Selasa, 17 Oktober 2017

MATERI KULIAH PENGEMBANGAN KURIKULUM PAI: P.VII: MODEL-MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM



MATERI KULIAH
PENGEMBANGAN KURIKULUM PAI

Pertemuan ke VII
Modul : VII

MODEL-MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM
Oleh: Hujair AH. Sanaky[1]


I.     CPMK dan Indikator Capaian
1.    CPMK: mahasiswa memahami model-model pengembangan kurikulum.

2.    Indikator: mahasiswa dapat menjelaskan model-model pengembangan kurikulum secara benar.


II.    Pendahuluan
Model merupakan suatu pola-pola penting, berguna sebagai pedoman untuk melakukan suatu tindakan.  Katakan saja, model dapat ditemukan dalam hampir setiap bentuk kegiatan pendidikan, seperti model pengajaran, model administrasi,  model evaluasi,  model supervisi dan model-model lainnya. Maka dengan  menggunakan model pada perkembangan kurikulum dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas.
Dapat dikatakan bahwa model pada dasarnya berkaitan dengan rancangan yang dapat digunakan untuk menerjemahkan sesuatu sarana untuk mempermudah berkomunikasi, atau sebagai petunjuk yang bersifat perspektif untuk mengambil keputusan, atau sebagai petunjuk perencanaan untuk kegiatan pengelolaan.
Banyak model yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum. Maka pemilihan suatu model pengembangan kurikulum bukan saja didasarkan atas kelebihan serta kemungkinan tercapainya hasil secara optimal, tetapi  perlu disesuaikan dengan sistem pendidikan, pengelolaan pendidikan yang dianut, dan model konsep pendidikan mana yang dianut. Katakan saja, model pengembangan kurikulum dalam sistem pendidikan sentralisasi, tentu saja akan berbeda dengan desentralisasi. Begitu juga model pengembangan kurikulum yang  subjek akademis akan berbeda dengan kurikulum humanistik, teknologis, rekontruksi sosial, dan seterusnya.
Model pengembangan kurikulum tidak dapat lepas dari berbagai aspek, seperti; cara berpikir, sistem nilai (nilai moral, keagamaan, politik, budaya dan sosial), proses pengembangan, kebutuhan peserta didik, dan kebutuhan masyarakat maupun  arah program pendidikan.
Model pengembangan kurikulum diidentifikasi, basis akan dicapai dalam kurikulum seperti;  Alternative; Pengembangan kurikulum menekankan pada; kebutuhan mata pelajaran, peserta didik, penguasaan kompetensi suatu pekerjaan, kebutuhan masyarakat, atau permasalahan sosial.  Pengembangan kurikulum berlandaskan pada teori yang tepat dan kurikulum yang dihasilkan bisa efektive.
Model pengembangan kurikulum adalah alternative prosedur  dalam rangka; mendesain (designing), menerapkan (implementation), dan mengevaluasi (evaluation) kurikulum  untuk menggambarkan suatu proses; sistem perencanaan pembelajaran, dapat memenuhi berbagai kebutuhan, standar keberhasilan dalam pendidikan.
Pengembangan kurikulum menuju efektifitas dan berkualitas dalam tataran satuan pendidikan atau madrasah menurut Dakir[2] pada dasarnya ada empat unsur yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kurikulum, (1) Merencanakan, merancangkan, memprogam bahan ajar, dan pengalaman belajar. (2) Karateristik peserta didik. (3)Tujuan yang akan dicapai. (4). Kriteria-kriteria untuk mencapai tujuan
Banyak model pengembangan kurikulum yang telah dikemukakan oleh para ahli yang berkecimpung dalam bidang pendidikan. Dalam modul ini, sekurang–kurangnya dikenal tujuh model pengembangan kurikulum, yaitu : Model Ralph Tyler,  Model Administratif,  Model Grass Roots, Model Demonstrasi, Model Miller-Seller, Model Taba (Inverted Model), dan  Model Perkembangan Kurikulum  di Indonesia.

III.    Model-Model Pengembangan Kurikulum
Beberapa Model pengembangan kurikulum diantaranya:  Model Ralph Tyler,  Model Administratif,  Model Grass Roots, Model Demonstrasi, Model Miller-Seller, Model Taba (Inverted Model), dan  Model Perkembangan Kurikulum  di Indonesia.  Model pengembangan kurikulum dari pada ahli tersebut dijelaskan sebagai berikut:

1.  Model Ralph Tyler
Model pengembangan kurikulum, didasarkan pada pertanyaan yang mengarah pada langkah-langkah dalam pengembangan kurikulum. Pertanyaan-pertanyaan tsb adalah:
a)      Tujuan pendidikan, dicapai oleh sekolah?
b)       Pengalaman-pengalaman diberikan untuk mencapai tujuan pendidikan?
c)       Bagaimanakah pengalaman-pengalaman pendidikan diorganisasikan?
d)      Bagaimanakah menentukan tujuan telah tercapai?
Model Ralph Tyler mengungkapkan bahwa untuk mengembangkan suatu kurikulum, perlu menempatkan empat pertanyaan berikut:  (1) Objectives; What educational purposes should the school seek to attain; (2) Selecting Learning  experiences; What educational experiences can be provided that are likely to attain these purposes?; (3)  Organising Learning  experiences;  How can these educational experiences  be effectively organised?; dan (4) evaluation; How can we determine wether theses purposes are being attained?
Model Ralph Tyler, Kebutuhan Peserta didik; Kebutuhan Masyarakat; Perkembangan Ipteks. Tujuan umum pembelajaran secara tentative, Landasan Filsafat, Landasan Psikologis, Merumuskan Tujuan Pembelajaran,
seleksi pengalaman belajar, Organisasi Pengalaman belajar, menata pengalaman belajar, evaluasi pengalaman belajar.
Menurut Ralph Tyler ada 4 tahap pengembangan kurikulum, meliputi; (1) menentukan tujuan pendidikan, (2) proses pembelajaran, (3) organisasi pengalaman belajar, dan (4) evaluasi pembelajaran.
a)      Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan merupakan arah atau sasaran yang harus dicapai dalam program pendidikan dan pembelajaran.  Ada tiga aspek yang harus dipertimbangkan sebagai sumber dalam penentuan tujuan pendidikan menurut Tyler, yaitu : (1) hakikat peserta didik; (2) kehidupan masyarakat masa kini; dan (3) pandangan para ahli bidang studi. Ketiga aspek tersebut  difilter oleh nilai-nilai filosofis masyarakat, nilai filosofis pendidikan, dan psikologi belajar. Ada liam faktor yang menjadi arah penentuan tujuan pendidikan, yaitu: pengembangan kemampuan berpikir, membantu memperoleh informasi, pengembangan sikap kemasyarakatan, pengembangan minat peserta didik dan pengembangan sikap social.
b)     Proses Pembelajaran
Salah satu aspek yang harus diperhatikan dalam penentuan proses pembelajaran adalah persepsi dan latar belakang kemampuan peserta didik. Selain itu, pengalaman yang sudah diperoleh siswa harus menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan proses pembelajaran selanjutnya.
c)      Organisasi Pengalaman Belajar
Organisasi pengalaman belajar adalah kegiatan mengorganisasi proses yang terjadi di kelas atau diluar kelas.  Proses pengorganisasian pengalaman belajar harus mencakup tahapan-tahapan balajar dan isi atau materi pembelajaran. Pengalaman belajar harus diorganisasikan sedemikian rupa, sehingga dapat memudahkan dalam pencapaian tujuan.
d)      Menentuakn Evaluasi Pembelajaran
Kegiatan mengevaluasi adalah kegitan untuk mengevaluasi apa yang hendak dievaluasi. Maka, jenis penilaian yang digunakan harus disesuaikan dengan jenis dan sifat dari tujuan pendidikan atau pembelajaran, materi pembelajaran, dan proses pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya.[3]  Evaluasi ini dilakukan untuk mengukur ketercapaian tujuan pendidikan.

2.  Model Administratif
Model administratife atau garis komando (line–staff) merupakan pola pengembangan kurikulum yang paling awal dan mungkin yang paling dikenal. Model ini diberi nama model administrative atau line–staff karena inisiatif dan gagasan pengembangan datang dari para administrator pendidikan dan mengunakan prosedur administrasi.
Pengembangan kurikulum model ini  disebut dengan istilah dari atas ke bawah (top down). Ide awal; dari para pejabat tingkat atas pembuat keputusan dan bijakan.  Langkah kedua adalah membuat suatu tim pelaksana untuk mengembangkan kurikulum, yang terdiri para ahli, yaitu: (a) pejabatan  dibawahnya, (b) ahli pendidikan, (c) kurikulum, (d) disiplin ilmu, (e) tokoh masyarakat, (f) tim pelaksana pendidikan, dan (g) pihak dunia kerja. Tentu saja tim ini dibentuk oleh pejabat yang berwewenang. Tugas dari tim atau komisi ini adalah meruuskan konsep – konsep dasar, landasan – landasan, kebijakan dan strategi utama dalam mengembangkan kurikulum.
Tim kerja pengembangan kurikulum bertugas menyusun kurikulum yang lebih operasional. Kurikulum dijabarkan dari konsep-konsep dan kebijaksanaan dasar yang telah digariskan oleh tim pengarah. Tugas tim kerja ini merumuskan tujuan-tujuan yang lebih operasional dari tujuan-tujuan yang lebih umum, memilih dan menyusun sekuens bahan pelajaran, memilih strategi pengajaran dan evaluasi, serta menyusun pedoman-pedoman pelaksanaan kurikulum tersebut bagi para guru.
Model pengembangan kurikulum ini berdasarkan pada cara kerja atasan–bawahan (top–down)[4] yang dipandang efektif dalam pelaksanaan perubahan kurikulum. Karena dengan model administrasi atau garis komando memiliki langkah-langkah sebagai berikut:
a.      Administrator Pedidikan atau pemimpin  membentuk komisi pengarah.
b.   Komisi Pengarah bertugas merumuskan rencana umum, untuk mengembangkan prinsip–prinsip sebagai pedoman, menyaipkan suatu pernyataan filosofi, tujuan-tujuan untuk seluruh wilayah sekolah.
c.      Membentuk komisi kerja pengembangan kurikilum yang bertugas mengembangkan kurikulum secara operasional mencakup keseluruh komponen kurikulum dengan mempertimbangkan landasan dan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum.
d.   Komisi pengarah memeriksa hasil kerja dari komisi kerja dan menyempurnakan bagian-bagian tertentu bila dianggap tidak perlu.

Dengan demikian prinsip pengembangan kurikulum model administratif ini, berdasarkan konsep, inisiatif, dan arahan dari atas kebawah, maka akan membutuhkan waktu bertahun-tahun agar dapat berjalan dengan baik. Hal ini disebabkan adanya tunututan untuk mempersiapkan para pelaksana kurikulum tersebut.

3.  Model Grass Roots
Pengembangan kurikulum model  Grass  Roots, yaitu dikebalikan dari model administratif. Dimulai dari arus bawah atau dari bawah ke atas. Maka model  ini diberi nama Grass Roots; karena ada inisiatif; ada gagasan pengembangan kurikulum yang datang dari seorang guru atau sekelompok guru disuatu sekolah.
Model  Grass  Roots, lebih demokratis; sebab model ini dilakukan oleh para pelaksana di lapangan.  Perbaikan dan peningkatan, dimulai dari unit-unit terkecil dan spesifik, menuju bagian yang lebih besar. Dalam model pengembangan Grass Roots, seorang guru, sekelompok guru, atau keseluruhan guru di suatu sekolah mengadakan upaya pengembangan kurikulum.
Pengembangan model Grass Roots ini diberi nama Grass roots karena inisiatif dan gagasan pengembangan kurikulum datang dari seorang guru atau sekelompok guru atau keseluruhan guru di suatu sekolah.  Hal itu tentu saja didasarkan atas pertimbangan bahwa guru adalah:  Perencana, pelaksana, penyempurna dari pengajaran di kelasnya.
Dalam pengembangan model Grass Roots ini, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu: (a) Guru memiliki kemampuan professional; (b) Guru harus terlibat penuh dalam perbaikan kurikulum, penyelesaian kurikulum; (c) Guru harus terlibat langsung dalam perumusan tujuan, pemelihan bahan pelajaran dan penentuan evaluasi;  (d) Pertemuan kelompok yang dilakukukan guru akan berdampak terhadap; pemahaman guru, dan menghasilkan konsensus tujuan, prinsip, maupun rencana-rencana; (e) Muncul konsensus tujuan, prinsip–prinsip maupun rencana–rencana diantara para guru; (f) Bersifat desentralisasi dan demokratis.

4.  Model Demonstrasi
Model demonstrasi pada dasarnya bersifat grass-rotss, dalam artian datang dari bawah. Model ini diprakarsai oleh sekelompok guru atau sekelompok guru bekerja sama dengan ahli yang bermaksud mengadakan perbaikan kurikulum. Model ini umumnya bersekala kecil, hanya mencakup satu atau beberapa sekolah, satu komponen kurikulum atau mencakup keseluruhan komponen kurikulum.
Menurut Smith, Stanley dan Shores, ada dua bentuk model pengembangan ini:   Pertama,  sekelompok guru dari satu sekolah atau beberapa sekolah yang diorganisasi melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan menghasilkan suatu model kurikulum. Pengembangan model ini diprakarsai oleh pihak Departemen Pendidikan, dilaksanakan oleh kelompok guru utk inovasi, perbaikan kurikulum.   Kedua,    beberapa guru merasa kurang puas, mengadakan eksperimen, uji coba, pengembangan  secara mandiri. Pada dasarnya guru melakukan percobaan yang belum pernah, inovasi terhadap kurikulum, ditemukan pengembangan kurikulum  lebih baik dari yang telah ada sebelumnya.
Ada beberapa kelebihan dalam penerapan model Demonstrasi pengembangan ini, yaitu:
a.    Kurikulum ini akan lebih nyata dan praktis karena dihasilkan melalui proses yang telah diuji dan diteliti secara ilmiah.
b. Perubahan kurikulum dalam skala kecil atau pada aspek yang lebih khusus kemungkinan kecil akan ditolak oleh pihak administrator, akan berbeda dengan perubahan kurikulum yang sangat luas dan kompleks.
c.    Hakekat model demonstrasi berskala kecil akan terhindar dari kesenjangan dokumen dan pelaksanaan dilapangan.  
d.  Model ini akan menggerakan inisiatif, kreativitas guru-guru serta memberdayakan sumber-sumber administrasi untuk memenuhi kebutuhan dan minat guru dalam mengembangkan program baru.
Kelemahan model ini adalah bagi guru-guru yang tidak turut berpartisipasi mereka akan enggan-enggan. Dalam keadaan terburuk mungkin saja  akan terjadi apatisme dikalangan guru.

5.  Model Miller-Seller   
Model pengembangan Miller-Seller merupakan pengembangan kurikulum kombinasi dari model transmisi (Gagne) dan model transaksi (Taba’s & Robinson), dengan tahapan pengembangangan sebagai berikut: (a) Klarifikasi Orientasi Kurikulum; (b) Pengembangan Tujuan; (c) Identifikasi Model Mengajar; dan (d) Implementasi.
a)    Klarifikasi Orientasi Kurikulum
Orientasi ini merefleksikan pandangan; filosofis, psikologis, dan sosiologis terhadap kurikulum yang seharusnnya dikembangkan.  Menurut Miller Seller ada tiga jenis orientasi kurikulum yaitu; transmisi, transaksi, dan transformasi.
b)    Pengembangan Tujuan
Mengembangkan tujuan umum  dan tujuan khusus berdasarkan orientasi kurikulum yang bersangkutan.
(1)   Tujuan umum dalam konteks ini adalah merefleksikan pandangan orang (image person) dan pandangan kemasyarakatan.
(2) Perlu dikembangkan tujuan-tujuan yang lebih khusus hingga pada tujuan instruksional.
c)    Identifikasi Model Mengajar
Pelaksana kurikulum perlu mengidentifikasi srategi mengajar yang akan digunakan yang disesuaikan dengan tujuan dan orientasi kurikulum.  Ada beberapa criteria yang harus diperhatikan dalam menentukan model mengajar yang akan digunakan yaitu :
(1)   Disesuaikan dengan tujuan umum maupun tujuan khusus.
(2)   Strukturnya harus sesuai dengan kenutuhan siswa.
(3)   Guru yang menerapkan kurikulum ini harus sudah memahami secara utuh, sudah dilatih, dan mendukung model.
(4)   Tersedia sumber-sumber yang esensial dalam pengembangan model.
d)    Implementasi
Dilaksanakan dengan memperhatikan komponen-komponen;
(1)    program studi,
(2)    identifikasi sumber,
(3)    peranan,
(4)    pengembangan professional,
(5)    penetapan waktu,
(6)    komunikasi dan sistem monitoring.

Langkah ini merupakan langkah akhir dalam pengembangan kurikulum.   Prosedur orientasi yang dibakukan pada umumnya tidak sesuai dengan kurikulum tranformasi. Sebaliknya kurikulum transmisi pada umumnya menggunakan  teknik-teknik evaluasi berstruktur dalam menilai kesesuaian antara pengalaman-pengalaman, stategi belajar dan tujuan pendidikan.

6.  Model Hilba Taba (Inverted Model)
Model pengembangan kurikulum diperkenalkan oleh Hilba Taba pada tahun 1962. Taba, lahir di desa kecil Kooraste, Estonia. Hilda Taba, memulaik pendidikannya di Sekolah Paroki Kanepi. Beliau kemudian belajar di Voru’s Giris ‘Grammar School dan mendapatkan gelar sarjana dalam Bahasa Inggeris dan Falsafah di Universitas Tartu. Hilda, menyambung pelajaran Master Degree di Bryn Mawr College Pennsylvania pada tahun 1927 dan Teachers College di Columbia University (Ph.D. 1932).[5]
Model pendekatan kurikulum yang dilakukan Hilba Taba (Inverted Model) merupakan modifikasi dari model Tyler.  Memodifikasi model dasar Tyler agar lebih representatif terhadap perkembangan kurikulum diberbagai sekolah. Taba mempercayai bahwa dalam usaha pengembangan kurikulum adalah guru merupakan faktor utama dalam usaha pengembangan kurikulum. Guru harus penuh aktif dalam pengembangan kurikulum.
Pengembangan kurikulum yang dilakukan guru dan memposisikan guru sebagai innovator dalam pengembangan kurikulum merupakan karakteristik dalam model pengembangan Taba. Dalam pengembangannya, model ini bersifat induktif, berbeda dengan model tradisional yang deduktif.
Dalam pendekatannya, Taba menganjurkan untuk menggunakan pertimbangan ganda terhadap isi (organisasi kurikulum yang logis) dan individu pelajar (psikologi organisasi kurikulum). Langkah-langkah dalam proses pengembangan kurikulum menurut Model Hilba Taba (converted model), adalah (1) Diagnosa kebutuhan; (2) Merumuskan tujuan pembelajaran; (3)  Seleksi Materi; (4)  Organisasi Materi; (5)  Seleksi Pengalaman belajar; (6)   Organisasi pengalamaan  belajar; dan (7)  Menentukan cara dan alat evaluasi untuk mengetahui hasil kegiatan. Selain itu, langkah-langkah pengembangan kurikulum menurut model Hilba Taba (Inverted Model),,yaitu: (1) Mengadakan unit-unit eksperimen bersama dengan guru-guru; (2)  Menguji unit eksperimen; (3) Mengadakan revisi dan konsolidasi; (4) Pengembangan keseluruhan kerangka kurikulum (developing a framework); (5)  Implementasi dan desiminasi.   

Model Wheeler:
Pendakatan yang digunakan Wheeler dalam pengembangan kurikulum pada dasarnya memiliki bentuk rasional. Artinya, setiap langkah kurikulum pada dasarnya memiliki bentuk rasional. Setiap langkah merupakan pengembangan secara logis terhadap model sebelumnya. Setiap langkah tidak dapat dilakukan, sebelum langkah-langkah sebelumnya telah diselesaikan.
Model Pengembangan kurikulum Wheeler, memiliki langkah-langkahnya, adalah: (a) Selection of aims, goals, and objectiver; (seleksi maksud, tujuan, dan sasarannya);  (b) Selection of learning exprerinces to help achieve these aims, goals and objectives (seleksi pengalaman belajar untuk membantu mencapai maksud, tujuan, dan sasaran); (c) Seleksi isi materi; (d) Organisasi dan integrasi pengalaman belajar dan materi; (e)  Evaluasi.

Model Nicholls:
Pengembangan kurikulum model Nicholls, ada lima langkah pengembangan kurikulum menurut Nicholls, yaitu: (a) Menentukan tujuan khusus - Selection  of objectives; (b) Analisis situasi - Situation analysis; (c) Evaluasi; (d) Menentukan dan mengorganisasi metode - Selection  and organisation of methods;  dan (e) Menentukan dan mengorganisasi isi pelajaran - Selection  and organisation of content.
Model Pengembangan Kurikulum Nicholls menggunakan suatu pendekatan yang tegas atau jelas, mencakup elemen-elemen kurikulum secara jelas tetapi ringkas. Model Nicholls lebih menitik beratkan pada pendekatan yang rasional dari pengembangan kurikulum, khususnya dimana kebutuhan untuk kurikulum baru muncul dari perubahan-perubahan situasi.
Langkah-langkah dalam proses perkembangan kurikulum Nicholls adalah : (a) Analisis situasi (b) Seleksi tujuan (c) Seleksi dan organisasi isi; (d) Seleksi dan organisasi metode; dan (e) Evaluasi Pada analisis situasi merupakan suatu tindakan yang disengaja untuk memaksa para pengembang kurikulum agar lebih responsif terhadap lingkungan mereka dan secara khusus untuk kebutuhan anak didik.
Maka dengan menerapkan analisis situasi sebagai titik permulaan, akan memberikan dasar data yang mana tujuan-tujuan yang lebih efektif mungkin akan dikembangkan. Dengan demikian, model ini fleksibel terhadap perubahan-perubahan situasi, sehingga hubungan perubahan-perubahan dapat dilihat untuk elemen-elemen pada model berikutnya.

Model Skilbeck:  
Pengembangan kurikulum model Skilbeck, langkah-langkahnya adalah: (a) Analisis situasi; (b) Merumuskan Tujuan; (c) Membuat Program; (d) Interpretasi dan  implementasi; dan (e) Monitoring, umpan balik,asesmen,dan rekonstruksi.

Model Saylor
Pengembangan kurikulum model Saylor, langkah-langkahnya adalah: (a) Goal and objectives; (b) Perancangan Kurikulum (silabus); (c) Implementasi Kurikulum (KBM); (d) Evaluasi Kurikulum.
Model ini menunjukkan bahwa perencana kurikulum mulai dengan menentukan atau menetapkan tujuan sasaran pendidikan yang khusus dan utama yang akan mereka capai. Maka, Saylor, Alexander dan Lewis, mengklasifikasi serangkaian tujuan ke dalam empat bidang kegiatan dimana pembelajaran terjadi, yaitu: (1) perkembangan pribadi, (2) kompetensi social, (3) ketrampilan yang berkelanjutan; dan (4) spesialisasi.
Setelah tujuan dan sasarn serta bidang kegiatan ditetapkan, maka perencana memulai proses merancang kurikulum. Diputuskan kesempatan belajar yang tepat bagi masing-masing bidang kegiatan dan bagaimana serta kapan kesempatan ini akan disediakan.
Setelah rancangan dibuat (mungkin lebih dari satu rancangan), guru-guru yang menjadi bagian dari rencana kurikulum, harus membuat rencana pengajaran. Guru harus memilih metode bagaimana kurikulum dapat dihubungkan dengan pelajar. Maka, guru pada tahap ini harus dikenalkan dengan istilah tujuan pengajaran, sehingga para guru dapat memerinci tujuan pengajaran sebelum memilih strategi atau cara presentasi.
Dengan demikian, perencana kurikulum dan guru terlibat dalam evaluasi.  Para guru harus memilih teknik evaluasi yang akan digunakan. Saylor dan  Alexander mengajukan suatu rancangan yang mengijinkan: (1) evaluasi dari seluruh program pendidikan sekolah, termasuk tujuan, subtujuan, dan sasaran; keefektifan pengajaran akan pencapaian siswa dalam bagian tertentu dari program, juga (2) evaluasi dari program evaluasi itu sendiri. Proses evaluasi memungkinkan perencana kurikulum menetapkan apakah tujuan sekolah dan tujuan pengajaran telah tercapai.[6]

7.  Model Perkembangan Kurikulum di Indonesia
Perkembangan Kurikulum di Indonesia, kurikulum1947 Rencana pelajaran Dirinci dalam rencana Pelajaran terurai; 1964 Rencana Pendidikan Sekolah Dasar; kurikulum 1968 disebut Kurikulum Sekolah Dasar; kurikulum 1973 disebut Kurikulum Proyek Perintisan Sekolah Pembangunan (PPSP); kurikulum 1975 disebut Kurikulum Sekolah Dasar; kurikulum 1984 disebut Kurikulum 1984; kurikulum 1994 disebut Kurikulum 1994; kurikulum 1997 merupakan Revisi Kurikulum 1994; kurikulum 2004 merupakan Rintisan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK); kurikulum 2006 disebut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP); dan Kurikulum 2013.
a)            Kurikulum tahun 1964
Bersifat tradisonal yaitu pendidikan dan pengajaran dimaksudkan untuk memberi pelajaran kepada siswa dengan ciri khusus yakni:
(1) Tujuan pembelajaran hanya memberi bekal kepada siswa agar mampu melanjutkan kejenjang selanjutnya.
(2)    Pembelajaran hanya menekankan penguasaan materi saja.
(3)    Pola pembelajaran satu arah (guru aktif siswa pasif)
(4)    Organisasi kurikulumnya bervariasi Khusus untuk sekolah kejuruan antara teori dan praktik dipisahkan.
(5)    Mata pelajaran PAI masuk kedalam pelajaran budi pekerti.


b)      Kurikulum tahun 1968
(1)   Mata pelajaran PAI yang awalnya masuk dalam pelajaran budi pekerti pada tahun 1968 resmi menjadi mata pelajaran sendiri yakni mata pelajaran PAI karna PKI dibubarkan,
(2)    lebih mengarah kepada Pancasila sebagai dasar Negara RI.
c)      Kurikulum tahun 1975
(1)    Adanya kurikulum yang mengajarkan bahwa pembelajaran harus memperhatikan lingkungan yang ada disekitar dimana tempat pembelajaran dilaksanakan.
(2)    Kurikulum 1975 mulai mengenal PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional).
d)      Kurikulum tahun 1984
(1)    Pola pembelajaran dua arah yakni siswa ikut aktif dalam mempelajari mata pelajaran tertentu.
(2)    Kurikulum 1984 mengenal adanya sistem semester untuk jenjang SMP dan SMA sedangkan SD catur wulan (cawu).
e)      Kurikulum tahun 1994
Ada pengembangan kurikulum pada tahun 1994 yakni:
(1)    Adanya penerapan muatan lokal,
(2)    Konsep link dan match (keterkaitan dan kesepadanan) antara penddikan dengan dunia kerja.
(3)    Peningkatan wajib belajar yang awalnya 6 tahun menjadi 9 tahun.
f)      Kurikulum tahun 1999
Karena adanya era reformasi maka Kurikulum 1999 disebut kurikulum suplemen yaitu adanya pelajaran yang bisa tetap diajarkan dan ada yang tidak yakni pelajaran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila).
g)     Kurikulum tahun 2004, Kurikulum Berbasis Kopetensi (KBK)
Ciri khusus KBK yakni:
(1)    Lebih memgutamakan kemampuan
(2)    Menekankan bantuan alat
(3)    Evaluasi lebih menekankan kepada kemampuan atau percepatan masing-
(4)    masing siswa.
(5)    Berbasis kinerja: lebih menekankan kinerja.
h)     Kurikulum tahun 2006/2007,Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
(1)   kebebasan pada masing – masing sekolah,
(2)   otonomi pada tingkat sekolah.
(3)    sekolah memiliki keleluasaan mengembangkan kurikulum;
(4)   guru memiliki keluasan dalam mengembangkan kurikulum.

Permasalahan Kurikulum 2006;
(1)    Konten kurikulum masih terlalu padat yang ditunjukkan dengan banyaknya Matapelajaran dan banyak materi yang keluasan dan tingkat kesukarannya melampaui Usia anak
(2)    Kurikulum belum sepenuhnya berbasis kompetensi sesuai dengan tuntutan fungsi dan Tujuan pendidikan nasional.
(3)    Kompetensi belum menggambarkan secara holistik domain sikap, keterampilan, dan pengetahuan.
(4)    Beberapa komptensi yang dibutuhkan sesuai dengan perkembangan kebutuhan (misalnya pendidikan karakter, metodologi pembelajaran aktif, keseimbangan soft skills  and hard skills, kewirausahaan) belum terakomudasi di dalam kurikulum.
(5)    Kurikulum belum peka dan tanggap terhadap perubahan sosial yang terjadi pada tingkat lokal, nasional, maupun global.
(6)    Standar proses pembelajaran belum menggambarkan urutan pembelajaran yang rinci sehingga membuka peluang penafsiran yang beraneka ragam dan berujung pada pembelajaran yang berpusat pada guru.
(7)    Standar penilaian belum mengarahkan pada penilaian berbasis kompetensi (proses dan hasil) dan belum secara tegas menuntut adanya remediasi  secara berkala.
(8)    Dengan KTSP memerlukan dokumen yang lebih rinci agar tidak menimbulkan multi tafsir.

i)       Kurikulum 2013
PP No. 32 Tahun 2013; Perubahan Kurikulum tentang (a) Landasan Pengembangan Kurikulum 2013; (b) Permasalahan Kurikulum 2006; (c) Alasan Pengembangan Kurikulum 2013; (d) Identifikasi Kesenjangan Kurikulum; dan (e) Kurikulum sebagai Indikator Sistem Nilai, Pengetahuan dan Keterampilan
Landasan Pengembangan Kurikulum 2013
1)     Aspek Filosofi;  
(a)    Filosofi pendidikan yang berbasis pada nilai-nilai luhur, nilai akademik,
(b)    kebutuhan peserta didik dan masyarakat
(c)     Kurikulum berorientasi pada pengembangan kompetensi
2)     Aspek Yuridis
RPJMN 2010-2014  Sektor Pendidikan
(b)    Perubahan metodologi pembelajaran
(c)     Penataan kurikulum
INPRES Nomor 1 Tahun 2010
                   Percepatan  Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional:      
                 Penyempurnaan kurikulum dan metode pembelajaran aktif berdasarkan nilai-    
                 nilai  Budaya bangsa Untuk Membentuk Daya Saing Karakter Bangsa.
3)     Aspek Konseptual
(a)       Relevansi
(b)       Model Kurikulum Berbasis Kompetensi
(c)        Kurikulum lebih dari sekedar dokumen
(d)       Proses pembelajaran; Aktivitas belajar, Output belajar, Outcome belajar
(e)    Penilaian; Kesesuaian teknik penilaian dengan kompetensi Penjenjangan penilaian.
4)     Penyempurnaan Pola  Pikir Perumusan Kurikulum
Permasalahan  Kurikulum KBK 2004, KTSP 2006, Kurikulum 2013, sebagai berikut;
(a)       KBK  2004 dan KTSP  2006;  Standar kompetensi lulusan diturunkan dari standar isi. Sedangkan Kurikulum 2013;  Standar kompetensi lulusan diturunkan dari kebutuhan.
(b)       KBK  2004 dan KTSP  2006;  Standar isi dirumuskan berdasarkan Tujuan Mata Pelajaran (Standar Kompetensi Lulusan Mata Pelajaran) yang dirinci menjadi Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran. Sedangkan Kurikulum 2013; Standar isi diturunkan dari Standar Kompetensi Lulusan melalui kompetensi  inti yang bebas mata pelajaran
(c)        KBK  2004 dan KTSP  2006; Pemisahan antara mata pelajaran pembentuk sikap, pembentuk keterampilan,  dan pembentuk pengetahuan. Sedangkan Kurikulum 2013; Semua mata pelajaran harus berkonstribusi terhadap pembentukan sikap, keterampilan dan pengetahuan.
(d)       KBK  2004 dan KTSP  2006; Kompetensi diturunkan dari mata pelajaran. Sedangkan Kurikulum 2013; Mata pelajaran diturunkan dari kompetensi yang  logis dicapai.
(e)       KBK  2004 dan KTSP  2006; Mata pelajaran lepas satu dengan yang lain, seperti  sekumpulan mata pelajaran terpisah. Sedangkan Kurikulum 2013; Semua mata pelajaran diikat oleh kompetensi inti (tiap kelas).[7] 
5)     Alasan Pengembangan Kurikulum 2013
(a)              Tantangan Masa Depan, terkait dengan persoalan;  (1) Globalisasi: WTO, ASEAN Community, APEC,CAFTA; (2) Masalah lingkungan hidup; (3) Kemajuan teknologi informasi; (4) Konvergensi ilmu dan teknologi; (5) Ekonomi berbasis pengetahuan; (6) Kebangkitan industri kreatif dan budaya; (7) Pergeseran kekuatan ekonomi dunia; (8) Pengaruh dan imbas teknosains; (9) Mutu, investasi dan transformasi pada sector pendidikan; dan  (10) Hasil TIMSS dan PISA.
(b)              Kompetensi Masa depan, terkait dengan persoalan; Kemampuan berkomunikasi; Kemampuan berpikir jernih dan kritis; Kemampuan mempertimbangkan segi moral suatu permasalahan; Kemampuan menjadi warga negara yang efektif; Kemampuan mencoba untuk mengerti dan toleran terhadap pandangan yang berbeda; Kemampuan hidup dalam masyarakat yang mengglobal; Memiliki minat luas mengenai hidup; Memiliki kesiapan untuk bekerja; Memiliki kecerdasan sesuai dengan bakat/minatnya.
(c)               Fenomena Negatif yang Mengemuka, terkait dengan persoalan; Perkelahian pelajar; Norkoba; Korupsi; Plagiarisma; Kecurangan dalam Ujian; Gejolak masyarakat.
(d)              Persepsi Masyarakat, terkait dengan persoalan;  Terlalu menitikberatkan pada aspek kognitif; Beban siswa terlalu berat; dan  Kurang bermuatan karakter.
6)     Identifikasi Kesenjangan Kurikulum
Identifikasi Kesenjangan Kurikulum antara Kondisi Saat Ini dan  Kondisi Ideal, sebagai berikut:
(a)     Kondisi Saat Ini;
(1)   Kompetensi Lulusan
(a)    Sikap belum memcerminkan karakteristik mulia
(b)    Keterampilan Belum Sesuai Kebutuhan
(c)    Pengetahuan-pengetahuan Lepas.
(2)   Materi Pembelajaran
(a)    Belum relevan dengan kompetensi yg dibutuhkan,
(b)    Beban belajar terlalu berat,
(c)    Terlalu luas, kurang mendalam.

(3)   Proses Pembelajaran
(a)    Berpusat pada guru (teacher centered learning)
(b)    Sifat pembelajaran berorientasi pada buku teks
(c)    Buku teks hanya memuat materi bahasan’

(4)   Penilaian
(a)    Lebih Menekankan aspek kognitif
(b)    Test menjadi cara penilaian yang dominan.

(5)   Pendidik dan Tenaga Kependidikan
(a)    Memenuhi kompetensi profesi saja
(b)    Fokus pada ukuran kinerja  PTK.

(6)   Pengelolaan Kurikulum
(a)    Satuan pendidikan mempunyai kebebasan dalam pengelolaan kurikulum.
(b)    Masih terdapat kecenderungan satuan pendidikan menyusun kurikulum tanpa mempertimbangkan Kondisi satuan pendidikan, kebutuhan peserta didik, dan potensi daerah.
(c)    Pemerintah hanya menyiapkan samapi standar isimata pelajaran

(b)             Kondisi Ideal
(1)   Kompetensi Lulusan
(a)    Berkarakter mulia
(b)    Keterampilan yang relevan
(c)     Pengetahuan-pengetahuan terkait.

(2)    Materi Pembelajaran
(a)    Relevan dengan kompetensi yg dibutuhkan
(b)    Materi esensial
(c)    Sesuai dengan tingkat perkembangan anak.

(3)   Proses Pembelajaran
(a)    Berpusat pada peserta didik
(b)    Sifat pembelajaran yang kontekstual
(c)    Buku teks memuat materi dan proses pembelajaran, sistem penilaian serta kompetensi  yang diharapkan. 
(4)   Penilaian
(a)    Menekankan aspek kognitif, afektif, psikomotorik secara proporsional.
(b)    Penilaian test dan  fortofolio saling melengkapi.

(5)   Pendidik dan Tenaga Kependidikan
(a)    Memenuhi kompetensi profesi, paedagogi, sosial, dan personal.
(b)    Motivasi mengajar.

(6)   Pengelolaan Kurikulum
(a)    Pemerintah pusat dan daerah memiliki kendali kualitas dalam pelaksanaan kurikulum di tingkat satuan pendidikan.
(b)    Satuan pendidikan mampu menyusun kurikulum dengan mempertimbangkan kondisi satuan pendidikan, kebutuhan peserta didik, dan potensi daerah.
(c)     Pemerintah menyiapkan semua komponen kurikulum  sampai buku teks dan pedoman.

IV.   Bahan Bacaan
Asfari Rifai, Soekirno, Soedarminto Materi Pokok Pengembangan Kurikulum dan Bahan Belajar I; 1-9 PMAK8160/3 SKS, Jakarta, Universitas Terbuka, 1999, Cet. 3.
Dakir, 2004, Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum, Jakarta : PT.  Rineka Cipta.
H. Ladjid Hafni, 2005, Pengembangan Kurikulum, PT. Ciputat Press Group.
Sukiman Danang. 2006. Telaah Kurikulum. Jakarta : Pustaka, Jakarta
Copyright © Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan http://www.kemdikbud. go.id/kemdikbud/uji-publik-kurikulum-2013-1,diakses pada senin, 2 desember 2013, jam. 11.20 WIB.
Dhimas Aji Bayuari Kusuma, Model – Model Pengembangan Kurikulum”, dikutip dari: http://dhimasaji.blogs.uny.ac.id/2015/11/20/model-model-pengembangan-kurikulum/, diakses pada Senin, 16 Okotober 2017, jam. 09.36 WIB



[1]     Hujair AH. Sanaky, Dr. MSI, adalah dosen Program Pascasarjana FIAI UII dan Dosen Prodi Pendidikan Agama Islam FIAI UII Yogyakarta.
[2] Dakir, Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum. Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hlm.86.

[3]     Baca:  Dhimas Aji Bayuari Kusuma, “Model – Model Pengembangan Kurikulum”, dikutip dari: http://dhimasaji.blogs.uny.ac.id/2015/11/20/model-model-pengembangan-kurikulum/, diakses pada Senin, 16 Okotober 2017, jam. 09.36 WIB

[4]    Baca: H. Dakir,  Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum, (Jakarta : PT.  Rineka Cipta, 2004), hlm.

[5]           Sumber Rujukan: http://en.wikipedia.org/wiki/Hilda_Taba
[7]    Sumber bahan; Copyright © Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan http://www.kemdikbud. go.id/kemdikbud/uji-publik-kurikulum-2013-1,diakses pada senin, 2 desember 2013, jam. 11.20 WIB.