MATERI
KULIAH
PENGEMBANGAN
KURIKULUM PAI
Pertemuan
ke VI
Modul : VI
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PENGEMBANGAN
KURIKULUM PAI
Oleh: Hujair AH. Sanaky[1]
I.
CPMK dan
Indinator Capaian
1.
CPMK;
mahasiswa mampu menjelaskan faktor-faktor
yang
mempengaruhi pengembangan kurikulum
PAI
2.
Indikator; mahasiswa
dapat menjelaskan faktor-faktor yang
pengembangan kurikulum PAI
secara benar.
II.
Pendahuluan
Bahasan
tentang pengembangan kurikulum merupakan kajian yang komprehensif. Sebab bahasannya mencakup dengan perencanaan, penerapan, dan
evaluasi. Bahasan tentang perencanaan kurikulum adalah langkah awal dalam membangun
kurikulum yaitu ketika para disainer kurikulum membuat keputusan dan mengambil
tindakan untuk menghasilkan perencanaan yang akan digunakan oleh guru dan
peserta didik. Penerapan atau
implementasi kurikulum yaitu berusaha untuk mentransfer perencanaan
kurikulum ke dalam pelaksanaan atau tindakan operasional kurikulum. Evaluasi kurikulum merupakan tahap akhir dari
pengembangan kurikulum itu sendiri dengan tujuan untuk menentukan seberapa
besar hasil-hasil pembelajaran, tingkat ketercapaian program-program yang telah
direncanakan, dan hasil-hasil kurikulum itu sendiri.
Dalam pengembangan kurikulum,
tidak hanya melibatkan orang-orang yang terkait langsung dengan dunia pendidikan
saja, tetapi melibatkan banyak orang, seperti: politikus, pengguna, stakeholders, user, orang tua peserta didik,
serta unsur-unsur masyarakat lainnya yang merasa berkepentingan dengan
pendidikan. Tentu saja, dalam
pengembangan kurikulum keragaman sosial, budaya, aspirasi politik, dan
kemampuan ekonomi juga ikut memberikan tekanan yang sama, kalau tidak dapat
dikatakan lebih kuat dibandingkan perbedaan filosofi, visi, dan teori yang
dianut para pengambil keputusan mengenai kurikulum.
Katakan saja perbedaan filosofi,
visi, dan teori para pengambil keputusan seringkali dapat diselesaikan melalui
jenjang otoritas yang dimiliki seseorang walaupun dilakukan dalam suatu proses
deliberasi yang paling demokratis sekali pun. Ketika perbedaan filosofi, visi, dan
teori itu terselesaikan maka proses pengembangan dokumen kurikulum dapat
dilakukan dengan mudah. Keragaman
sosial, budaya, aspirasi politik, kemampuan ekonomi, dan perkembangan ilmu
pengetahuan adalah suatu realita
masyarakat dan bangsa Indonesia. Realita tersebut memang berposisi sebagai
objek periferal dalam proses pengembangan kurikulum
nasional.
III.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan kurikulum PAI
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan kurikulum PAI; (1)
perkembangan ilmu pengetahuan; (2) tuntutan pasar,
stakeholders, user; (3) perubahan tujuan pendidikan; (4) perubahan
kebutuhan.
Alasan perubahan
kurikulum; (1) persaingan di dunia global; persaingan perguruan tinggi di dalam
negeri maupun di luar negeri; perguruan tinggi dituntut untuk menghasilkan
lulusan yang dapat bersaing dalam dunia global; (2) perubahan orientasi pendidikan tinggi; Tidak
hanya menghasilkan manusia cerdas berilmu; mampu menerapkan keilmuannya dalam
kehidupan di masyarakatnya (kompeten dan relevan), lebih berbudaya; (3) perubahan kebutuhan di
dunia kerja; perubahan
persyaratan dalam menerima tenaga kerja, adanya persyaratan softskills dominan
disamping hardskills.
1. Perguruan Tinggi;
Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan
pengembangan teknologi juga berpangaruh pada isi kurikulum. Perguruan Tinggi melakukan kajian, uji coba, temuan-temuan penelitian. Maka temuan ilmu pengetahuan dan teknologi dikembangkan diperguruan tinggi. Dengan hasil ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan sumbangan bagi isi kurikulum,
dan mendukung pengembangan alat
bantu dan media pendidikan.
