MATERI
KULIAH
PENGEMBANGAN
KURIKULUM PAI
Pertemuan
ke VII
Modul : VII
MODEL-MODEL
PENGEMBANGAN KURIKULUM
Oleh: Hujair AH. Sanaky[1]
I. CPMK dan Indikator Capaian
1.
CPMK: mahasiswa memahami
model-model pengembangan kurikulum.
2. Indikator:
mahasiswa dapat menjelaskan model-model pengembangan kurikulum secara benar.
II. Pendahuluan
Model merupakan suatu pola-pola penting, berguna sebagai pedoman untuk melakukan suatu
tindakan. Katakan saja, model dapat ditemukan dalam hampir setiap bentuk
kegiatan pendidikan, seperti model pengajaran, model administrasi, model evaluasi, model supervisi
dan model-model lainnya. Maka dengan menggunakan
model pada perkembangan kurikulum dapat meningkatkan efisiensi dan
produktivitas.
Dapat dikatakan bahwa model pada
dasarnya berkaitan dengan rancangan yang dapat digunakan untuk menerjemahkan
sesuatu sarana untuk mempermudah berkomunikasi, atau sebagai petunjuk yang
bersifat perspektif untuk mengambil keputusan, atau sebagai petunjuk
perencanaan untuk kegiatan pengelolaan.
Banyak model yang dapat digunakan
dalam pengembangan kurikulum. Maka pemilihan suatu model pengembangan kurikulum
bukan saja didasarkan atas kelebihan serta kemungkinan tercapainya hasil secara
optimal, tetapi perlu disesuaikan dengan
sistem pendidikan, pengelolaan pendidikan yang dianut, dan model konsep pendidikan mana yang dianut. Katakan
saja, model pengembangan kurikulum dalam sistem pendidikan
sentralisasi, tentu saja akan berbeda dengan desentralisasi. Begitu juga model
pengembangan kurikulum yang subjek
akademis akan berbeda dengan kurikulum humanistik, teknologis, rekontruksi
sosial, dan seterusnya.
Model pengembangan
kurikulum tidak dapat lepas dari berbagai
aspek, seperti; cara berpikir, sistem nilai (nilai moral, keagamaan, politik,
budaya dan sosial), proses pengembangan, kebutuhan peserta didik, dan kebutuhan
masyarakat maupun arah program
pendidikan.
Model pengembangan
kurikulum diidentifikasi, basis akan dicapai dalam kurikulum seperti; Alternative; Pengembangan kurikulum menekankan
pada; kebutuhan mata pelajaran, peserta didik, penguasaan kompetensi suatu
pekerjaan, kebutuhan masyarakat, atau permasalahan sosial. Pengembangan kurikulum berlandaskan
pada teori
yang tepat dan kurikulum yang dihasilkan bisa efektive.
Model pengembangan
kurikulum adalah alternative
prosedur dalam rangka; mendesain
(designing), menerapkan (implementation), dan mengevaluasi (evaluation)
kurikulum untuk menggambarkan suatu proses; sistem
perencanaan pembelajaran, dapat memenuhi berbagai kebutuhan,
standar keberhasilan dalam pendidikan.
Pengembangan kurikulum menuju
efektifitas dan berkualitas dalam tataran satuan pendidikan atau madrasah
menurut Dakir[2] pada dasarnya ada empat unsur
yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kurikulum, (1) Merencanakan,
merancangkan, memprogam bahan ajar, dan pengalaman belajar. (2) Karateristik peserta didik. (3)Tujuan yang akan
dicapai. (4). Kriteria-kriteria untuk mencapai tujuan
Banyak model pengembangan kurikulum yang telah
dikemukakan oleh para ahli yang berkecimpung dalam bidang pendidikan. Dalam modul ini,
sekurang–kurangnya dikenal tujuh model pengembangan kurikulum, yaitu : Model Ralph Tyler, Model
Administratif,
Model Grass Roots, Model Demonstrasi, Model
Miller-Seller, Model Taba (Inverted Model), dan Model
Perkembangan Kurikulum di Indonesia.
III. Model-Model Pengembangan Kurikulum
Beberapa Model pengembangan kurikulum diantaranya: Model Ralph Tyler, Model Administratif, Model Grass Roots, Model
Demonstrasi, Model Miller-Seller, Model Taba
(Inverted Model), dan Model Perkembangan Kurikulum di
Indonesia. Model pengembangan kurikulum dari pada ahli tersebut
dijelaskan sebagai berikut:
1. Model Ralph Tyler
Model pengembangan kurikulum, didasarkan
“pada
pertanyaan” yang mengarah pada langkah-langkah dalam pengembangan
kurikulum. Pertanyaan-pertanyaan tsb adalah:
a)
Tujuan
pendidikan, dicapai oleh sekolah?
b)
Pengalaman-pengalaman
diberikan untuk mencapai tujuan pendidikan?
c)
Bagaimanakah
pengalaman-pengalaman pendidikan diorganisasikan?
d) Bagaimanakah
menentukan tujuan telah tercapai?
Model Ralph Tyler mengungkapkan bahwa untuk
mengembangkan suatu kurikulum, perlu menempatkan empat pertanyaan berikut: (1) Objectives; What educational purposes should the school seek to
attain; (2) Selecting
Learning experiences; What
educational experiences can be provided that are likely to attain these
purposes?; (3) Organising Learning experiences; How can these educational experiences be effectively organised?; dan (4) evaluation; How
can we determine wether theses purposes are being attained?
Model Ralph Tyler, Kebutuhan Peserta didik; Kebutuhan Masyarakat; Perkembangan
Ipteks. Tujuan
umum pembelajaran secara tentative, Landasan Filsafat, Landasan Psikologis, Merumuskan Tujuan Pembelajaran,
seleksi
pengalaman belajar, Organisasi Pengalaman belajar, menata pengalaman
belajar, evaluasi
pengalaman belajar.
Menurut
Ralph Tyler ada 4 tahap
pengembangan kurikulum, meliputi; (1) menentukan tujuan pendidikan, (2) proses pembelajaran, (3) organisasi pengalaman belajar, dan
(4) evaluasi pembelajaran.
a) Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan merupakan arah
atau sasaran yang harus dicapai dalam program pendidikan dan pembelajaran. Ada tiga aspek yang harus dipertimbangkan
sebagai sumber dalam penentuan tujuan pendidikan menurut Tyler, yaitu : (1) hakikat
peserta didik; (2) kehidupan masyarakat masa kini; dan (3) pandangan para ahli
bidang studi. Ketiga aspek tersebut difilter
oleh nilai-nilai filosofis masyarakat, nilai filosofis pendidikan, dan
psikologi belajar. Ada liam faktor yang menjadi arah penentuan tujuan
pendidikan, yaitu: pengembangan kemampuan berpikir, membantu memperoleh
informasi, pengembangan sikap kemasyarakatan, pengembangan minat peserta didik
dan pengembangan sikap social.
b)
Proses Pembelajaran
Salah satu aspek yang harus diperhatikan dalam penentuan proses
pembelajaran adalah persepsi dan latar belakang kemampuan peserta didik. Selain
itu, pengalaman yang sudah diperoleh siswa harus menjadi bahan pertimbangan
dalam menentukan proses pembelajaran selanjutnya.
c) Organisasi Pengalaman Belajar
Organisasi pengalaman belajar
adalah kegiatan mengorganisasi proses yang terjadi di kelas atau diluar kelas. Proses pengorganisasian pengalaman belajar
harus mencakup tahapan-tahapan balajar dan isi atau materi pembelajaran.
Pengalaman belajar harus diorganisasikan sedemikian rupa, sehingga dapat
memudahkan dalam pencapaian tujuan.
d) Menentuakn Evaluasi Pembelajaran
Kegiatan mengevaluasi adalah
kegitan untuk mengevaluasi apa yang hendak dievaluasi. Maka, jenis penilaian
yang digunakan harus disesuaikan dengan jenis dan sifat dari tujuan pendidikan
atau pembelajaran, materi pembelajaran, dan proses pembelajaran yang telah
ditetapkan sebelumnya.[3]
Evaluasi ini dilakukan untuk mengukur ketercapaian tujuan pendidikan.
2. Model Administratif
Model administratife atau garis komando (line–staff) merupakan pola pengembangan kurikulum yang paling
awal dan mungkin yang paling dikenal. Model ini diberi nama model administrative atau line–staff karena
inisiatif dan gagasan pengembangan datang dari para administrator pendidikan
dan mengunakan prosedur administrasi.
Pengembangan kurikulum model ini disebut dengan istilah dari atas ke bawah (top down). Ide awal; dari para pejabat tingkat atas pembuat
keputusan dan bijakan. Langkah kedua
adalah membuat suatu tim pelaksana untuk mengembangkan kurikulum, yang terdiri
para ahli, yaitu: (a) pejabatan dibawahnya, (b) ahli pendidikan, (c) kurikulum, (d) disiplin ilmu, (e)
tokoh masyarakat, (f) tim pelaksana pendidikan, dan (g) pihak dunia kerja.
Tentu saja tim ini dibentuk oleh pejabat yang berwewenang. Tugas dari tim atau komisi ini
adalah meruuskan konsep – konsep dasar, landasan – landasan, kebijakan dan
strategi utama dalam mengembangkan kurikulum.
Tim kerja pengembangan kurikulum bertugas menyusun kurikulum yang lebih
operasional. Kurikulum dijabarkan dari konsep-konsep dan kebijaksanaan dasar
yang telah digariskan oleh tim pengarah. Tugas tim kerja ini merumuskan
tujuan-tujuan yang lebih operasional dari tujuan-tujuan yang lebih umum,
memilih dan menyusun sekuens bahan pelajaran, memilih strategi pengajaran dan
evaluasi, serta menyusun pedoman-pedoman pelaksanaan kurikulum tersebut bagi
para guru.
Model pengembangan kurikulum ini berdasarkan pada cara kerja atasan–bawahan
(top–down)[4] yang dipandang efektif dalam
pelaksanaan perubahan kurikulum. Karena dengan model administrasi atau garis
komando memiliki langkah-langkah sebagai berikut:
a.
Administrator Pedidikan atau pemimpin membentuk komisi pengarah.
b. Komisi Pengarah bertugas merumuskan rencana umum, untuk mengembangkan
prinsip–prinsip sebagai pedoman, menyaipkan suatu pernyataan filosofi, tujuan-tujuan
untuk seluruh wilayah sekolah.
c.
Membentuk komisi kerja pengembangan kurikilum yang bertugas mengembangkan
kurikulum secara operasional mencakup keseluruh komponen kurikulum dengan
mempertimbangkan landasan dan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum.
d. Komisi pengarah memeriksa hasil kerja dari komisi kerja dan menyempurnakan
bagian-bagian tertentu bila dianggap tidak perlu.
Dengan demikian prinsip
pengembangan kurikulum model administratif ini, berdasarkan konsep, inisiatif,
dan arahan dari atas kebawah, maka akan membutuhkan waktu bertahun-tahun agar
dapat berjalan dengan baik. Hal ini disebabkan adanya tunututan untuk
mempersiapkan para pelaksana kurikulum tersebut.
3. Model Grass Roots
Pengembangan
kurikulum model Grass Roots, yaitu dikebalikan dari model administratif. Dimulai
dari arus bawah atau dari bawah ke atas. Maka model ini diberi nama Grass Roots; karena
ada inisiatif; ada gagasan pengembangan kurikulum yang datang dari seorang guru
atau sekelompok guru disuatu sekolah.
Model Grass Roots, lebih demokratis; sebab model ini dilakukan oleh para pelaksana di
lapangan. Perbaikan dan peningkatan, dimulai dari unit-unit terkecil dan spesifik, menuju bagian yang lebih besar. Dalam model pengembangan Grass Roots, seorang guru, sekelompok guru, atau
keseluruhan guru di suatu sekolah mengadakan upaya pengembangan kurikulum.
Pengembangan model Grass
Roots ini diberi nama Grass roots karena inisiatif dan gagasan pengembangan kurikulum
datang dari seorang guru atau sekelompok guru atau keseluruhan guru di suatu
sekolah. Hal itu tentu saja didasarkan
atas pertimbangan bahwa guru adalah:
Perencana, pelaksana, penyempurna dari pengajaran di kelasnya.
Dalam
pengembangan model Grass Roots ini,
ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu: (a) Guru memiliki kemampuan professional; (b) Guru
harus terlibat penuh dalam perbaikan kurikulum, penyelesaian kurikulum; (c) Guru
harus terlibat langsung dalam perumusan tujuan, pemelihan bahan pelajaran dan penentuan evaluasi; (d) Pertemuan kelompok yang dilakukukan guru akan berdampak terhadap; pemahaman
guru, dan menghasilkan konsensus tujuan, prinsip, maupun rencana-rencana; (e) Muncul konsensus tujuan, prinsip–prinsip maupun rencana–rencana diantara
para guru; (f) Bersifat desentralisasi dan demokratis.
4. Model Demonstrasi
Model demonstrasi pada dasarnya bersifat “grass-rotss”, dalam artian datang dari bawah. Model ini diprakarsai oleh
sekelompok guru atau sekelompok guru bekerja sama dengan ahli yang bermaksud
mengadakan perbaikan kurikulum. Model ini umumnya bersekala kecil, hanya
mencakup satu atau beberapa sekolah, satu komponen kurikulum atau mencakup
keseluruhan komponen kurikulum.
Menurut Smith, Stanley dan Shores, ada dua bentuk model
pengembangan ini: Pertama, sekelompok guru dari satu sekolah atau beberapa sekolah
yang diorganisasi melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan
menghasilkan suatu model kurikulum. Pengembangan model ini diprakarsai oleh pihak Departemen
Pendidikan, dilaksanakan oleh kelompok guru utk inovasi, perbaikan kurikulum. Kedua, beberapa guru merasa kurang puas, mengadakan
eksperimen, uji coba, pengembangan secara
mandiri. Pada dasarnya guru melakukan percobaan yang belum pernah, inovasi terhadap
kurikulum, ditemukan pengembangan kurikulum lebih baik dari yang telah ada sebelumnya.
Ada beberapa kelebihan dalam penerapan model Demonstrasi pengembangan
ini, yaitu:
a. Kurikulum ini akan lebih nyata dan praktis karena
dihasilkan melalui proses yang telah diuji dan diteliti secara ilmiah.
b. Perubahan kurikulum dalam skala kecil atau pada aspek
yang lebih khusus kemungkinan kecil akan ditolak oleh pihak administrator, akan
berbeda dengan perubahan kurikulum yang sangat luas dan kompleks.
c. Hakekat model demonstrasi berskala kecil akan terhindar
dari kesenjangan dokumen dan pelaksanaan dilapangan.
d. Model ini akan menggerakan inisiatif, kreativitas
guru-guru serta memberdayakan sumber-sumber administrasi untuk memenuhi
kebutuhan dan minat guru dalam mengembangkan program baru.
Kelemahan
model ini adalah bagi guru-guru yang tidak turut berpartisipasi mereka akan
enggan-enggan. Dalam keadaan terburuk mungkin saja akan terjadi apatisme dikalangan guru.
5. Model Miller-Seller
Model pengembangan Miller-Seller merupakan pengembangan
kurikulum kombinasi dari model transmisi (Gagne) dan model transaksi (Taba’s
& Robinson), dengan tahapan pengembangangan sebagai berikut: (a) Klarifikasi
Orientasi Kurikulum; (b) Pengembangan Tujuan; (c) Identifikasi Model Mengajar; dan (d) Implementasi.
a) Klarifikasi Orientasi Kurikulum
Orientasi ini
merefleksikan pandangan; filosofis, psikologis, dan sosiologis
terhadap kurikulum yang seharusnnya dikembangkan. Menurut Miller Seller ada tiga jenis orientasi kurikulum
yaitu; transmisi,
transaksi, dan transformasi.
b) Pengembangan Tujuan
Mengembangkan tujuan umum
dan tujuan khusus berdasarkan orientasi kurikulum yang bersangkutan.
(1) Tujuan umum dalam konteks ini adalah merefleksikan
pandangan orang (image person) dan pandangan kemasyarakatan.
(2) Perlu dikembangkan tujuan-tujuan yang lebih khusus hingga
pada tujuan instruksional.
c) Identifikasi Model Mengajar
Pelaksana kurikulum perlu mengidentifikasi srategi
mengajar yang akan digunakan yang disesuaikan dengan tujuan dan orientasi
kurikulum. Ada beberapa criteria yang harus diperhatikan dalam
menentukan model mengajar yang akan digunakan yaitu :
(1) Disesuaikan dengan tujuan umum maupun tujuan khusus.
(2) Strukturnya harus sesuai dengan kenutuhan siswa.
(3) Guru yang menerapkan kurikulum ini harus sudah memahami
secara utuh, sudah dilatih, dan mendukung model.
(4) Tersedia sumber-sumber yang esensial dalam pengembangan
model.
d) Implementasi
Dilaksanakan dengan memperhatikan komponen-komponen;
(1) program studi,
(2) identifikasi sumber,
(3) peranan,
(4) pengembangan professional,
(5) penetapan waktu,
(6) komunikasi dan sistem monitoring.
Langkah ini merupakan langkah akhir dalam pengembangan
kurikulum.
Prosedur orientasi yang
dibakukan pada umumnya tidak sesuai dengan kurikulum tranformasi. Sebaliknya kurikulum
transmisi pada umumnya menggunakan teknik-teknik
evaluasi berstruktur dalam menilai kesesuaian antara pengalaman-pengalaman,
stategi belajar dan tujuan pendidikan.
6. Model Hilba Taba (Inverted Model)
Model
pengembangan kurikulum diperkenalkan oleh Hilba Taba pada tahun 1962. Taba,
lahir di desa kecil Kooraste, Estonia. Hilda Taba, memulaik pendidikannya di
Sekolah Paroki Kanepi. Beliau kemudian belajar di Voru’s Giris ‘Grammar School
dan mendapatkan gelar sarjana dalam Bahasa Inggeris dan Falsafah di Universitas
Tartu. Hilda, menyambung pelajaran Master Degree di Bryn Mawr College
Pennsylvania pada tahun 1927 dan Teachers College di Columbia University (Ph.D.
1932).[5]
Model
pendekatan kurikulum yang dilakukan Hilba Taba
(Inverted Model) merupakan modifikasi dari model Tyler. Memodifikasi model dasar Tyler agar lebih representatif terhadap
perkembangan kurikulum diberbagai sekolah. Taba mempercayai bahwa dalam usaha pengembangan kurikulum adalah guru
merupakan faktor utama dalam usaha pengembangan kurikulum. Guru harus penuh aktif dalam pengembangan kurikulum.
Pengembangan kurikulum yang dilakukan guru dan
memposisikan guru sebagai innovator dalam pengembangan kurikulum merupakan
karakteristik dalam model pengembangan Taba. Dalam
pengembangannya, model ini bersifat induktif, berbeda dengan model tradisional
yang deduktif.
Dalam
pendekatannya, Taba menganjurkan untuk menggunakan pertimbangan ganda terhadap
isi (organisasi kurikulum yang logis) dan individu pelajar (psikologi
organisasi kurikulum). Langkah-langkah dalam
proses pengembangan kurikulum menurut Model Hilba Taba (converted
model), adalah (1) Diagnosa kebutuhan; (2) Merumuskan
tujuan pembelajaran; (3) Seleksi
Materi; (4) Organisasi Materi;
(5) Seleksi
Pengalaman belajar; (6) Organisasi pengalamaan belajar; dan
(7) Menentukan
cara dan alat evaluasi untuk mengetahui hasil kegiatan. Selain itu, langkah-langkah pengembangan kurikulum
menurut model Hilba Taba
(Inverted Model),,yaitu: (1) Mengadakan unit-unit eksperimen bersama dengan guru-guru; (2) Menguji
unit eksperimen; (3) Mengadakan revisi dan konsolidasi; (4) Pengembangan keseluruhan kerangka kurikulum (developing a framework); (5) Implementasi dan desiminasi.
Model Wheeler:
Pendakatan yang
digunakan Wheeler dalam pengembangan kurikulum pada dasarnya memiliki bentuk
rasional. Artinya, setiap langkah kurikulum pada dasarnya memiliki bentuk
rasional. Setiap langkah merupakan pengembangan secara logis terhadap model
sebelumnya. Setiap
langkah tidak dapat
dilakukan, sebelum langkah-langkah sebelumnya telah
diselesaikan.
Model Pengembangan
kurikulum Wheeler, memiliki langkah-langkahnya, adalah: (a) Selection of aims, goals, and objectiver; (seleksi maksud, tujuan, dan sasarannya);
(b) Selection of learning
exprerinces to help achieve these aims, goals and objectives (seleksi
pengalaman belajar untuk membantu mencapai maksud, tujuan, dan sasaran); (c) Seleksi
isi materi; (d) Organisasi dan integrasi pengalaman belajar dan materi; (e) Evaluasi.
Model Nicholls:
Pengembangan kurikulum
model Nicholls, ada lima langkah
pengembangan kurikulum menurut Nicholls, yaitu: (a) Menentukan
tujuan khusus - Selection of
objectives; (b) Analisis situasi - Situation
analysis; (c) Evaluasi; (d) Menentukan dan mengorganisasi metode - Selection and organisation of methods;
dan (e) Menentukan dan
mengorganisasi isi pelajaran - Selection and organisation of content.
Model
Pengembangan Kurikulum Nicholls menggunakan suatu pendekatan yang tegas atau jelas,
mencakup elemen-elemen kurikulum secara jelas tetapi ringkas. Model Nicholls lebih
menitik beratkan pada pendekatan yang rasional dari pengembangan kurikulum,
khususnya dimana kebutuhan untuk kurikulum baru muncul dari perubahan-perubahan
situasi.
Langkah-langkah
dalam proses perkembangan kurikulum Nicholls adalah : (a) Analisis situasi (b)
Seleksi tujuan (c) Seleksi dan
organisasi isi; (d) Seleksi dan
organisasi metode; dan (e)
Evaluasi Pada analisis situasi merupakan suatu tindakan yang disengaja untuk
memaksa para pengembang kurikulum agar lebih responsif terhadap lingkungan
mereka dan secara khusus untuk kebutuhan anak didik.
Maka dengan menerapkan “analisis situasi”
sebagai titik permulaan, akan memberikan dasar data yang mana tujuan-tujuan yang
lebih efektif mungkin akan dikembangkan. Dengan demikian, model ini fleksibel terhadap perubahan-perubahan
situasi, sehingga hubungan perubahan-perubahan dapat dilihat untuk elemen-elemen pada model berikutnya.
Model
Skilbeck:
Pengembangan
kurikulum model Skilbeck, langkah-langkahnya adalah: (a) Analisis situasi; (b) Merumuskan
Tujuan; (c) Membuat Program; (d) Interpretasi
dan implementasi; dan (e) Monitoring,
umpan balik,asesmen,dan rekonstruksi.
Model
Saylor
Pengembangan
kurikulum model Saylor, langkah-langkahnya
adalah: (a) Goal
and objectives; (b) Perancangan
Kurikulum (silabus); (c) Implementasi Kurikulum (KBM); (d) Evaluasi Kurikulum.
Model ini
menunjukkan bahwa perencana kurikulum mulai dengan menentukan atau menetapkan
tujuan sasaran pendidikan yang khusus dan utama yang akan mereka capai. Maka, Saylor, Alexander dan Lewis, mengklasifikasi
serangkaian tujuan ke dalam empat bidang kegiatan dimana pembelajaran terjadi,
yaitu: (1) perkembangan pribadi, (2) kompetensi
social, (3) ketrampilan yang berkelanjutan; dan (4) spesialisasi.
Setelah tujuan dan
sasarn serta bidang kegiatan ditetapkan, maka perencana
memulai proses merancang kurikulum. Diputuskan kesempatan belajar yang tepat
bagi masing-masing bidang kegiatan dan bagaimana serta kapan kesempatan ini
akan disediakan.
Setelah
rancangan dibuat (mungkin lebih dari satu rancangan), guru-guru yang menjadi
bagian dari rencana kurikulum, harus membuat rencana pengajaran. Guru harus memilih metode
bagaimana kurikulum dapat dihubungkan dengan pelajar. Maka, guru pada tahap ini harus dikenalkan dengan istilah
tujuan pengajaran, sehingga para guru dapat memerinci tujuan pengajaran sebelum memilih
strategi atau cara presentasi.
Dengan demikian, perencana
kurikulum dan guru terlibat dalam evaluasi. Para guru harus
memilih teknik evaluasi yang akan digunakan. Saylor dan Alexander
mengajukan suatu rancangan yang mengijinkan: (1) evaluasi dari seluruh program
pendidikan sekolah, termasuk tujuan, subtujuan, dan sasaran; keefektifan
pengajaran akan pencapaian siswa dalam bagian tertentu dari program, juga (2)
evaluasi dari program evaluasi itu sendiri. Proses evaluasi memungkinkan perencana kurikulum
menetapkan apakah tujuan sekolah dan tujuan pengajaran telah tercapai.[6]
7. Model Perkembangan Kurikulum di Indonesia
Perkembangan
Kurikulum di Indonesia, kurikulum1947 Rencana pelajaran Dirinci dalam rencana
Pelajaran terurai; 1964 Rencana Pendidikan Sekolah Dasar; kurikulum 1968
disebut Kurikulum Sekolah Dasar; kurikulum 1973 disebut Kurikulum Proyek
Perintisan Sekolah Pembangunan (PPSP); kurikulum 1975 disebut Kurikulum Sekolah
Dasar; kurikulum 1984 disebut Kurikulum 1984; kurikulum 1994 disebut Kurikulum
1994; kurikulum 1997 merupakan Revisi Kurikulum 1994; kurikulum 2004 merupakan
Rintisan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK); kurikulum 2006 disebut Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP); dan Kurikulum 2013.
a)
Kurikulum
tahun 1964
Bersifat tradisonal yaitu pendidikan dan pengajaran
dimaksudkan untuk memberi pelajaran kepada siswa dengan ciri khusus yakni:
(1) Tujuan pembelajaran hanya memberi bekal kepada siswa agar
mampu melanjutkan kejenjang selanjutnya.
(2) Pembelajaran hanya menekankan penguasaan materi saja.
(3) Pola pembelajaran satu arah (guru aktif siswa pasif)
(4) Organisasi kurikulumnya
bervariasi Khusus untuk sekolah kejuruan antara teori dan praktik
dipisahkan.
(5) Mata pelajaran PAI masuk kedalam pelajaran budi
pekerti.
b)
Kurikulum
tahun 1968
(1) Mata pelajaran PAI yang awalnya masuk dalam pelajaran
budi pekerti pada tahun 1968 resmi menjadi mata pelajaran sendiri yakni mata
pelajaran PAI karna PKI dibubarkan,
(2) lebih mengarah kepada Pancasila sebagai dasar Negara
RI.
c) Kurikulum
tahun 1975
(1) Adanya kurikulum yang mengajarkan bahwa pembelajaran
harus memperhatikan lingkungan yang ada disekitar dimana tempat pembelajaran
dilaksanakan.
(2) Kurikulum 1975 mulai mengenal PPSI (Prosedur
Pengembangan Sistem Instruksional).
d) Kurikulum
tahun 1984
(1) Pola pembelajaran dua arah yakni siswa ikut aktif
dalam mempelajari mata pelajaran tertentu.
(2) Kurikulum 1984 mengenal adanya sistem semester untuk
jenjang SMP dan SMA sedangkan SD catur wulan (cawu).
e)
Kurikulum
tahun 1994
Ada
pengembangan kurikulum pada tahun 1994 yakni:
(1) Adanya penerapan muatan lokal,
(2) Konsep link dan match (keterkaitan dan kesepadanan)
antara penddikan dengan dunia kerja.
(3) Peningkatan wajib belajar yang awalnya 6 tahun menjadi
9 tahun.
f) Kurikulum tahun 1999
Karena adanya era reformasi maka Kurikulum 1999 disebut
kurikulum suplemen yaitu adanya pelajaran yang bisa tetap diajarkan dan ada
yang tidak yakni pelajaran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila).
g)
Kurikulum
tahun 2004, Kurikulum Berbasis Kopetensi (KBK)
Ciri khusus KBK yakni:
(1) Lebih memgutamakan kemampuan
(2) Menekankan bantuan alat
(3) Evaluasi lebih menekankan kepada kemampuan atau
percepatan masing-
(4) masing siswa.
(5) Berbasis kinerja: lebih menekankan kinerja.
h) Kurikulum tahun 2006/2007,Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP)
(1) kebebasan pada masing – masing sekolah,
(2) otonomi pada tingkat sekolah.
(3) sekolah
memiliki keleluasaan mengembangkan kurikulum;
(4) guru memiliki keluasan dalam mengembangkan kurikulum.
Permasalahan Kurikulum 2006;
(1) Konten kurikulum masih terlalu padat yang ditunjukkan
dengan banyaknya Matapelajaran dan banyak materi yang keluasan dan tingkat
kesukarannya melampaui Usia anak
(2) Kurikulum belum sepenuhnya berbasis kompetensi sesuai
dengan tuntutan fungsi dan Tujuan pendidikan nasional.
(3) Kompetensi belum menggambarkan secara holistik domain sikap,
keterampilan, dan pengetahuan.
(4) Beberapa komptensi yang dibutuhkan sesuai dengan
perkembangan kebutuhan (misalnya pendidikan karakter, metodologi pembelajaran
aktif, keseimbangan soft skills
and hard skills, kewirausahaan) belum terakomudasi di dalam
kurikulum.
(5) Kurikulum belum peka dan tanggap terhadap perubahan
sosial yang terjadi pada tingkat lokal, nasional, maupun global.
(6) Standar proses pembelajaran belum menggambarkan urutan
pembelajaran yang rinci sehingga membuka peluang penafsiran yang beraneka ragam
dan berujung pada pembelajaran yang berpusat pada guru.
(7) Standar penilaian belum mengarahkan pada penilaian
berbasis kompetensi (proses dan hasil) dan belum secara tegas menuntut adanya
remediasi secara berkala.
(8) Dengan KTSP memerlukan dokumen yang lebih rinci agar
tidak menimbulkan multi tafsir.
i) Kurikulum 2013
PP No. 32 Tahun 2013; Perubahan Kurikulum tentang (a) Landasan
Pengembangan Kurikulum 2013; (b) Permasalahan Kurikulum 2006; (c) Alasan
Pengembangan Kurikulum 2013; (d) Identifikasi Kesenjangan Kurikulum; dan (e) Kurikulum
sebagai Indikator Sistem Nilai, Pengetahuan dan Keterampilan
Landasan Pengembangan Kurikulum 2013
1) Aspek Filosofi;
(a) Filosofi pendidikan yang berbasis pada nilai-nilai luhur, nilai akademik,
(b) kebutuhan peserta didik dan masyarakat
(c) Kurikulum berorientasi pada pengembangan kompetensi
2) Aspek Yuridis
RPJMN 2010-2014 Sektor
Pendidikan
(b) Perubahan metodologi pembelajaran
(c) Penataan kurikulum
INPRES Nomor 1 Tahun 2010
Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan
Nasional: Penyempurnaan kurikulum dan metode pembelajaran aktif berdasarkan nilai-
nilai Budaya bangsa Untuk Membentuk Daya Saing Karakter Bangsa.
3) Aspek Konseptual
(a) Relevansi
(b) Model Kurikulum Berbasis Kompetensi
(c) Kurikulum lebih dari sekedar dokumen
(d) Proses pembelajaran; Aktivitas belajar, Output
belajar, Outcome belajar
(e) Penilaian; Kesesuaian teknik penilaian dengan kompetensi
Penjenjangan penilaian.
4) Penyempurnaan Pola
Pikir Perumusan Kurikulum
Permasalahan
Kurikulum KBK 2004, KTSP 2006, Kurikulum 2013, sebagai berikut;
(a) KBK
2004 dan KTSP
2006; Standar kompetensi lulusan diturunkan dari standar isi. Sedangkan Kurikulum 2013; Standar kompetensi lulusan diturunkan dari kebutuhan.
(b)
KBK 2004 dan KTSP 2006; Standar isi dirumuskan berdasarkan Tujuan Mata Pelajaran (Standar Kompetensi Lulusan Mata
Pelajaran) yang dirinci menjadi Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran. Sedangkan Kurikulum
2013; Standar isi diturunkan dari Standar Kompetensi Lulusan melalui
kompetensi inti yang bebas mata
pelajaran
(c)
KBK 2004 dan KTSP 2006; Pemisahan
antara mata pelajaran pembentuk sikap,
pembentuk keterampilan, dan pembentuk
pengetahuan. Sedangkan Kurikulum 2013; Semua mata pelajaran
harus berkonstribusi terhadap pembentukan sikap, keterampilan dan pengetahuan.
(d) KBK 2004 dan KTSP 2006; Kompetensi diturunkan dari mata pelajaran. Sedangkan Kurikulum
2013; Mata pelajaran diturunkan dari kompetensi yang
logis dicapai.
(e) KBK
2004 dan KTSP
2006; Mata pelajaran lepas satu dengan
yang lain, seperti sekumpulan mata
pelajaran terpisah. Sedangkan Kurikulum 2013; Semua
mata pelajaran diikat oleh kompetensi inti
(tiap kelas).[7]
5) Alasan Pengembangan Kurikulum 2013
(a) Tantangan Masa Depan, terkait dengan
persoalan; (1) Globalisasi: WTO, ASEAN Community, APEC,CAFTA; (2) Masalah
lingkungan hidup; (3) Kemajuan teknologi informasi; (4) Konvergensi
ilmu dan teknologi; (5) Ekonomi berbasis pengetahuan; (6) Kebangkitan
industri kreatif dan budaya; (7) Pergeseran kekuatan ekonomi dunia; (8) Pengaruh
dan imbas teknosains; (9) Mutu, investasi dan transformasi pada sector pendidikan; dan (10) Hasil TIMSS dan PISA.
(b) Kompetensi Masa depan, terkait dengan
persoalan; Kemampuan berkomunikasi; Kemampuan berpikir jernih dan kritis;
Kemampuan mempertimbangkan segi moral suatu permasalahan; Kemampuan menjadi
warga negara yang efektif; Kemampuan mencoba untuk mengerti dan toleran
terhadap pandangan yang berbeda; Kemampuan
hidup dalam masyarakat yang mengglobal; Memiliki
minat luas mengenai hidup; Memiliki kesiapan untuk bekerja; Memiliki kecerdasan sesuai dengan bakat/minatnya.
(c) Fenomena Negatif yang Mengemuka,
terkait dengan persoalan; Perkelahian
pelajar; Norkoba; Korupsi; Plagiarisma; Kecurangan dalam Ujian; Gejolak masyarakat.
(d) Persepsi Masyarakat, terkait dengan
persoalan; Terlalu menitikberatkan pada
aspek kognitif; Beban siswa terlalu berat; dan Kurang bermuatan karakter.
6) Identifikasi Kesenjangan Kurikulum
Identifikasi Kesenjangan Kurikulum antara Kondisi Saat
Ini dan Kondisi Ideal, sebagai berikut:
(a) Kondisi Saat Ini;
(1) Kompetensi Lulusan
(a) Sikap belum memcerminkan karakteristik mulia
(b) Keterampilan Belum Sesuai Kebutuhan
(c) Pengetahuan-pengetahuan Lepas.
(2) Materi
Pembelajaran
(a) Belum relevan dengan kompetensi yg dibutuhkan,
(b) Beban belajar terlalu berat,
(c) Terlalu luas, kurang mendalam.
(3) Proses
Pembelajaran
(a) Berpusat pada guru (teacher centered learning)
(b) Sifat pembelajaran berorientasi pada buku teks
(c) Buku teks hanya memuat materi bahasan’
(4) Penilaian
(a) Lebih Menekankan aspek kognitif
(b) Test menjadi cara penilaian yang dominan.
(5) Pendidik
dan Tenaga Kependidikan
(a) Memenuhi kompetensi profesi saja
(b) Fokus pada ukuran kinerja
PTK.
(6) Pengelolaan
Kurikulum
(a) Satuan pendidikan mempunyai kebebasan dalam pengelolaan
kurikulum.
(b) Masih terdapat kecenderungan satuan pendidikan menyusun
kurikulum tanpa mempertimbangkan Kondisi satuan pendidikan, kebutuhan peserta
didik, dan potensi daerah.
(c) Pemerintah hanya menyiapkan samapi standar isimata
pelajaran
(b) Kondisi Ideal
(1) Kompetensi Lulusan
(a) Berkarakter mulia
(b) Keterampilan yang relevan
(c) Pengetahuan-pengetahuan terkait.
(2) Materi
Pembelajaran
(a) Relevan
dengan kompetensi yg dibutuhkan
(b) Materi esensial
(c) Sesuai dengan tingkat perkembangan anak.
(3) Proses Pembelajaran
(a) Berpusat pada peserta didik
(b) Sifat pembelajaran yang kontekstual
(c) Buku teks memuat materi dan proses pembelajaran, sistem
penilaian serta kompetensi yang
diharapkan.
(4) Penilaian
(a) Menekankan aspek kognitif, afektif, psikomotorik secara
proporsional.
(b) Penilaian test dan
fortofolio saling melengkapi.
(5) Pendidik
dan Tenaga Kependidikan
(a) Memenuhi kompetensi profesi, paedagogi, sosial, dan
personal.
(b) Motivasi mengajar.
(6) Pengelolaan Kurikulum
(a) Pemerintah pusat dan daerah memiliki kendali kualitas
dalam pelaksanaan kurikulum di tingkat satuan pendidikan.
(b) Satuan pendidikan mampu menyusun kurikulum dengan
mempertimbangkan kondisi satuan pendidikan, kebutuhan peserta didik, dan
potensi daerah.
(c) Pemerintah menyiapkan semua komponen kurikulum sampai buku teks dan pedoman.
IV. Bahan Bacaan
Asfari Rifai, Soekirno, Soedarminto Materi Pokok Pengembangan Kurikulum dan
Bahan Belajar I; 1-9 PMAK8160/3 SKS, Jakarta, Universitas Terbuka, 1999, Cet. 3.
Sumber: http://www.sarjanaku.com/2012/01/model-model-pengembangan-kurikulum.html
.diakses 09 Maret 13.
Dakir, 2004, Perencanaan
dan Pengembangan Kurikulum, Jakarta : PT. Rineka Cipta.
H. Ladjid Hafni, 2005, Pengembangan Kurikulum, PT. Ciputat Press Group.
Sukiman Danang. 2006. Telaah
Kurikulum. Jakarta : Pustaka, Jakarta
Copyright © Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan http://www.kemdikbud. go.id/kemdikbud/uji-publik-kurikulum-2013-1,diakses
pada senin, 2 desember 2013, jam. 11.20 WIB.
Dhimas Aji
Bayuari Kusuma, “Model – Model Pengembangan Kurikulum”, dikutip dari: http://dhimasaji.blogs.uny.ac.id/2015/11/20/model-model-pengembangan-kurikulum/,
diakses pada Senin, 16 Okotober 2017, jam. 09.36 WIB
[1] Hujair AH.
Sanaky, Dr. MSI, adalah dosen Program Pascasarjana FIAI UII dan Dosen Prodi
Pendidikan Agama Islam FIAI UII Yogyakarta.
[3] Baca: Dhimas Aji Bayuari Kusuma, “Model – Model Pengembangan Kurikulum”, dikutip dari: http://dhimasaji.blogs.uny.ac.id/2015/11/20/model-model-pengembangan-kurikulum/,
diakses pada Senin, 16 Okotober 2017, jam. 09.36 WIB
[4] Baca: H. Dakir, Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum,
(Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2004), hlm.
[6] Dhimas Aji
Bayuari Kusuma, “Model – Model Pengembangan Kurikulum”, dikutip dari: http://dhimasaji.blogs.uny.ac.id/2015/11/20/model-model-pengembangan-kurikulum/,
diakses pada Senin, 16 Okotober 2017, jam. 09.36 WIB; dan baca: https://www.translate.com/english/model-pengembangan-kurikulum-audery-dan-nichollsmereka-mengembangkan-suatu-pendekatan-yang-t/39299769; dan http://pustakaazham. blogspot.co. id/ 2012/04/ model-model-pengembangan-kurikulum.html; dan http://tentangpembelajaransekolah. blogspot.co.id/ 2012/10/model-model-pengembangankurikulum.html
[7] Sumber
bahan; Copyright © Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan http://www.kemdikbud. go.id/kemdikbud/uji-publik-kurikulum-2013-1,diakses
pada senin, 2 desember 2013, jam. 11.20 WIB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar