MATERI KULIAH
PENGEMBANGAN KURIKULUM PAI
Pertemuan ke XI
Modul: XI
PERANAN GURU DALAM PENGEMBANGAN
Oleh:
Hujair AH. Sanaky[2]
I. CPMK dan Indikator Capaian
a.
CPMK: mahasiswa memahami peran guru dalam pengembangan
kurikulum PAI di sekolah/madrasah.
b.
Indikator
Pencapaian: mahasiswa dapat mengevaluasi peran
guru dalam pengem-bangan kurikulum PAI
di sekolah/ madrasah secara benar.
II. Pendahuluan
Kurikulum
merupakan salah satu “komponen
utama” pendidikan, memegang peranan penting dalam pendidikan formal untuk menentukan
ke arah mana sasaran dan tujuan peserta didik akan dibawa serta kemampuan
minimal dan keahlian apa yang harus dimiliki oleh peserta didik setelah selesai
mengikuti program pendidikan. Maka tidak mengherankan apabila komponen
utama ini selalu dirombak atau ditinjau kembalii untuk mengikuti perkembangan
ilmu pengetahuan dan perubahan zaman. Dengan demikian “kurikulum juga harus selalu
berkembang mengikuti irama perubahan”[3] masyarakat.
Karena, “pendidian selalu tumbuh dan berkembang dari prediksi skenario masa
depan yang dicita-citakan”.[4]
Istilah pengembangan merunjuk
pada suatu kegiatan untuk menghasilkan sesuatu yang baru atau cara baru, dimana
selama kegiatan tersebut penilaian dan penyempurnaan terhadap sesuatu yang baru
atau cara baru tersebut terus dilakukan. Maka, setelah
mengalami penyempurnaan-penyempurnaan akhirnya sesuatu yang baru atau cara baru tersebut dipandang cukup layak untuk digunakan seterusnya, tetapi kegiatan pengembangan tetap dilaksanakan.
Kegiatan pengembangan kurikulum mencakup penyusunan kurikulum, pelaksanaan di
sekolah-sekolah, dan evaluasi serta
penilaian secara intensif.
Pengembangan
kurikulum adalah proses perencanaan kurikulum agar menghasilkan rencana
kurikulum yang luas dan spesifik. Proses ini berhubungan dengan seleksi dan
pengorganisasian berbagai komponen situasi belajar mengajar, antara lain
penetapan jadwal pengorganisasian kurikulum dan spesifikasi tujuan yang
disarankan, mata pelajaran, kegiatan, sumber, dan alat pengukur pengembanagn
kurikulum yang mengacu pada kreasi sumber unit, rencana unit, dan garis
pelajaran kurikulum lainnya untuk memudahkan proses belajar mengajar.[5]
Berhubungan
dengan kajian perkembangan kurikulum, maka
peranan guru di dalam pengembangan kurikulum sangat berpengaruh terhadap
proses pembelajaran yang akan dilaksanakan secara kurikulum yang bersifat
sentral maupun desentral, dan sentral
desentral, ketiganya
memerlukan penerapan dan perkembangan dari peran guru tersebut. Begitu juga
dengan peranan guru PAI dalam pengembangan
kurikulum PAI di Sekolah/Madrasah.
III. Peranan Guru Dalam
Pengembangan Kurikulum PAI Di Sekolah/Madrasah
1. Guru dan Implementasi Kurikulum
Guru (bahasa Sanskerta)
yang berarti guru, tetapi arti secara harfiahnya adalah
"berat") adalah seorang pengajar suatu ilmu. Dalam bahasa Indonesia,
guru umumnya merujuk pendidik profesional.[6] Tugas utama guru adalah sebagai pengajar, mendidik, membimbing, mengarahkan, melatih, mengasuh, panutan, memotivasi, sebagai pemimpin-leader, inspirator, fasilitator,
menilai dan mengevaluasi peserta didik.
Sebagai
implementer kurikulum, guru
diharapkan berperan untuk berepran melaksanakan
kurikulum yang telah disusun. Artinya, kurikulum harus
diaplikasikan oleh guru dalam setiap proses pembelajaran di sekolah, khususnya
di kelas. Dengan demikian ruang peran guru sebagai implementer kurikulum tidak
sampai kepada penentuan isi dan target kurikulum, tetapi hanya terbatas pada
penentuan kegiatan‐kegiatan
pembelajaran, mulai dari perencanaannya sampai kepada pelaksanaannya.
Implementasi kurikulum hampir seluruhnya
bergantung pada kreatifitas, kecakapan, kesungguhan dan ketekunan guru. Guru
juga berkewajiban untuk menjelaskan kepada para siswanya tentang apa yang akan
dicapai dengan pengajarannya, membangkitkan motivasi belajar, menciptakan
situasi kompetitif, kooperatif dan memberikan pengarahan juga bimbingan kepada
peserta didik.
Pengembangan kurikulum mengarahkan ke tujuan pendidikan agar peserta didik memiliki kompetensi untuk dapat menghadapi masa depannya dengan baik. Dengan
demikian pengembangan kurikulum harus bersifat antisipatif, adaptif, dan aplikatif.
2. Peranan guru dalam pengembangan kurikulum
Dalam pengembangan kurikulum, guru memegang peranan penting dan strategis di
dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi kurikulum. Guru adalah perencana, pelaksana dan evaluasi kurikulum
bagi kelasnya. Guru memang tidak
mencetuskan sendiri, konsep-konsep tentang kurikulum, tetapi guru merupakan
penerjemah kurikulum didalam pelaksanaan. Gurulah yang mengolah, meramu kembali
kurikulum dari pusat untuk disajikan dalam pembelajaran di kelasnya. Ini berarti guru merupakan barisan terdepan dalam pengembangan
kurikulum di sekolah/madrasah. Sebab guru pulalah yang selalu melakukan perencanaan,
pelaksanaan, evaluasi serta penyempurnaan kurikulum, sebagai pelaksana
kurikulum. Guru sendiri akan menciptakan kegiatan pembelajaran bagi murid-muridnya. Maka guru dengan keahlian, keterampilan, dan kemampuan dalam mengajar, mampu
menciptakan situasi pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, empati, menggairahkan,
menyenangkan, dan penuh kesungguhan yang mampu mendorong kreatifitas peserta
didik.
Bila dilihat dari segi pengelolaan dan pengembangan kurikulum di
sekolah/madrasah, maka peran guru dalam “pengembangan kurikulum bersifat sentralisasi, desentralisasi, dan sentral
desentral”.[7]
a) Peranan Guru dalam Pengembangan Kurikulum yang
Bersifat Sentralisasi
Dalam
Kurikulum bersifat sentralistik guru tidak punya peranan dan evaluasi kurikulum bersifat
makro, guru lebih berperan dalam kurikulum bersifat mikro. Penyusunan kurikulum mikro
dijabarkan dari kurikulum makro. Kurikulum makro disusun oleh tim
khusus yang terdiri dari para ahli. Guru menyusun kurikulum bidangnya untuk jangka waktu satu tahun, satu semester, beberapa minggu, atau beberapa hari
saja.
Kurikulum untuk satu
tahun, satu semester disebut juga program tahunan. Sedangkan kurikulum untuk
beberapa minggu, beberapa hari disebut satuan pelajaran. Program tahunan,
atupun satuan pelajaran memiliki komponen-komponen yang sama yaitu tujuan,
bahan pelajaran, metode, media pembelajaran dan evaluasi, hanya saja keluasan
dan kedalaman materinya berbeda-beda. Menjadi tugas guru adalah menyusun dan
merumuskan tujuan yang tepat, memilih dan menyusun bahan pelajaran yang sesuai
dengan kebutuhan minat serta tahap pengembangan anak memiliki metode dan media
mengajar yang bervariasi serta menyusun metode dan alat yang tepat.
Suatu kurikulum yang
tersusun secara sistematis dan rinci akan sangat memudahkan guru dalam
emplimentasinya. Walaupun kurikulum sudah tersusun dengan berstruktur, tapi
guru masih mempunyai tugas untuk mengadakan penyempurnaan dan
penyesuaian-penyesuaian.[8]
b) Peranan Guru dlm Pengembangan Kurikulum, bersifat Desentralisasi:
Kurikulum disusun oleh sekolah, kelompok sekolah tertentu dalam suatu
wilayah atau daerah. Kurikulum ini hanya diperuntukan bagi suatu sekolah ataupun lingkungan
wilayah tertentu.
Pengembangan kurikulum semacam ini didasarkan pada karakteristik, kebutuhan, perkembangan daerah, dan kemampuan sekolah. Kurikulum ini isinya sangat
beragam artinya tiap sekolah atau wilayah
mempunyai kurikulum sendiri; tetapi cukup realistis.
Guru memiliki kewenangan dalam mendesain sebuah
kurikulum. Guru tidak hanya menentukan tujuan dan isi
pelajaran akan disampaikan, tetapi; (1) menentukan
strategi apa yg harus dikembangkan, dan (2) bagaimana mengukur keberhasilannya.
Bentuk kurikulum ini mempunyai
kelebihan dan kekurangan.
Kelebihan kurikulum desentralisasi antara lain :
(1) kurikulum sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan
masyarakat setempat.
(2) kurikulum sesuai dengan tingkat dan kemampuan sekolah
baik kemampuan profesional, finansial dan manajerial.
(3) disusun oleh guru-guru sendiri dengan demikian sangat
memudahkan dalam pelaksanaannya.
(4) ada
motivasi kepada sekolah (kepala sekolah, guru), untuk mengembangkan diri,
mencari dan menciptakan kurikulum yang sebaik-baiknya, dengan demikian akan
terjadi semacam kompetisi dalam pengembangan kurikulum.
Beberapa kelemahan kurikulum desentralisasi, adalah
1)
tidak adanya keseragaman untuk situasi yang membutuhkan keseragaman demi
persatuan dan kesatuan nasional, bentuk ini kurang tepat.
2)
tidak adanya standart penilaian yang sama sehingga sukar untuk
diperbandingkannya keadaan dan kemajuan suatu sekolah/ wilayah dengan sekolah/
wilayah lainnya.
3)
adanya kesulitan bila terjadi perpindahan siswa kesekolah/ wilayah lain.
4)
sukar untuk mengadakan pegelolaan dan penilaian secara nasional.
5)
belum semua sekolah/ daerah mempunyai kesiapan untuk menyusun dan
mengembangkan kurikulum sendiri.
c)
Peranan Guru dalam
Pengembangan Kurikulum yang bersifat Sentral Desentral
Kurikulum yang bersifat Sentral Desentral adalah campuran antara keduanya dapat digunakan. Peranan guru dalam dalam pengembangan kurikulum lebih
besar dibandingkan dengan yang dikelola secara sentralisasi.
Untuk mengatasi kelemahan kedua bentuk kurikulum tersebut, bentuk campuran
antara keduanya dapat digunakan yaitu bentuk sentral desentral. Dalam kurikulum
yang dikelola secara sentralisasi desentralisasi mempunyai batas-batas tertentu
juga, peranan guru dalam dalam pengembangan kurikulum lebih besar dibandingkan
dengan yang dikelola secara sentralisasi.
Kurikulum yang bersifat Sentral-Desentral;
(1) Guru-guru turut berpartisipasi, bukan hanya dalam
penjabaraban kurikulum induk ke dalam program tahunan/semester/atau satuan
pelajaran, tetapi menyusun kurikulum yang menyeluruh untuk sekolahnya.
(2) Guru-guru turut memberi andil dalam merumuskan setiap komponen dan unsur dari kurikulum.
(3) Guru mempunyai perasaan turut memilki kurikulum dan
terdorong untuk mengembangkan pengetahuan dan kemampuan dirinya dalam
pengembangan kurikulum.
Jika guru-guru sejak awal penyusunan kurikulum telah
diikut sertakan, mereka akan memahami dan benar-benar menguasai
kurikulumnya. Sebab, guru bukan hanya berperan
sebagi pengguna, tetapi perencana, pemikir, penyusun, pengembang, pelaksana, dan
evaluator kurikulum.
(1) Guru sebagai perencana pengajaran. Guru membuat perencanaan pengajaran.
Persiapan sebelum melakukan kegiatan
mengajar, perencanaan pembelajaran, penyusunan RPP.
(2) Guru Sebagai pengelola pengajaran.
Menciptakan situasi belajar menyenangkan,
Variasi metode pembelajaran, mengaktifkan siswa, tercapainya tujuan pengajaran.
(3) Guru Sebagai evaluator. Melakukan
pengukuran untuk; mengetahui tercapai hasil belajar; umpan balik
untuk perbaikan.
Dalam mengembangkan kurikulum, peran yang dijalankan guru dalam
mengembangkan kurikulum, adalah
sebagai: (1)
implementer (pelaksana); (2)
Keempat peran tersebut, dapat dijelaskan
sebagai berikut:
(1) Implementer (pelaksana):
Sebagai implementer kurikulum, guru diharapkan berperan aktif untuk melaksanakan kurikulum yang telah disusun. Artinya, kurikulum harus
diaplikasikan guru dalam setiap proses pembelajaran di sekolah, khususnya pembelajaran di kelas. Dengan demikian, “ruang peran guru sebagai implementer kurikulum tidak
sampai kepada penentuan isi dan target kurikulum, tetapi hanya terbatas pada
penentuan kegiatan‐kegiatan
pembelajaran, mulai dari perencanaannya sampai kepada pelaksanaannya. Dalam
peran ini, kedudukan guru adalah sebagai tenaga teknis yang hanya bertanggung
jawab dalam mengimplementasikan berbagai ketentuan yang ada”.[10]
Peran guru dalam posisi ini adalah melaksanakan
kurikulum PAI; (1) proses pembelajaran
sesuai dengan rencana pembelajaran, (2) menerapkan model pembelajaran
yang sesuai dengan materi pelajaran dan lingkungan sekolah, (3) “memanfaatkan
media pembelajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran, materi, kondisi siswa,
tersedia alat yang dibutuhkan”,[11] dan kondisi sekolah, (4) “menciptakan
lingkungan belajar yang menyenangkan, (5) mengembangkan interaksi pembelajaran
(strategi, metode dan teknik yang tepat)”,[12] (5) mengelola kelas dengan baik
dan sesuai dengan alokasi waktu yang tersedia; (6) merefleksikan pelaksanaan
proses pembelajaran yang dilakukan; (7) berkonsultasi dengan kepala madrasah
atau pengawas untuk mengatasi kendala yang dihadapi dan membantu kesulitan
siswa dalam proses belajar.
Proses implementasi kurikulum untuk semua mata
pelajaran, khususnya PAI, selalu menggambarkan keterkaitan proses dengan tujuan
dan isi, kejelasan materi belajar, keterkaitan dengan sosial, budaya,
teknologi, ketersediaan fasilitas, alokasi waktu, fleksibilitas, peran guru
dan siswa, peran evaluasi dan perlunya feedback.[13]
(2) Developer (pengembang):
Sebagai
developer (pengembang) kurikulum,
guru diberi kewenangan untuk mendesain kurikulum PAI disekolah/madrasah. Peran pengembangan kurikulum sangat terkait erat dengan karakteristik, visi dan misi
sekolah atau madrasah serta pengalaman belajar yang dibutuhkan siswa. Pelaksanaan peran ini dapat dilihat dalam pembuatan
dokumen kurikulum, pengembangan silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan muatan lokal atau mulok sebagai bagian dari struktur kurikulum. Penyusunan dan
pengembangan kurikulum “muatan lokal” sepenuhnya diserahkan kepada tiap‐tiap satuan pendidikan. Kurikulum ini
dikembangkan sesuai dengan “kebutuhan tiap‐tiap sekolah” dan sesuai dengan “character
distingtif”-nya (memiliki sifat yang berbeda).[14] Mengingat setiap sekolah memiliki
kurikulum “muatan lokal” tersendiri, maka ada kemungkinan terjadi perbedaan kurikulum muatan lokal antar satu sekolah/madrasah dengan yang lainnya.
Dalam kaitan dengan pengembangan, bila posisi guru sebagai “developer kurikulum”, guru dituntut aktif, kreatif, inovatif dan komitmen tinggi dalam penyusunan kurikulum
PAI, seperti;
(1) mengikuti in house training
tentang konsep dasar dan pengembangan kurikulum,
(2) berperan aktif dalam tim perekayasa dan
pengembang kurikulum sesuai dengan kelompok mata pelajaran,
(3) berperan aktif dalam penyusunan standar
isi dan standar kompetensi lulusan atau SKL,
(4)
berperan aktif dalam menyusun Standar Kompetensi atau SK dan kompetensi
dasar atau KD serta pemetaannya,
(5)
mengembangkan silabus pembelajaran dan menyusun semua perangkat operasional
yang mendukung RPP, seperti Lembar Kerja Siswa atau dan bahan ajar, seperti
modul pembelajaran.
(3) Adapter (penyelaras):
Sebagai adapter kurikulum, guru
memiliki kewenangan untuk menyesuaikan kurikulum dengan karakteristik
sekolah dan kebutuhan lokal, terutama kebutuhan siswa dan daerah. Dalam
fase ini, tugas pertama seorang guru adalah memahami dengan baik karakteristik
sekolahnya, lalu mengakomodir kebutuhan‐kebutuhan
masyarakat dan daerahnya, baru membuat desain kurikulum sekolah sesuai
kebutuhan sekolah dan masyarakat lokal.
Untuk memahami karakteristik dan kebutuhan
masyarakat di sekitar madrasah atau sekolah, dimulai dari
mengidentifikasi keadaan dan kebutuhan masyarakat terhadap madrasah
atau sekolah, kegiatan ini dilakukan untuk menelaah dan mendata berbagai
keadaan dan kebutuhan sekitar madrasah yang bersangkutan, data tersebut dapat
diperoleh dari berbagai pihak yang terkait di daerah sekitar madrasah yang
bersangkutan, seperti masyarakat sekitar madrasah, pemerintah daerah, instansi
vertikal terkait, perguruan tinggi, dunia usaha dan potensi daerah yang
bersangkutan yang meliputi aspek sosial, ekonomi, budaya dan kekayaan alam.
Keadaan daerah seperti telah disebutkan dapat diketahui antara lain dari;
(a) rencana pembangunan daerah bersangkutan
termasuk prioritas pembangunan daerah, baik jangka pendek maupun jangka
panjang;
(b) pengembangan
ketenagakerjaan, termasuk jenis kemampuan dan keterampilan yang
diperlukan;
(c) aspirasi
masyarakat mengenai pelestarian alam dan pengembangan daerahnya;
(d) menentukan fungsi dan susunan atau komponen
muatan yang sesaui dengan kebutuhan madrasah dan masyarakat sekitar.[15]
Berdasarkan kajian di atas, dapat diperoleh berbagai jenis
kebutuhan. Berbagai jenis kebutuhan ini dapat mencerminkan fungsi muatan
kurikulum lembaga, sekolah, daerah, atau wilayah. Artinya, kegiatan ini pada dasarnya untuk
mendata, mengkaji berbagai kemungkinan
muatan lokal yang dapat diangkat sebagai bahan kajian sesuai dengan dengan
keadaan dan kebutuhan sekolah/madrasah.
Penentuan bahan kajian kebutuhan lokal didasarkan
pada kriteria: (a) kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa (b)
kemampuan guru dan ketersediaan tenaga pendidik yang diperlukan (c)
ketersediaan sarana dan prasarana (d) tidak menimbulkan kerawanan sosial
dan keamanan (e) kelayakan berkaitan dengan pelaksanaan di madrasah (f)
menentukan mata pelajaran yang sesuai dengan kebutuhan madrasah dan masyarakat
(g) mengembangkan SK, KD dan silabus.[16]
(4) Researcher (peneliti).
Researcher kurikulum, guru memiliki peran sebagai peneliti kurikulum
atau curriculum researcher. Peran ini dilaksanakan sebagai bagian
dari tugas “profesional guru” yang memiliki tanggung jawab dalam meningkatkan
kinerja sebagai guru dalam melaksanakan kurikulum di sekolah/madarasah. Maka,
sewajarnya guru harus melakukan penelitian terhadap kurikulum sebagai wujud
tanggung jawab dalam melaksanakan kurikulum.
Maka, dalam melaksanakan peran sebagai peneliti, guru memiliki tanggung
jawab untuk menguji berbagai komponen kurikulum. Misalnya, menguji bahan-bahan
kurikulum, menguji efektivitas program, menguji strategi atau model
pembelajaran, menguji efektifitas dan efesiensi penggunaan media dan lain
sebagainya. Termasuk mengumpulkan data tentang keberhasilan siswa
dalam mencapai target kurikulum. Metode
yang digunakan oleh guru dalam meneliti kurikulum adalah penelitian tindakan kelas
(PTK) dan lesson study.
Researcher kurikulum dapat saja dilakukan
dengan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah merupakan suatu metode penelitian
yang berangkat dari “masalah yang dihadapi guru” dalam implementasi kurikulum
dalam pembelajaran di kelas. Dengan melalui PTK, guru dapat berinisiatif untuk melakukan
penelitian dan sekaligus dapat melaksanakan tindakan untuk memecahkan problem
yang dihadapi dalam pelaksanaan kurikulum di kelas.
Dengan demikian PTK bukan saja dapat menambah wawasan
guru dalam melaksanakan tugas profesionalnya, akan tetapi secara terus menerus
guru dapat meningkatkan kualitas kinerjanya. “Mendorong guru untuk meningkatkan kemampuan profesi
tanpa mengenal di jenjang mana ia mengajar”.[17] Maka dalam proses penelitian
kurikulum, guru memiliki peranan yang sangat penting, karena guru adalah “barisan
terdepan” dalam melaksanakan kurikulum dalam pembelajaran di kelas.
IV. Bahan Bacaan:
Dakir, 2004, Perencanaan dan
Pengembangan Kurikulum, Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Hujair AH. Sanaky, 2003, Paradigma Pendidikan Islam: Membangun Masyarakat Madani Indonesia,
Yogyakarta: Safiria Insania.
Hujair AH. Sanaky, 2013, Media Pembelajaran
Interaktif-Inovatif: Buku Bacaan Wajib Guru, Dosen, dan Calon Pendidik, Yogyakarta:
Kaukaba Dinpantara.
Hendyat Soetopo, 1993, Pembinaan
dan Pengembangan Kurikulum, Jakarta : PT. :Bumi Aksara.
Kaharuddin Eka Putra, Muhammad
Untung, Elina Butsiyanti, Khairunnisa, Ernawati, Peranan Guru dalam
Pengembangan Kurikulum PAI, http://kumpulanmakalahdan
artikel pendidikan.blogspot.co.id/2011/01/
peranan-guru-dalam-pengembangan-kurikul.html, diakses
pada Selasa, 12 Desember 2017, jam. 09.21.
Peran Guru Dalam Pengembangan
Kurikulum PAI, dikutip dari http://nurielfajri.blogspot.co.id/2016/08/peran-guru-dalam-pengemba
ngan-kurikulum_98.html, diakses pada Rabu, 13 Desember 2017, jam. 06.00 WIB
Kamus Indonesia online: http://www.kamuskbbi. id/inggris/ indonesia. php? mod=view&character&id=4725-kamus-inggris-indonesia.html, diakses pada Kamis, 14 Desember 2017, jam. 20.10 WIB.
Muhaimin, M.A, 2005, Pengembangan
Kurikulum Pendidikan Agama Islam, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Nana Syaodih Sukma Dinata, 2005, Pengembangan
Kurikulum Teori dan Praktek, Bandung: Remaja Rosdakarya Offset.
Suyanto dan Djihad Hisyam, 2000, Pendidikan di Indonesia Memasuki Milenium III, Jakarta: Adicita Karya Nusa.
Tim MEDP, 2008, Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan, Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam.
Oemar Hamalik,2007, Dasar-Dasar
Pengembangan Kurikulum, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Wina Sanjaya,2009,
Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan KTSP, Jakarta: Kencana Prenada.
[1] Modul Kuliah Pengembangan Kurikulum
Pendidikan Agama Islam, Pertemuan ke VIII: Materi: Langkah-Langkah Pengembangan
Kurikulum PAI, oleh: Dr. Hujair AH. Sanaky,
MSI.
[2] Hujair AH. Sanaky, Dr. MSI,
adalah dosen Program Pascasarjana FIAI UII dan Dosen Prodi Pendidikan Agama
Islam FIAI UII Yogyakarta.
[3] Hujair AH.
Sanaky, Paradigma Pendidikan Islam:
Membangun Masyarakat Madani Indonesia,(Yogyakarta: Safiria Insania, 2003),
hlm. 170.
[5] Oemar Hamalik, Dasar-Dasar
Pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), hlm. 183-184.
[6] https://id.wikipedia.org/wiki/Guru#cite_note-1
[7] Nana Syaodih Sukamdinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan
Praktek (Bandung: Remaja Rosda karya, 2006), hlm. 198
[8] Kaharuddin Eka Putra,
Muhammad Untung, Elina Butsiyanti, Khairunnisa, Ernawati, Peranan Guru dalam Pengembangan Kurikulum PAI, http://kumpulanmakalahdan
artikel pendidikan.blogspot.co.id/2011/01/peranan-guru-dalam-pengembangan-kurikul.html, diakses pada Selasa, 12 Desember
2017, jam. 09.21.
[9] Wina
Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP,
(Jakarta: Kencana Prenada, 2009), hlm. 27.
[11] Hujair
AH. Sanaky, Media Pembelajaran Interaktif-Inovatif: Buku Bacaan Wajib Guru,
Dosen, dan Calon Pendidik, (Yogyakarta: Kaukaba Dinpantara, 2013), hlm.33.
[12] Baca
lebih lanjut: Hujair AH. Sanaky, Paradigma
Pendidikan Islam: Membangun Masyarakat Madani Indonesia,(Yogyakarta:
Safiria Insania, 2003), hlm. 196.
[13] Baca: Peran Guru Dalam Pengembangan Kurikulum PAI, dikutip dari http://nurielfajri. blogspot.co.id/2016/08/peran-guru-dalam-pengembangan-kurikulum_98.html, diakses pada Rabu, 13 Desember 2017, jam. 06.00 WIB
[14] Kamus Indonesia online: http://www.kamuskbbi.id/inggris/indonesia.php?mod=view& character&id=4725-kamus-inggris-indonesia.html, diakses pada
Kamis, 14 Desember 2017, jam. 20.10 WIB.
[15] Tim MEDP, Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, 2008), hlm. 20.
[17] Suyanto dan Djihad Hisyam, Pendidikan di Indonesia Memasuki Milenium III, (Jakarta: Adicita Karya Nusa, 2000), hlm.18
Tidak ada komentar:
Posting Komentar