Dengan dapat dikatakan bahwa perguruan
tinggi setidaknya memberikan dua pengaruh terhadap kurikulum sekolah. Pertama, dari segi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan
diperguruan tinggi. Pengetahuan dan teknologi banyak memberikan sumbangan bagi
isi kurikulum serta proses pembelajaran. Jenis pengetahuan yang dikembangkan di
perguruan tinggi akan mempengaruhi isi pelajaran yang akan dikembangkan dalam
kurikulum. Perkembangan teknologi selain menjadi isi kurikulum juga mendukung
pengembangan alat bantu dan media pendidikan.
Kedua,
dari segi pengembangan ilmu pendidikan dan keguruan serta penyiapan guru-guru
Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan. Kurikulum Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan
juga mempengaruhi pengembangan kurikulum, terutama melalui penguasaan ilmu dan
kemampuan keguruan dari guru-guru yang dihasilkannya.
Pengusaan
keilmuan, baik ilmu pendidikan, maupun ilmu bidang
studi, serta kemampuan
mengajar dari guru-guru akan sangat mempengaruhi pengembangan dan implementasi
kurikulum di sekolah.
2. Masyarakat;
Sekolah merupakan bagian dari masyarakat. Sekolah harus bertugas melayani aspirasi
masyarakat, terutama dunia kerja sangat berpengaruh. Sekolah
merupakan bagian dari masyarakat, sehingga bertugas untuk mempersiapkan anak
didik untuk dapat hidup secara bermatabat di masyarakat. Sekolah, juga dipengaruhi oleh lingkungan
masyarakat di tempat sekolah tersebut berada. Dengan demikian, isi kurikulum hendaknya mencerminkan kondisi
masyarakat penggunanya dan upaya memenuhi kebutuhan dan tuntutan mereka.
Masyarakat yang ada di sekitar sekolah mungkin
merupakan masyarakat yang homogen atau heterogen. Sekolah berkewajiban menyerap
dan melayani aspirasi-aspirasi yang ada di masyarakat. Salah satu kekuatan yang
ada dalam masyarakat adalah dunia usaha. Tentu saja, perkembangan dunia
usaha yang ada di masyarkat akan mempengaruhi pengembangan kurikulum. Hal ini dikarenakan sekolah bukan hanya sekedar
mempersiapkan anak untuk selesai sekolah, tetapi juga untuk dapat hidup,
bekerja, dan berusaha di masyarakat. Maka lingkungan, budaya, bahasa, adat istiadat, jenis pekerjaan yang
ada di masyarakat tentu saja berimplikasi pada
kurikulum yang dikembangkan dan digunakan sekolah.
3. Sistem nilai
Dalam kehidupan
bermasyarakat tentu saja terdapat sistem nilai, baik nilai moral, keagamaan,
sosial, budaya, nilai adat
istiafat, maupun nilai
politis. Sekolah sebagai lembaga masyarakat juga bertangung jawab dalam
pemeliharaan dan pewarisan nilai-nilai positif yang tumbuh di masyarakat.
Sistem nilai yang dianut masyarakat dipelihara dan dilestarikan
tersebut harus diintegrasikan dalam kurikulum. Sistem nilai yang ada di masyarakat, baik nilai moral, keagamaan, sosial, budaya
maupun nilai politis dianut masyarakat. Dengan demikian, sekolah bertangungjawab dalam
pemeliharaan, pewarisan nilai-nilai positif, tumbuh di masyarakat, harus terintegrasikan
dalam kurikulum.
Persoalan
yang dihadapi disain dan pengembang kurikulum adalah sistem
nilai di Masyarakat itu tidak hanya satu. Artinya masyarakat
heterogen, terdiri dari berbagai kelompok etnis, kelompok intelek, kelompok
sosial, dan kelompok spritual keagamaan. Tentu saja, masing-masing kelompok itu memiliki nilai khas
dan tidak sama. Di masyarakat, terdapat aspek-aspek sosial, ekonomi, politk, fisik, estetika, etika,
religius, dan sebagainya. Aspek-aspek tersebut, sering juga
mengandung nilai-nilai yang berbeda. Menjadi permasalahan bagi pengembang Kurikulum, maka sistem nilai dalam mehadapi keragaman
nilai di masyarakat. Dengan demikian, pengemban
kurikulum harus: (a) mengakomodasi
keragaman nilai tersebut; (b) mengetahui dan memperhatikan semua nilai;
(c) berpegang pada prinsip demokratis, etis, dan moral; (d) menghargai nlai-nilai
kelompok lain; (e) memahami dan menerima keragaman budaya yang ada.
Kurikulum sebagai indikator sistem nilai, pengetahuan dan keterampilan dan
mengakomudasi sistem nilai, kompetensi;
sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Aktualisasi
(action), internalisasi (Reflection), watak/perilaku individu/perilaku kolektif. Maka sikap peduli, amanah, jujur, produktif, bertanggung jawab,
menjadi manusia yang unggul
sangat perlu untuk diakomodasi dalam pengembangan kurikulum.
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi pengembangan
kurikulum, diantaranya adalah filosofis, psikologis, sosial budaya, politik, pembangunan
negara dan perkembangan dunia, dan Ilmu
dan teknologi (IPTEK). Faktor-faktor
yang melandasi pengembangan kurikulum adalah: (1) Filsafat dan tujuan
pendidikan nasional; (2) sosial budaya; (3) perkembangan siswa; (4) keadaan
lingkungan; (5) kebutuhan pengembangan; (6) perkembanagn IPTEK; (7) landasan
manajerial yakni saling mempengaruhi dan keseluruhannya merupakan suatu sistem.
Ketujuh faktor ini dijelaskan sebagai berikut:
1.
Filosofis.
Filsafat
memegang peranan penting dalam pengembangan kuikulum. Dalam Filsafat Pendidikan, kita dikenalkan pada berbagai aliran filsafat,
seperti: perenialisme, essensialisme, eksistesialisme, progresivisme, dan
rekonstruktivisme. Dalam pengembangan kurikulum pun senantiasa berpijak pada
aliran–aliran filsafat tertentu, sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan
implementasi kurikulum yang dikembangkan.
Dengan merujuk kepada
pemikiran Ella Yulaelawati, dalam Sudrajat, (2008),[3] di bawah ini
diuraikan tentang isi dari masing-masing aliran filsafat, kaitannya dengan
pengembangan kurikulum.
a. Perenialisme, aliran filsafat yang lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran, dan keindahan,
dari pada warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang
memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan
yang menganut faham ini, lebih menekankan pada
kebenaran absolut, kebenaran universal, tidak terikat pada tempat dan waktu. Maka, aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.
b. Essensialisme, aliran filsafat ini lebih menekankan pada pentingnya
pewarisan budaya, pemberian pengetahuan, dan keterampilan pada peserta didik agar mereka dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna.
Matematika, sains dan mata pelajaran lainnya dianggap sebagai dasar-dasar
substansi kurikulum yang berharga untuk hidup di masyarakat. Sama halnya dengan
perenialisme, essesialisme juga lebih berorientasi pada masa lalu.
c. Eksistensialisme, aliran filsafat ini lebih menekankan pada individu sebagai sumber pengetahuan
tentang hidup dan makna. Mengutamakan individu sebagai faktor utama
dalam menentukan hal terbaik dan
dianggap benar. Maka untuk memahami kehidupan seseorang, mesti memahami dirinya sendiri. Norma-norma
hidup berbeda secara individual dan ditentukan masing-masing secara bebas.
d. Progresivisme, aliran filsafat ini lebih menekankan pada pentingnya melayani perbedaan individual,
berpusat pada peserta didik, variasi pengalaman belajar dan proses. Aliran progresivisme ini merupakan
landasan bagi pengembangan belajar peserta didik aktif.
e. Rekonstruktivisme, aliran filsafat ini merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme.
Pada rekonstruktivisme ini lebih menekankan pada peradaban
manusia masa depan. Di samping menekankan tentang perbedaan individual seperti
pada progresivisme, tetapi rekonstruktivisme
lebih jauh menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis, dan sejenisnya. Maka, penganut
aliran ini lebih menekankan hasil belajar dari pada proses.
Aliran Filsafat Perenialisme, Essensialisme, Eksistensialisme merupakan
aliran filsafat yang mendasari terhadap pengembangan “model kurikulum subjek-akademis”. Sedangkan, filsafat
progresivisme memberikan dasar bagi pengembangan “model kurikulum pendidikan pribadi”. Sementara, filsafat
rekonstruktivisme banyak diterapkan dalam pengembangan “model kurikulum interaksional”.
2. Psikologis; Minimal terdapat dua bidang psikologi yang mendasari
pengembangan kurikulum yaitu;
( 1) Psikologi perkembangan;
Psikologi perkembangan; mempelajari tentang perilaku individu berkenaan dengan perkembangannya.
Dikaji tentang hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-aspek
perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang
berhubungan perkembangan individu. Semuanya dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan
kurikulum.
( 2) Psikologi belajar.
Psikologi belajar merupakan ilmu yang mempelajari
tentang perilaku individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar
mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek
perilaku individu lainnya dalam belajar, yang semuanya dapat dijadikan sebagai
bahan.
Selain pandangan psikologi perkembangan dan psikologi
belajar, selanjutnya, dikemukakan pula tentang 5 tipe kompetensi, yaitu: (1) Motif;
sesuatu yang dimiliki seseorang untuk berfikir secara konsisten atau keinginan
untuk melakukan suatu aksi; (2) Bawaan; yaitu karakteristik fisik yang
merespons secara konsisten berbagai situasi atau informasi; (3) Konsep diri;
yaitu tingkah laku, nilai atau image seseorang; (4) Pengetahuan; yaitu
informasi khusus yang dimiliki seseorang; dan (5) Keterampilan; yaitu kemampuan
melakukan tugas secara fisik maupun mental.[4]
Tentu saja, kelima
kompetensi yang disebutkan di atas, mempunyai implikasi praktis terhadap
perencanaan sumber daya manusia atau pendidikan. Katakan saja,
keterampilan dan pengetahuan,
cenderung lebih tampak pada permukaan ciri-ciri seseorang, sedangkan konsep
diri, bawaan dan motif lebih tersembunyi dan lebih mendalam serta merupakan
pusat kepribadian seseorang. Maka kompetensi permukaan (pengetahuan dan
keterampilan) lebih mudah dikembangkan. Dengan demikian, pelatihan merupakan
hal tepat untuk menjamin kemampuan ini. Sebaliknya,
kompetensi bawaan dan motif jauh lebih sulit untuk dikenali dan
dikembangkan.[5]
Maka dalam
konteks Kurikulum Berbasis Kompetensi, E. Mulyasa, menyoroti aspek
keperbedaan
dan karakteristik peserta didik.
Kemukakan Mulyasa bahwa sedikitnya terdapat lima perbedaan dan karakteristik
peserta didik yang perlu diperhatikan dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi,
yaitu : (1) perbedaan tingkat kecerdasan; (2) perbedaan kreativitas; (3)
perbedaan cacat fisik; (4) kebutuhan peserta didik; dan (5) pertumbuhan dan
perkembangan kognitif.
[6]
3. Sosial-Budaya
Kurikulum dipandang
sebagai suatu rancangan program pendidikan. Tentu saja, sebagai suatu rancangan, kurikulum menentukan pelaksanaan
dan hasil pendidikan. Sementara kita pahami bahwa pendidikan merupakan usaha mempersiapkan
peserta didik untuk terjun ke lingkungan masyarakat. Ini berarti pendidikan bukan hanya untuk pendidikan semata, namun
memberikan bekal pengetahuan, keterampilan,
serta nilai-nilai untuk hidup di masyarakat, bekerja, dan mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat.
Maka,
kehidupan masyarakat dengan segala
karakteristik dan kekayaan budayanya menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi
pendidikan. Dengan demikian, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, karakteristik, kekayaan, dan perkembangan yang ada di masyarakat itu sendiri.
Salah satu aspek penting
dalam sistem sosial budaya adalah tatanan nilai-nilai, bersumber dari agama, budaya, politik, segi-segi kehidupan
lainnya. Melalui
pendidikan manusia mengenal peradaban masa lalu, turut serta dalam peradaban
sekarang dan membuat peradaban masa yang akan datang.[7] Maka,
kurikulum yang dikembangkan mempertimbangkan, merespons,
berlandaskan pada; perkembangan sosial – budaya
dalam suatu masyarakat, baik dalam konteks lokal, nasional maupun global.
4. Politik
Wiles Bondi (dalam Sudrajat, 2008),
menjelaskan pengaruh politik dalam pembentukan dan
pengembangan
kurikulum,[8] yaitu; perubahan arah politik; pergantian tampuk pimpinan sebuah negara; berganti
pula visi, misi, kebijakan; dan kurikulum pendidikan akan
berubah.
Pembangunan negara dan perkembangan dunia, yaitu; Pengembangan kurikulum juga
dipengaruhi oleh faktor pembangunan negara dan perkembangan dunia. Negara yang ingin maju, membangun, tidak seharusnya mempunyai kurikulum yang
statis, harus memiliki
kurikulum yang sesuai dengan perkembangan zaman, kemajuan sains, dan teknologi.
Pengembangan kurikulum haruslah sejajar dengan pembangunan negara dan dunia. Kandungan kurikulum pendidikan perlu menitikberatkan pada mata pelajaran
sains,
kemahiran teknik atau vokasional, tenaga kerja yang mahir
diperlukan dalam zaman yang berteknologi dan canggih ini.
Dari bahasan di atas, jelas menunjukkkan bahwa pengembangan kurikulum tentu
saja dipengaruhi oleh proses politik, kerana setiap kali tampuk pimpinan
sesebuah negara itu bertukar, maka setiap kali itulah kurikulum pendidikan
berubah. Hal ini dapat dilihat dari perubahan pemerintahan yang selalu terjadi
di Indonesia, begitu pergantian menteri, juga sering terjadi perubahan
kurikulum.
5. Ilmu dan Teknologi (IPTEK)
Perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi juga ikut mempengaruhi kurikulum. Sebagai contoh pada dua dasa warsa
terakhir ini, kemajuan cepat dunia dalam bidang
informasi dan teknologi, telah berpengaruh pada peradaban manusia melebihi
jangkauan pemikiran manusia sebelumnya. Pengaruh
ini pun telah terjadi pada pergeseran tatanan sosial, ekonomi, dan politik yang
memerlukan keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran dan cara-cara kehidupan
yang berlaku pada konteks global dan lokal. Perkembangan dan kemajuan teknologi informasi ini, juga ikut mempengaruhi
kurikulum.
Kurikulum yang harus disertai dengan kemampuan meta-kognisi, kompetensi
untuk berfikir, belajar bagaimana
belajar (learning to learn) dalam mengakses, memilih, menilai pengetahuan, mengatasi
situasi yang ambigu, dan antisipatif terhadap
ketidakpastian.
Dengan demikian, disan dan pengembangan kurikulum seyogyanya mengakomodir dan mengantisipasi
laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
sehingga peserta didik dapat mengimbangi, mengembangkan ilmu pengetahuan, dan teknologi untuk kemaslahatan dan kelangsungan hidup manusia.
6.
Pembangunan Negara dan Perkembangan Dunia
Pengembangan kurikulum
dipengaruhi oleh proses politik. Maka dalam pembangunan negara dan
perkembangan dunia juga ikut berpengaruh pada kurikulum. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa pengembangan
kurikulum juga dipengaruhi oleh faktor pembangunan negara dan perkembangan
dunia. Tentu saja, negara yang ingin maju dan membangun, tidak seharusnya mempunyai kurikulum yang statis. Oleh
karena itu, kurikulum harus diubah sesuai dengan perkembangan dunia, perubahan zaman, dan kemajuan sains
dan teknologi. Bila tidak,
maka kurikulum akan statis dan tidak mengikuti perkembangan zaman dan sains dan
teknologi.
Kenyataan tersebut jelas menunjukkan bahwa perkembangan teknologi telah
membawa perubahan yang pesat pada kehidupan manusia di muka bumi ini. Pengembangan kurikulum haruslah sejajar dengan
pembangunan negara dan dunia, sejajar dengan kemajuan sains dan teknologi. Maka,
kandungan kurikulum pendidikan perlu menitikberatkan pada mata pelajaran sains
dan kemahiran teknik atau vokasional, kerana tenaga kerja yang mahir sangat
dibutuhkan dan diperlukan dalam zaman yang berteknologi dan canggih ini.[9]
[1] Hujair AH.
Sanaky, Dr. MSI, adalah dosen Program Pascasarjana FIAI UII dan Dosen Prodi
Pendidikan Agama Islam FIAI UII Yogyakarta.
[2]Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan
Kurikum; Teori dan Praktek, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2006), hlm. 158.
[3] Akhmad Sudrajat, “Pengembangan
Kurikulum”, dikutip dari: http://istpi.wordpress.com/ 2008/10/27/pengembangan-kurikulum/,diakses pada tanggal 20 Nopember 2008).
[4] Nana Syaodih Sukmadinata, “Pengembangan Kurikum;
Teori dan Praktek”, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2006),
hlm.46.
[5] Baca: Artikel: “Faktor
Yang Mempengaruhi Pengembangan Kurikulum”, dikutip dari https://sites.google.com/site/putraandesnata/faktor-yang-mempengaruhi-pengembangan-kurikulum,
diakses pada Selasa, 10 Oktober 2017, jam.10.34 WIB.
[6 E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya, 2006),
hlm. 250
[7] Nana Syaodih Sukmadinata, “Pengembangan Kurikum;
Teori dan Praktek”, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2006),
hlm.60.
[8]Akhmad Sudrajat, “Pengembangan Kurikulum”, dikutip dari http://istpi. wordpress. com/2008/10/27/pengembangan-kurikulum/, diakses pada tanggal 20 Nopember 2008
[9]Baca: Artikel: “Faktor
Yang Mempengaruhi Pengembangan Kurikulum”, dikutip dari https://sites.google.com/site/putraandesnata/faktor-yang-mempengaruhi-pengembangan-kurikulum,
diakses pada Selasa, 10 Oktober 2017, jam.10.34 WIB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar