan (religious), yaitu perasaan suka atau tidak suka yang berhubungan dengan agama atau keTuhanan. Misalnya kita merasa lega setelah menunaikan ibadah, atau kita merasa tidak lega karena kita merasa terganggu dalam menunaikan ibadah.
(b)  perasaan sosial, yaitu perasaan suka atau tak suka yang berhubungan dengan sesama manusia. Misalnya kita merasa senang setelah dapat menolong orang lain, atau sebaliknya merasa tidak senang karena orang tersebut tidak menolong.
(c)  perasaan intelektual, yaitu perasaan suka atau tak suka yang berkaitan dengan hasil kerja pikiran. Misalnya kita merasa sedih sebab tidak dapat menjawab sebagian besar soal ujian, sebaliknya merasa senang, karena sebagian soal ujian dapat dikerjaka dan dijawab dengan baik.
(d)  perasaan kesusilaan (etik), yaitu perasaan suka atau tidak suka yang berkaitan dengan tatakrama. Misalnya, kita merasa senang karena orang yang bertamu ketempat kita sopan dan tahu diri, dan sebaliknya kita merasa “tidak senang” apabila orang yang bertamu itu tidak sopan, dan sebagainya.
(e)  perasaan keindahan, yaitu perasaan suka atau tak suka yang bertalian dengan obyek seni. Misalnya kita merasa senang sepulang dari rekreasi karena dapat menikmati pemandangan yang indah. Sebaliknya, perasaan “tak suka” ruangan kamar kita tidak tertata  dengan baik, dan sebagainya.
(f)  perasaan harga diri, yaitu perasaan suka atau tak suka yang bertalian dengan penilaian orang lain terhadap diri kita. Misalnya, kita merasa bangga hati karena di dalam suatu pertemuan nama kita di sebut-sebut dengan hormat. Sebaliknya, perasaan “tak suka” ketika  diri kita dicemohkan atau dihina orang lain.[36]
Masing-masing perasaan yang telah di ketengahkan di atas adalah masih dalam lingkup perasaan biasa. Artinya belum pada lingkup perasaan yang berlebihan. Katakan saja istilah untuk perasaan yang berlebihan dalam psikologi disebut dengan emosi.  Dalam kehidupan sehari-hari, seringan kita mendengar orang menyebut emosi saudara berlebihan. Apakah emosi itu?  Emosi adalah perasaan bergejolak, melonjak, luar biasa intensitasnya (Emotion is stirred-up feeling). Termasuk dalam kategori emosi ini adalah: (1) perasaan cinta, (2) perasaan benci, (3) perasaan marah, (4) perasaan takut, (5) perasaan cemas, dan (6) perasaan tertekan (depresi), dan perasaan-perasaan lain yang kadar intensitasnya tinggi.[37]

c.  Gejala Kehendak (Konasi)
Gejala kehendak atau konasi disebut juga motif atau alasan pendorong atau dorongan. Maka, yang dimaksud dengan gejala “kehendak” adalah tenaga batin yang ada dalam diri manusia yang mendorongnya untuk melakukan sesuatu atau serangkaian perbuatan terarah kepada tujuan tertentu atau sesuatu yang ingin dicapai.
Gejala kehendak, merupakan sebab atau alasan untuk berbuat atau bertindak. Jadi, gejala kehendak merupakan “megapanya perbuatan”.[38] Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa “perbuatan” atau “tindakan” seseorang, walau sifatnya “kecil” atau “tidak disadari” sekalipun, perbuatan tersebut pasti ada sebab yang menggerakkannya.
Gejala kehendak atau konasi disebut juga motif. Ada bermacam-macam motif yaitu motif jasmaniah atau organic dan motif rokhaniah :
1. Motif jasmaniah (organic), seperti motif untuk makan, minum, syahwati, istirahat, dan sebagainya.
2. Motif rohaniah, seperti kemauan. Kemauan  adalah merupakan monopoli manusia, artinya kemauan tidak dimiliki oleh hewan, sebab pada kemauan terdapat “unsur pertimbangan” dimana unsur pikiran memegang peranan utama.   Maka untuk lebih jelas, perhatikan  penjelasan dan contoh di bawah ini.  “Kemauan” terbentuk melalui empat langkah, sebagai berikut :
1)    langkah pertama, yaitu timbulnya alasan-alasan (motif-motif), misalnya:
(a)  Motif atau alasan untuk berlatih sepak bola pada hari senin sore.
(b) Bersama dengan itu, dua hari sebelumnya sudah terlanjur berjanji untuk membuatkan layang-layang untuk adik pada  Senin sore juga.
2)   langkah kedua,  yaitu langkah “memilih” atau “timbulnya alternatif-alternatif”, yaitu memilih yang mana, berlatih sepak bola atau membuat layang-layang.  Pada posisi ini disebut dengan “perjuangan motif”.
3)  langkah ketiga, yaitu mengambil keputusan dari “perjuangan motif” pada langkah kedua.
4) langkah keempat, yaitu terbentuknya “kemauan” atau “dorongan” untuk bertindak melaksanakan keputusan yang diambil pada langkah ketiga.
3. Motif sosial, yakni motif atau dorongan yang berkaitan dengan sesama manusia, misalnya “motif menolong”, “motif menfitnah”, dsb[39]
4.  Selain motif-motif yang dikemukakan di atas, ada pula dua macam yang lain, yaitu :
1)  Motif intrinsik, yaitu motif yang datang dari dalam diri sendiri. Misalnya, motif untuk belajar atau bekerja atas kemauan sendiri, tidak karena didorong atau disuruh orang lain.
2)   Motif ekstrinsik, yaitu motif yang timbul akibat adanya rangsangan dari luar. Misalnya giat belajar karena akan ada ujian atau belajar karena didorong orang lain.[40]

d.  Gejala Campuran (Kombinasi)
Gejala ini disebut gejala campuran, karena selain tidak dapat di masukkan kedalam salah satu dari tiga gejala jiwa yang telah kita pelajari di depan, juga bahkan melibatkan ketiga gejala tersebut. Gejala campuran ini ada tiga macam, yaitu: (1)  perhatian, (2) sugesti, dan (3) kelelahan.[41] Untuk masing-masing gejala tersebut, secara singkat dapat dijelaskan, sebagai berikut :
1) Perhatian
Apakah yang dimaksud dengan perhatian? Perhatian adalah pemusatan tenaga psychis terhadap sesuatu obyek, atau perhatian adalah banyak sedikitnya kesadaran yang menyertai sesuatu aktifitas atau pengalaman batin. Perhatian, dapat dibagi 3 macam, yaitu :
(a)  Perhatian atas dasar intensif atau tidaknya :
(1) perhatian intensif, perhatian yang betul-betul tercurah pada sesuatu obyek.
(2) perhatian tak-intensif, perhatian yang kurang sepenuhnya tercurah pada sesuatu obyek.
(b) Perhatian atas dasar cara timbulnya, ada :
(1)   perhatian spontan atau perhatian tak disengaja, yaitu perhatian yang timbulnya tanpa direncanakan, terjadi begitu saja secara tiba-tiba. Misalnya saja pada suatu waktu ada tabrakan kendaraan di jalan, perhatian kita lalu tertarik kepadanya.
(2)   perhatian refleksif atau disebut juga perhatian disengaja, yaitu perhatian yang timbulnya memang direncanakan. Misalnya karena akan menghadapi ujian, seseorang sengaja menaruh perhatian dalam menelaah dan mempelajari sesuatu mata pelajaran meskipun sekenanya mata pelajaran itu tidak menarik baginya.[42]

(c) Perhatian atas dasar luas-sempitnya obyek, ada:
(1)   perhatian distributif, yaitu perhatian yang memencar, tidak memusat, perhatian yang terbagi. Misalnya pada waktu mengajar di kelas, guru membagi perhatiannya pada para murid, pada mata pelajaran yang sedang diaarkan dst.
(2)  Perhatian konsentratif, yaitu perhatian yang terpusat pada sasaran tertentu. Misalnya seorang laboran menaruh perhatian konsentratif pada darah yang diperiksanya melalui mikroskop.[43]

2)  Sugesti
Istilah ini cukup dikenal oleh banyak orang dan biasanya diartikan pengaruh. Menurut para psikologi bahwa sugesti ialah pengaruh jiwa terhadap seseorang yang diterima tanpa kritik, artinya pikiran, perasaan, dan kemauan sedikit banyak dikesampingkan. Misalnya kita membeli sesuatu barang, barang itu sebenarya kurang bagus, tetapi karena begitu pandainya penjual mempromosi dan meyakinkan bahwa barang itu memang bagus, maka terpengaruhlah kita. Sebagai akibatnya kitapun membeli barang tersebut tanpa pertimbangan apapun.
Dalam kenyataan hidup ini ada orang-orang yang berpengaruh besar dan ada yang mudah sekali terkena pengaruh. Yang pertama disebut dengan sugestif, sedangkan yang kedua di namakan sugestibel.  Sugesti itu ada dua macam, yaitu: (a) sugesti, pengaruh yang datangnya dari luar diri seseorang. (b) oto sugesti, pengaruh yang datangnya dari diri sendiri.[44] Misalnya saja, karena seseorang duduk didekat pintu dan orang itu yakin nanti terkena penyakit masuk angin, dan benar saja dia lalu masuk angin. Itu lah yang disebut oto sugerti.
Sugusti dalam dunia pendidikan, mempunyai arti penting, yaitu: (1) dengan sugesti guru dapat mempengaruhi murid untuk belajar dengan riang dan rajin; (2) dengan sugesti pendidik dapat membentuk kemauan dan kata hati anak didik; (3) dengan sugesti guru dapat mengarahkan siswa dengan baik.

3)  Kelelahan
Setiap hari orang melakukan bermacam-macam kegiatan dan kesibukan baik yang bersifat jasmaniah maupun  rokhaniah. Orang giat dan sibuk itu adalah persoalan penggunaan energi, jasmaniah dan atau rohaniah. Hal semacam ini tidak mungkin dilakukan terus menerus, sebab energi itu terbatas. Dan batas ini menunjukkan bahwa telah datang saatnya orang lelah.  Kelelahan itu ada dua macam, yaitu: (a) kelelahan jasmani, yaitu kelelahan sebagai akibat dari kegiatan badan. (b) kelelahan rohaniah, yaitu kelelahan sebagai akibat aktifitas otak.[45]
Seseorang yang telah mengalami kelelahan rohaniah terutama tampak apabila telah mengalami perasaan lesu dan mengalami gangguan dalam kerja otaknya. Katakan saja gangguan syaraf seperti kepala pusing misalnya acapkali menyertai kelelahan tersebut.
Dalam kenyataan menunjukkan bahwa bekerja dengan otak itu seringkali dapat berlangsung dalam waktu lama dan terus-menerus tanpa yang bersangkutan mengenal waktu dan lelah, sampai saatnya tahu-tahu yang bersangkutan sudah menjadi sangat lelah, sakit dan tidak dapat bekerja lagi. Tanda-tanda lain bahwa seseorang mengalami kelelahan rohaniah ialah perhatiannya menjadi berkurang, pengamatannya tidak begitu tajam lagi,  semakin sukar memusatkan pikiran atau kurang fokus pada pekerjaan yang sedang dihadapi.[46]
   Demikianlah uraian tentang definisi psikologi dan sasaran studi psikologi. Uraian di atas meskipun tidak begitu mendalam dan terperinci mengingat bahwa penyajian ini lebih bersifat pengantar dan penyegaran. Untuk itu, saudara diminta untuk membaca buku-buku psikologi yang lain. Kemudian saudara berlatih untuk menjawab butir-butir pertanyaan pada lembar kerja keempat, kelima, dan keenam sebelum saudara belajar materi pada modul II dan kegiatan ujian.

2.  Ruang Lingkup Psikologi Belajar
Psikologi belajar berusaha mengungkapkan dan mempelajari individu, kapasitas dan perlengkapan, lingkungan, kegiatan yang ada hubungannya dengan proses belajar mengajar.
Crow and Crow,  menyebutkan bahwa ruang lingkup psikologi belajar meliputi :
(1)     sejauh mana fakta pembawaan dan lingkungan  berpengaruh terhadap belajar,
(2)     sifat-sifat dari proses belajar,
(3)   hubungan antara tingkah kemata-ngan dengan kesiapan belajar (learning rea diness),
(4)     perbedaan individual dalam kecakapan dan keterbatasan belajar,
(5)     perubahan  jiwa (inner changes),
(6)     hubungan antara prosedur mengajar dengan hasil belajar,
(7)     teknik yang efektif bagi penilaian kema-juan dalam belajar,
(8)  pendidikan formal dibandingkan dengan pengalaman belajar insidental dan informasi terhadap suatu individu,
(9)     nilai manfaat dan sikap terhadap pendidikan bagi personil sekolah,
(10) pengaruh psikologi (psychological impact) yang ditimbulkan oleh kondisi sosiologis terhadap sikap para siswa.
Psikologi belajar memliki ruang lingkup yang secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga pokok bahasan, yaitu; (1) Masalah belajar, meliput: teori-teori belajar, prinsip-prinsip belajar, hakikat belajar, jenis-jenis belajar, aktivitas belajar, teknik belajar efektif, karakteristik perubahan belajar, manifestasi perilaku belajar, dan faktor-faktor yang mempengaruhi belajar. (2) Proses belajar, meliput: tahapan perubahan belajar, perubahan jiwa yang terjadi selama belajar, pengaruh pengalaman belajar terhadap perilaku individu, pengaruh motivasi terhadap perilaku belajar, perbedaan individual dalam kecepatan memproses kesan dan keterbatasan kapasitas individu dalam belajar,  dan masalah proses lupa dan kemampuan individu memproses perolehannya melalui transfer belajar. (3) Situasi belajar, meliputi: suasana dan keadaaan lingkungan fisik, lingkungan non-fisik, lingkungan sosial, dan lingkungan non-sosial.[47]
  
3.  Obyek, fungsi, manfaat, dan tujuan  Psikologi Belajar.
 a. Objek  Psikologi Belajar
 Psikologi belajar adalah suatu psikologi terpakai atau psikologi terapan, artinya psikologi yang digunakan, bukan psikologi teoritik yang hanya bermanfaat dalam kawasan teori belaka. Psikologi belajar menerapkan prinsip-prinsip dan fakta-fakta tentang tingkah laku manusia dalam situasi pembelajaran.
Pada mulanya, daerah garapan psikologi belajar  hanya terbatas pada   hukum-hukum belajar, dan hukum-hukum ini diambil dari hasil percobaan (eksperimen) di laboratorium terhadap tingka laku   hewan  dan anak.
Pada akhir dasawarsa kedua abad duapuluh tahun1920-an, yaitu ketika belajar di sekolah masih mengutamakan penguasaan isi atau bahan pelajaran, psikologi belajar berisi perubahan mental (intelektual) dari belajar. Perkembangan selanjutnya ruang lingkup psikologi belajar semakin meluar yaitu meliputi hasil-hasil penelitian mengenai belajar di sekolah dan hakekat manusia.
Objek atau daerah   garapan psikologi belajar yaitu gejala-gejala kejiwaan dan penghayatan jiwa serta tingkah laku individu dalam situasi proses belajar mengajar.  Maka dalam psikologi belajar, pendekatannya lebih langsung berkaitan dengan penerapan atau pengamalan dari segi-segi aplikasi dari prinsip-prinsip psikologi dalam siatuasi proses belajar dan mengajar.  

b.    Fungsi Psikolgi Belajar
Adapun fungsi psikologi belajar, adalah :
1)  Meningkatkan dan memperbaiki efektifitas mengajar
2)  Mengusahakan agar belajar lebih bertujuan, hemat dan hasilnya permanen
3)  Mendorong dicapainya kesehatan jasmani, mental [intelektual] dan emosional para guru dan murid
4)  Memberi petunjuk bagaimana bimbingan sifat-sifat ke-pribadian yang baik.

c. Kegunaan dan Manfaat Psikologi Belajar                                                                                                             
1) Keguanaan Psikologi Belajar
Psikologi belajar merupakan sebuah ilmu yang memberikan wawasan kepada guru dan calon guru mengenai siapa anak didik, bagaimana cara belajarnya, dan aktivitas belajar anak didik. Oleh karena itu, dalam konteks ini psikologi belajar berguna bagi :
(a)    para guru dan calon guru yang akan mengajar di kelas
(b)    meningkatkan efektifitas mengajar untuk mencapai tujuan pembelajaran
(c)    mengusahakan agar belajar lebih bertujuan,
(d)    berguna bagi siapa saja, dan tidak terbatas pada mereka yang mempunyai tugas mengajar.
2) Manfaat Psikologi Belajar
Manfaat psikologi belajar adalah memperoleh pengetahuan, tentang: (a) hakikat siapa anak didik dan bagaimana cara belajarnya, (b) tentang teori-teori, prinsip-prinsip, dan ciri-ciri khas perilaku belajar individu anak yang dapat dimanfaatkan dalam memahami masalah belajar anak, (e) setiap anak berbeda sebagai individu dalam belajar, (d) tentang belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya yang dapat dimanfaatkan dengan menyediakan lingkungan belajar yang kondusif dan kreatif untuk meningkatkan hasil belajar, (f) tentang pembawaan sebagai potensi anak yang tersedia dan dapat diubah dengan menyediakan lingkungan belajar yang kreatif di kelas, (g) tentang berbagai masalah yang terkait dengan teori-teori, prinsip-prinsip dan fungsi, serta teknik motivasi belajar kepada anak didik yang kurang bergairah dalam belajar, (h) tentang hubungan antara tingkat kematangan dan kesiapan belajar anak, (i) tentang kesiapan belajar anak pada stadium umur tertentu, (j) tentang masalah lupa dan faktor-faktor penyebab lupa, dan (k) tentang masalah transfer belajar yang dapat dimanfaatkan membantu anak didik untuk mentransfer perolehnya ke dalam situasi lain.[48]

Sedangkan manfaat mempelajari psikologi belajar adalah; (a) Memahami hakekat, ciri dan prinsip-prinsip belajar sehingga dapat menentukan sikap yang tepat terhadap aktivitas belajar anak didik; (b) Mengetahui berbagai faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar sebagai dasar berpijak dalam mengembangkan potensi anak (c) Menumbuhkan pemahaman yang holistik terhadap anak didik

baik kelebihan maupun peluang hambatan yang bakal terjadi
sehingga dapat memperlakukan anak sesuai kemampuannya; (d) Dapat mengembangkan proses pembelajaran dengan mengacu pada teori-teori belajar yang melandasi aktivitas belajar (e) Memiliki dasar pijakan dalam menyusun strategi mengatasi hambatan-hambatan belajar pada anak; (f) Dapat melakukan diagnosis dan perbaikan belajar berdasar prinsip dan hakekat diagnosis kesulitan belajar anak.[49]

d. Tujuan Psikolgi Belajar
Tujuan psikologi belajar, adalah:                                                                                                        
1)  Mempelajari tingkah laku anak didik dan berusaha membimbing tingkah laku-nya melalui pendidikan yang efektif dan efisien
2)  Mempelajari aspek-aspek yang berkaitan dengan proses pembelajaran ditinjau dari sudut kejiwaan, guna memperoleh prinsip baru yang dapat dijadikan dasar untuk mengefektifkan proses pembelajaran guna mencapai tujuan akhir yang diinginkan.

C.     Arti Penting Psikologi Belajar dalam Pembelajaran
Keharusan yang tak dapat ditawar-tawar bagi setiap pendidik yang kompeten dan professional adalah melaksanakan profesinya sesuai dengan keaadaan peserta didik.  Dengain tidak mengurangi peranan didaktik dan metodik, psikologi sebagai ilmu pengetahuan yang berupaya memahami keadaan dan perilaku manusia, termasuk para siswa yang satu sama lainnya berbeda.[50] Untuk itu, psikologi belajar memliki arti penting bagi para guru dalam proses pembelajaran, diantaranya adalah :
1.  Membantu para guru agar lebih bijaksana dalam usaha membimbing peserta didik
2.  Agar para guru dan calon guru memiliki dasar-dasar yang luas dalam hal mendidik pada umumnya
3.  Agar para guru dan calon guru dapat menciptakan suatu sistem pembelajaran yang efektif dan efisien untuk mencapai tujuan pembelajaran.
4.  Guru dan calon guru memliki kemampuan  untuk mengalisis tingkah laku peserta didik dalam  proses belajar mengajar
5. Guru dan calon guru memiliki kemampuan untuk mengarahkan proses pembelajaran yang berlangsung, guna meningkatkan arah dan mencapai tujuan pembelajaran yang lebih baik
6.  Mempunyai pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang dasar-dasar psikologi perkembangan dan perilaku manusia
7.  Mempunyai keterampilan minimal dalam menggunakan teknik-teknik yang tepat untuk mempelajari kemampuan, minat dan tingkat kesiapan belajar murid
8.  Mampu mempertimbangkan nilai-nilai psikologi dari bermacam-macam prosedur mengajar
9.  Dapat menganalisis dan menilai cara belajar, kekuatan dan kelemahan belajarnya sendiri setelah mempelajari aspek psikologi belajar.

Sebagai calon guru maupun guru yang sedang bertugas, tidak perlu memandang bahwa psikologi belajar sebagai satu-satunya gudang penyimpanan informasi terhadap jawaban-jawaban yang benar dan pasti atas persoalan-persoalan dalam proses pembelajaran yang dihadapi.  Tetapi sebaliknya, saudara perlu tahu bahwa dalam mempelajari psikologi belajar, terdapat serangkaian informasi mengenai teori-teori dan praktik belajar, mengajar, dan belajar-mengajar yang dapat dipilih. Untuk itu, pilihannya seyogianya disesuaikan dengan tuntutan kebutuhan dan perkembangan, artinya pilihan teori-teori psikologi disesuaikan dengan keperluan ke-kini-an dan ke-disini-an, baik ditinjau dari sudut kepentingan para siswa maupun dari sudut jenis dan sifat materi yang akan disajikan kepada peserta didik.

III.  Lembar Kerja
Pada lembar latihan ini, mahasiswa diminta untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan pada akhir kuliah, sebagai berikut:
1.  Istilah psikologi, psychologie dan psychology berasal dari dua kata. Anda sebutkandua kata itu masing-masing  dengan artinya
2.   Psikologi adalah ilmu jiwa. Definisi ini dikatakan sederhana dan kurang tepat, mengapa?
3.     Psikologi adalah ilmu tentang gejala-gejala jiwa. Apabila definisi ini dibandingkan dengan definisi seperti tertera pada butir dua (2), manakah yang lebih tepat? Mengapa?
4.     Untuk menelaah sasaran studi psikologi dipergunakan definisi kedua. Mengapa?
5.    Istilah lain (berasal dari bahasa asing) untuk gejala kehendak ialah: (a) Kognisi, (b) Emosi, (c) Konasi, dan (d) Kombinasi. Anda pilih salah satu jawaban yang tepat.
6.  Anda tunjukkan perbedaan pengertian dalam bahasa psikologi dalam bahasa sehari-hari.
7.  Hasil pengamatan dengan indra hidung disebut: (a) tanggapan gustative, (b) tanggapan auditif, (c) tanggapan taktil, (d) tanggapan olfaktorik.
8.     Apa bedanya “ingatan empirik” dan dengan “ingatan logic”?
9.     Anda sebutkan macam-macam fantasi!
10.  Apakah setiap saatkah orang itu berpikir?
11.  Anda tunjukkan bedanya orang pintar (intelektual) dengan orang cerdas.
12.  Kemukakan perbedaan antara perasaan “rendah” dan perasaan “luhur”.
13.  Bukan main sukarnya ujian bahasa Inggris kemarin itu, pusing kepalaku dan sedih aku karenanya, “demikian kata si Mamad. Perasaan seperti ini termasuk : [a] perasaan harga diri, (b) perasaan intelektual, (c) perasaan sosial, (d) perasaan etik.
14.  Apakah yang dimaksud dengan “konasi”?
15.  Setelah dua jam saya berjalan kaki rasanya lelah sekali, mau duduk-duduk atau tiduran saja. Dorongan untuk beristirahat semacam ini tergolong motif: (a) jasmaniah (organic), (b) rohaniah (psikologik), (c) sosial, dan (d) extristik.
16.  Apakah yang dimaksud dengan perhatian refleksif?
17.  Apakah yang dimaksud dengan oto-sugesti? Kemukakan sebuah contoh.
18.  Kapan seseorang mengalami kelelahan?
19.  Apakah manfaat saudara mempelajari psikologi belajar?



DAFTAR PUSTAKA

Bimo Walgito, 1984-1986, Pengantar Psikologi Umum. Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi UGM, Yogyakarta.
M. Ngalim Purwanto, 1992, Psikologi Pendidikan, Remaja, Bandung.
M. Dimyati Mahmud, 1990, Psikologi Pendidikan, BPEF, Yogyakarta.
Muhibbin Syah, 1997, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Remaja Rosdakarya, Bandung.
Mahfud Shalahuddin, 1990, Pengantar Psikologi Pendidikan, Bina Ilmu, Surabaya.
Hujair AH. Sanaky, 1997, Dikatat Psikologi Pendidikan, Fakultas Tarbiyah UII, Yogyakarta.
Syaiful Bahri Djamarah, 2002, Psikologi Belajar, Rineka Cipta, Jakarta.
Lilik Sriyanti, 2011, Psikologi Belajar, CV. Orbittrust Corp, Salatiga.
S.K. Mangal, 1998-2008. General Psychology. New Dehli: Starling Publisher Private Limited.





[1] Hujair AH. Sanaky, Dr., MSI, adalah Dosen Tetap Prodi Pendidikan Agama Islam (PAI) FIAI UII dan Dosen Magister  Ilmu Agama Islam FIAI UII.
[2]     M.Dimyati Mahmud, Psikologi Pendidikan,(Yogyakarta: BPEF, 1990), hlm. 2, dan  Mahfud Shalahuddin, Pengantar Psikologi Pendidikan, (Surabaya: Bina Ilmu,1990), hlm. 5.
[3] Lilik Sriyanti, Psikologi Belajar, (Salatiga: CV. Orbittrust Corp, 2011), hlm. 12. Diambil dari http://e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/2199/2/Psikologi%20Belajar%20pdf.pdf, pada Rabu, 4 September 2019, jam. 14.00
[4] Al-Qur’an, surat al-Isra’, ayat 85, d ikutip dari https://tafsirweb.com/4689-surat-al-isra-ayat-85.html, diakses pada Rabu, 4 September 2019, jam 11.42 WIB.
[5] S.K. Mangal, 1998. General Psychology. (New Dehli: Starling Publisher Private Limited, 1998-2008).
[6]  Walgito, Bimo Pengantar Psikologi Umum. (Yogyakarta: Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi UGM,1984-1986).
[7] Dapat dilihat dalam Lilik Sriyanti, Psikologi Belajar, (Salatiga: CV. Orbittrust Corp, 2011), hlm. 2-3.
[8]  Baca M.Dimyati Mahmud, Psikologi Pendidikan, Suatu Pendekatan Terapan,Edisi I,(Yogyakarta: BPFE,1990),hlm. 1-2.
[9]  M.Dimyati Mahmud, Psikologi Pendidikan,  hlm. 15
[10]M.Ngalim Purwanto, 1992, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja, 1992), hlm. 1-2.
[11]Ibid, hlm. 2.
[12]  Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002),  hlm.2.
[13]  Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002),  hlm.2.
[14]  Ibid, hlm. 2.
[15]   M.Ngalim Purwanto, 1992, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja, 1992), hlm.14.
[17]  Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar; (Rineka Cipta; 1999).
[18]   Ibid.
[19]  Muhibbin Syah, 1997, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru,.. hlm. 3.
[20]  M.Dimyati Mahmud, Psikologi Pendidikan,  hlm.2.
[21]   Ibid, hlm.3
[22]   Ibid.
[23]   Ibid. hlm.4. 
[24]   Ibid.
[25]   Ibid.
[26]   Ibid.
[27]   Ibid. hlm. 4-5.
[28]   Ibid.hlm.5
[29]   Ibid.
[30]   Ibid. hlm.5-6.
[31]   Ibid. hlm.6.
[32]   Ibid.
[33]   Ibid.
[34]   Ibid. hlm. 7.
[35]   Ibid.
[36]   Ibid. hlm. 7-8.
[37]   Ibid. hlm.8.
[38]   Ibid.
[39]   Ibid. hlm. 8-9.
[40]   Ibid. hlm.9.
[41]   Ibid.
[42]   Ibid.
[43]   Ibid. hlm. 9-10.
[44]   Ibid. hlm.11.
[45]  Baca: M.Dimyati Mahmud, Psikologi Pendidikan, hlm. 11.
[46]   M.Dimyati Mahmud, Psikologi Pendidikan, hlm. 2-11.
[47]   Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, hlm. 3-4.
[48]  Ibid, hlm. 10.
[50]   Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung:Remaja Rosdakarya,1997), hlm.15.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar