Jumat, 01 September 2017

Materi Kuliah: Pengembangan Kurikulum PAI



Materi Kuliah: Pengembangan Kurikulum PAI

PRINSIP-PRINSIP DESAIN KURIKULUM  UNTUK KELAS INTERNASIONAL

Hujair AH. Sanaky[1]



A. Pendahuluan
Kurikulum memegang peranan penting dalam pendidikan, sebab posisinya berkaitan dengan penentuan arah, isi dan proses pendidikan yang pada akhirnya menentukan macam dan kualifikasi lulusan suatu lembaga pendidikan.   Tuntutan dan gagasan untuk membuka kelas internasional oleh prodi hukum Islam UII mengharuskan untuk melakukan inovasi dalam desain kurikulum. Inovasi tersebut akan berjalan dan mencapai sasarannya jika progam pendidikan tersebut dirancang dan di implementasikan sesuai dengan visi, misi, tujuan, kondisi dan tuntutan tersebut.
Desain kurikulum menyangkut pola pengorganisasian unsur-unsur atau komponen kurikulum. Penyusunan desain  kurikulum dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu dimensi horisontal dan vertikal. Pertama, dimensi horisontal berkenaan dengan penyusunan dari lingkup isi kurikulum yang tentu saja bermutana nasional dan internasional. Tentu saja lingkup ini sering diintegrasikan dengan proses belajar dan mengajarnya. Kedua, dimensi vertikal, yaitu menyangkut penyusunan sekuens bahan berdasarkan urutan tingkat kesukaran.[2]  Dalam artian bahan akan tersusun mulai dari yang mudah, kemudian menuju pada yang lebih sulit, atau mulai dengan yang dasar diteruskan dengan yang lanjutan.
Desain kurikulum adalah mendeskripsikan secara terperinci tentang komponen yang harus ada pada setiap kurikulum serta desain kurikulum yang dapat digunankan untuk proses pembelajaran.  Dalam desain kurikulum  terdapat beberapa komponen, diantaranya adalah tujuan kurikulum, bahan ajar atau materi atau isi dari kurikulum tersebut, strategi mengajar atau metode mengajar, media pembelajaran dan evaluasi pembelajaran. Komponen-komponen tersebut saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Setiap komponen mempunyai isi yang sangat penting sekali bagi kelangsungan kurikulum.

B.   Pengertian Desain Kurikulum
Desain diartikan sebagai suatu petunjuk yang memberi dasar, arah, tujuan dan teknik yang ditempuh dalam memulai dan melaksanakan suatu kegiatan dalam konteks ini adalah ”desain kurikulum untuk kelas internasional”. Fred Percival dan Henry Ellington dalam Hamalik, mengemukakan bahwa ”desain kurikulum” adalah pengembangan proses perencanaan, validasi, implementasi, dan evaluasi kurikulum.[3]  Ini berarti, desain kurikulum diartikan ”sebagai proses” daripada pelaksanaan atau penerapan model kurkulum dalam dunia pendidikan.[4]
Kurikulum dapat  diartikan sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.[5]  Dalam Kepmendiknas No. 232/U/2000, defenisi kurikulum adalah seperangkat  rencana   dan  pengaturan  mengenai  isi  maupun bahan kajian  dan  pelajaran  serta cara  penyampaian dan penilaian yang digunakan sebagai pedoman  penyelenggaraan kegiatan  belajar-mengajar di perguruan tinggi.”
Mendesain kurikulum berarti menyusun rancangan atau menyusun model kurikulum sesuai dengan misi, visi dan tujuan.[6]  Menurut George A. Beauchamp ”….Curriculum design may be defined as the substance and organization of goal and culture content so arranged as to reveal potential progression through levels of schooling”. Artinya, desain kurikulum dapat digambarkan sebagai unsur pokok, komponen hasil atau sasaran dan kultur yang membudaya.[7]
Kurikulum  tidak hanya terbatas pada atau berkaitan dengan mata pelajaran saja, tetapi lebih luas dari itu, meliputi segala aktivitas yang dilakukan lembaga pendidikan dalam upaya mempengaruhi peserta dalam belajar, membentuk kepribadian mereka untuk mencapai suatu tingkatan tertentu (tujuan). Artinya, semua kegiatan belajar-mengajar, filosofis pendidikan, visi dan misi, merancang materi perkuliahan (belajar-mengajar), mengatur  strategi dalam proses pembelajaran dan membuat evaluasi dalam sebuah kegiatan pembelajaran dan sebagainya sesuai dengan arah dan tujuan yang ingin dicapai dalam sebuah kegiatan pembelajaran (teaching-learning) adalah termasuk dalam katagori kurikulum secara luas.

C.  Kecenderungan dalam desain kurikulum
Dalam penyusunan atau desain kurikulum, setidaknya ada lima karakteristik “kecenderungan”, yang perlu diamati dan diantisipasi, yaitu;
Pertama, kurikulum menjadi terlalu ambisius, dalam arti bahwa kurikulum berisi sebanyak mungkin (kalau bisa seluruh) nilai yang dianggap patut dan wajib dikembangkan di dalam kehidupan. Karakteristik  ini muncul karena keinginan para desainer kurikulum untuk memberikan yang terbaik sebanyak mungkin; makin banyak, makin lengkap, makin baik. Akibatnya, kurikulum menjadi ‘kegemukan’, padat dan berat.
Kedua, kurikulum menjadi terlalu pretensius, dalam arti bahwa dengan kurikulum diharapkan segala kebutuhan perkembangan manusia untuk hidup sudah tercakup, dan sudah tidak perlu lagi diusahakan pendidikan apapun  dari luar lembaga pendidikan. Maka kurikulum menjadi kesatuan sumber dan pusat perbendaharaan nilai dan perilaku yang dilembagakan secara komprehensif. Akibatnya, kurikulum ini terlalu ideal, yang sesungguhnya menjadi tidak realistis.
Ketiga, kurikulum menjadi terlalu preskriptif, dalam arti bahwa yang tersisa yang masih dapat dilakukan oleh pengajar hanyalah mengikuti petunjuk teknis dan pelaksanaan, karena segala bahan dan petunjuk telah dicantumkan di dalam program kurikulum. Pengajar hanya bertugas  melaksanakan, dan melaksanakan berarti bertindak sesuai dengan yang panduan yang diarahkan. Penyimpangan tidak dibenarkan; akibatnya, kurikulum menjadi terlalu mengikat dan sangat doktriner.
Keempat, kurikulum menjadi terlalu tekstual, dalam arti bahwa bahan yang dicantumkan telah diperhitungkan secara baku dan terpola, sehingga guru sudah tidak perlu atau bahkan tidak dibenarkan untuk lebih lanjut mengurai  atau mengubahnya, memperkayanya, di luar bahan kurikuler. Kurikulum menjadi sebuah strategi yang harus diberlakukan sama, tidak bergantung pada keberagaman kondisi di lapangan. Kontekstualisasi dikhawatirkan mengurangi makna nilai dasar; karena itu tidak dianjurkan Akibatnya, kurikulum menjadi steril.
Kelima, kurikulum menjadi terlalu abstrak, dalam arti bahwa isi kurikulum cenderung menjadi sedemikian normatif dan doktriner, sehingga tidak ada lagi ruang tersisa untuk mengadakan inovasi, pengayaan, kajian, tafsir, serta berbagai usaha mengaitkan program kukrikuler dengan berbagai realitas kehidupan yang diperlukan untuk memperkaya dan lebih memaknai pelajaran-pelajaran. Akibatnya, kurikulum menjadi tidak peka, dan cenderung terlepas dari realitas kehidupan. [8]
Menurut Winarno Surakhmad, dari sejumlah kurikulum yang sudah diterapkan sejauh ini, ke lima karakteristik (dapat disingkat sebagai 5-Terlalu) itu telah muncul dalam berbagai desain, format, intensitas dan dalam berbagai kombinasi yang  dinilai tidak tepat di dalam pengembangan kurikulum -- kurikulum apapun -- yang kita inginkan.  Ada kalanya kondisi itu masih diperkaya lagi dengan berbagai karakteristik pengiring, seperti politik, kepentingan individual dan lain-lain. Maka karakteristik 5-Terlalu adalah “penyakit kurikulum” yang umum, tetapi penyakit ini tidak sukar pencegahan dan penyembuhannya.



D.  Prinsip-Prinsip  dan bentuk desain Kurikulum
Desain kuirikulum  merujuk kepada penyusunan atau organisasi  elemen-elemen kurikulum yang menyangkut: Tujuan umum dan khusus; Isi program; Kegiatan peserta didikan; dan Evaluasi.  Pemilihan desain kurikulum sangat bergantung pada berbagai hal, seperti landasan kurikulum yang menyangkut aspek-aspek, antara lain  psikologi, filsafat, sosial-kultural, ekonomi, dan politik; dan keharusan melihat faktor-faktor kontekstual tujuan pendidikan dilihat dari sisi-sisi tersebut.  Maka khusus untuk kurikulum kelas internasional antara lain, menyangkut dengan filosofis, tujuan, dan struktur kurikulumnya
1.    Prinsip-Prinsip Desain Kurikulum.
.Saylor dalam Hamalik (2007), mengajukan delapan prinsip ketika akan mendesain kurikulum, prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
(1)    Desain kurikulum harus memudahkan dan mendorong seleksi serta pengembangan semua jenis pengalaman belajar yang esensial bagi pencapaian prestasi belajar, sesuai dengan hasil atau tujuan yang diharapkan.
(2)    Desain kurikulum memuat berbagai pengalaman belajar yang bermakna dalam rangka merealisasikan tujuan pendidikan.  
(3)    Desain kurikulum, harus memungkinkan dan menyediakan peluang bagi pengajar untuk menggunakan prinsip-prinsip belajar dalam memilih, membimbing, dan mengembangkan berbagai kegiatan belajar.
(4) Desain kurikulum memungkinkan pengajar untuk menyesuaikan pengalaman dengan kebutuhan, kapasitas, dan tingkat kematangan pembelajar.
(5)    Desain kurikulum mendorong pengajar mempertimbangkan berbagai pengalaman belajar pembelajar yang diperoleh diluar sekolah dan mengaitkannya dengan kegiatan belajar di sekolah.  
(6)    Desain kurikulum menyediakan pengalaman belajar yang berkesinambungan, agar kegiatan belajar pembelajar berkembang sejalan dengan pengalaman terdahulu dan terus berlanjut pada pengalaman berikutnya.  
(7) Kurikulum harus di desain agar dapat membantu pembelajar mengembangkan watak, kepribadian, pengalaman, dan nilai-nilai demokrasi yang menjiwai kultur.
(8)    Desain kurikulum harus bersifat realistis, layak, dan dapat diterima. [9]

Selain itu, ada beberapa hal yang menjadi dasar pertimbangan pada penyusun atau desain kurikulum, yaitu;
(1)  Kurikulum bersumber dari filosofi.
      Sebagai pendekatan strategis, kurikulum terletak antara filosofi, visi, misi, dan tujuan pendidikan. Dengan kata lain, kurikulum bukan sebagai titik awal; kurikulum dilahirkan dari suatu pemikiran filosofi, atau konsep yang merupakan sumber yang melahirkan cita-cita dan tujuan pendidikan yang bersifat visioner. Ini berarti kurikulum merupakan suatu penjabaran dari sebuah visi, yakni menjadi misi yang menggariskan pendekatan-pendekatan yang dipilih sebagai pendekatan yang terbaik dari berbagai alternatif yang ada yang digunakan sebagai dasar untuk mendesain suatu kurikulum.
(2)  Kurikulum adalah strategi mencapai tujuan pendidikan.
      Pendekatan kurikuler, dengan perkataan lain, merupakan strategi yang dipilih sebagai yang terbaik untuk mencapai tujuan. Walaupun demikian, penyusun kurikulum harus lebih dahulu menguasai filosofi atau konsep pendidikan yang mendasarinya. Para penyusun atau desainer kurikulum diasumsikan telah memiliki kesepakatan mengenai segala nilai dasar yang esensial.  Yang kemudian perlu dimasalahkan ialah mana di antara semua nilai dasar itu yang bisa disepakati sebagai basic essentials untuk tujuan.
(3)  Kurikulum hendaknya bersifat ‘minimalis’.
      Mendesain dan mengembangkan kurikulum dengan pendekatan yang ‘minimalis’.  Memilih dan membatasi hanya sejumlah nilai dasar yang esensial sebagai inti, tetapi yang kemudian  diperkaya dengan berbagai bahan yang berfungsi memperkaya pemahaman yang menggunakan nilai dasar esensial. Selanjutnya, bahan-bahan tersebut diperkaya lagi dengan pengetahuan yang menyangkut penerapan nilai-nilai dasar, atau yang terkait dengan konteks kehidupan. Dengan demikian, kurikulum menggunakan sistem bahan berlapis, yang terdiri dari bahan inti, bahan pengayaan, dan bahan kontekstualisasi. Pendekatan ini lebih menjamin teciptanya kurikulum yang fleksibel dan adaptabel terhadap perkembangan dan perubahan.
(4)  Kurikulum diterapkan secara sistemik.
      Kurikulum yang bermutu tidak berdiri sendiri, dan tidak akan mungkin berdiri sendiri. Kurikulum dapat diharapkan mencapai mutu secara optimal apabila ia bersinergi dengan berbagai faktor yang lain, yang sama-sama berperan sebbagai faktor penentu mutu. Determinan utama lainnya yang secara sistemik menentukan mutu kurikulum adalah guru, anak didik, infrastruktur, dan manajemen. Ini mengingatkan para penyusun dan desainer kurikulum agar menjauhi keingingan menyusun kurikulum yang begitu sempurna, sehingga tidak memerlukan dukungan faktor lain, dan yang tidak mungkin dipengaruhi oleh berbagai faktor lainnya.
(5)  Kurikulum harus dinamis dan terbuka
Tidak ada kurikulum yang disusun sekali jadi. Artinya, desain kurikulum untuk kelas intenasional harus tetap bersifat dinamis, berkembang dan disempurnakan sesuai dengan pengalaman dan kondisi yang senantiasa berubah dan berdampak pada keberhasilan strategi. Selanjutnya, tidak ada kurikulum yang harus bertahan sebagai harga mati. Kurikulum harus bersifat terbuka (open ended) dalam arti bahwa ia harus tetap peka terhadap perubahan, tuntutan, dan tantangan kehidupan. Kurikulum harus bersifat realistis, layak, dan dapat diterima. Hanya dengan memelihara dinamika serta keterbukaan kurikulum, dapat diharapkan terpeliharanya strategi kurikulum yang senantiasa relevan dengan tujuan.
(6)  Sesuai dengan kebijakan pemerintah
Perkembangan desain ini juga harus sejalan dengan adanya kebutuhan bagi terbentuknya kurikulum nasional sebagai salah satu upaya dalam menciptakan standarisasi dalam bidang pendidikan. Dalam kaitan dengan desain kurikulum, perencanaannya juga  merujuk pada Standar Nasional Pendidikan (SNP). Desain kurikulum mencakup sejumlah bidang kajian/mata kuliah (mencakup pengetahuan/keahlian, keterampilan, dan nilai) yang dipandang pokok dan penting sehingga harus diberikan kepada semua peserta didik agar mereka dapat berperan secara efektif dalam masyarakat. Menetapkan kurikulum inti dan kurikulum pelengkap. Menetapkan komptensi lulusan; kompetensi utama; kompetensi pendukung dan kompetensi lain yang diperkaya dengan standar internasional.           

2.  Bentuk-Bentuk Desain Kurikulum
Desain kuirikulum  merujuk kepada penyusunan atau organisasi  elemen-elemen kurikulum yang menyangkut dengan tujuan umum dan khusus; isi program; kegiatan peserta didikan; dan evaluasi.  Maka, pemilihan desain kurikulum sangat bergantung pada berbagai hal, seperti landasan kurikulum yang menyangkut aspek-aspek, antara lain  psikologi, filsafat, sosial-kultural, ekonomi, dan politik. 
Secara umum terdapat  empat bentuk desain kurikulum,  mencakup: (1) desain yang berpusat pada bidang kajian (subject-centered designs); (2) desain yang berpusat pada peserta didik (learner-centered designs); (3) desain yang berpusat pada masalah (problem-centered designs); (4) desain inti (core designs). Pertama, Desain Berpusat Pada Bidang Kajian (subject-centered designs); Desain ini didasarkan pada pengelompokkan dan organisasi bidang kajian secara terpilah-pilah atau terkelompok dalam bidang kajian atau mata kuliah. Desain ini menekankan pada pemerolehan bidang keilmuan dan isi kirikulum terstruktur secara bertahap. Desain ini mencakup: (1) desain disiplin akademis (academic disciplines design), dan (2) desain pengelompokan bidang keilmuan (broad field design).  Kedua,    Desain yang Berpusat Pada Peserta didik (Lerner-centered Designs);  Desain ini menekankan pada perkembangan individu peserta didik serta pendekatan dalam organisasi kurikulum yang bergerak dari minat dan kebutuhan peserta didik. Oleh karena itu, terdapat dua perbedaan mendasar antara desain ini dengan desain sebelumnya, desain yang berpusat pada bidang studi. Pertama, dalam desain yang berpusat pada peserta didik organisasi kurikulum beranjak dari minat dan kebutuhan peserta didik, bukan dari bidang studi. Kedua, berfokus pada minat dan kebutuhan peserta didik, desain ini lazimnya tidak statis dan ditentukan sejak awal (preplanned). Ia bergerak dinamis sejalan dengan interaksi guru/dosen-peserta didik dalam kaitannya dengan kegiatan pembelajaran (learning tasks) yang juga bergerak sejalan dengan minat dan kebutuhan peserta didik.  Ketiga,    Desain berpusat pada Masalah (Problem-Centered Designs); Desain kurikulum yang berpusat pada masalah mengarahkan peserta didik pada kemampuan dalam memecahkan masalah kehidupan baik yang dihadapi oleh dirinya dan masyarakatnya. Berbagai isu atau masalah yang dihadapi individu peserta didik dan masyarakat seperti masalah lingkungan, perdamaian, berbagai situasi yang dihadapi peserta didik termasuk ke dalam tema-tema dalam kurikulum dengan desain ini. Terdapat dua jenis desain yang tercakup ke dalam desain yang berpusat pada masalah, yakni: desain tematik/topik, dan desain berdasarkan masalah. Pertama; desain tematik; Pikiran yang melandasi desain ini adalah kurikulum harus memberikan pengalaman belajar yang mencerminkan kehidupan nyata  yang bermakna dan berguna bagi peserta didik. Dan untuk itu berbagai tema yang dihadapi dalam kebidupan individu peserta didik dan masyarakat baik dalam konteks lokal, regional dan global harus tercakup dalam kurikulum.  Tema-tema dapat diambil dari lingkungan terdekat dengan peserta didik dan  berbagai bidang studi yang memiliki keterkaitan dengan kenyataan yang dihadapi peserta didik. Kedua; desain berdasarkan masalah; desain ini beranjak dari pandangan bahwa peserta didik harus dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan nyata agar dapat memahami dunianya. Desain ini menonjolkan kebermakanaan sebagai basis bagi desain kurikulum agar apa yang tercakup dalam kurikulum dipandang relevan. Keempat,   Desain Kurikulum Inti (Core learning designs);  Perkembangan desain ini sejalan dengan adanya kebutuhan bagi terbentuknya kurikum nasional sebagai salah satu upaya dalam menciptakan standarisasi dalam bidang pendidikan. Dalam konteks pengembangan kurikulum PT di Indonesia, desain Kurikulum Inti (KI) kerap identik dengan Kurikulum Nasional (Kurnas). Dalam kaitan dengan pengembangan kurikulum, perencanaannya bersifat disentralistik, Kurna merujuk pada Standar Nasional Pendidikan (SNP). [10]
3.   Desain Kurikulum prodi Hukum Islam untuk kelas internasional
 Kurikulum hukum Islam  selama ini kental dengan warna “teologis” dari pada nuansa filosofis. Meteri-materi yang diajarkan ber “nuansa teologis”. Konsep, ide dan gagasan-gagasan yang dikemukakan didasarkan pada “nash” dan sedikit di warnai oleh “akal dependen” (qiyas) untuk dikatakan sebagai ilmu atau materi yang Islam tanpa menghiraukan kaidah-kaidah keilmuannya. [11]
Kurikulum menjadi terlalu abstrak, dalam arti bahwa isi kurikulum cenderung menjadi sedemikian normatif dan doktriner.  Tidak ada lagi ruang tersisa untuk mengadakan inovasi, pengayaan, kajian, tafsir, serta berbagai usaha mengaitkan program kukrikuler dengan berbagai realitas kehidupan.  Buku-buku dan bahan ajar yang ditulis  lebih banyak bernuasa “teologis-normatif”. Dalam kaca mata al-Jabiri, termasuk tipologi “bayani”. Artinya, hampir semua prinsip, kaidah dan dasar yang ditawarkan diturunkan dari ayat-ayat dan hadis-hadis Nabi, dikembangkan dengan akal yang posisinya masih terkukung dalam dominasi “nash” itu sendiri.  Peran akal seperti itu seiring diklaim sebagai bentuk “ijtihad” yang intinya adalah “qiyas”.
Atas dasar pemikiran diatas, maka diperlukan rumusan atau desain kurikulum prodi hukum Islam untuk kelas internasional,  adalah:
1.    Rumusan kurikulum prodi hukum Islam untuk kelas internasional harus dirancang dan di implementasikan sesuai  dengan visi, misi, tujuan, dan kompetensi lulusan yang berskala internasional.
2.    Tentukan prodak atau kompetensi lulusan seperti apa yang dinginkan oleh kelas internasional, apakah kompetensi lulusan; (1) memiliki keunggulan yang ditunjukkan dengan pengakuan internasional terhadap proses dan hasil atau keluaran pendidikan ilmu hukum Islam yang berkualitas dan teruji dalam berbagai aspek; yaitu aspek keahlian berdasarkan bidang ilmu; aspek kompetensi keunggulan/spesifik, dan aspek keahlian berdasarkan profesionalisme;  (2) kemampuan lulusannya diakui secara internasional yang dibuktikan dengan sertifikasi dan akreditasi; atau (3) memeiliki kemampuan dalam berbahasa asing. 
3.    Desain Kurikulum Hukum Islam untuk kelas internasional harus bersifat terbuka (open ended) dalam arti bahwa ia harus tetap peka terhadap perubahan, tuntutan, dan tantangan kehidupan. Kurikulum harus bersifat realistis, layak, dan dapat diterima. Kurikulum mampu menjabarkan visi, misi dan tujuan program studi hukum Islam.
4.    Kurikulum hukum Islam untuk kelas internasional mampu menjawab persoalan-persoalan yang muncul pada rana lokal, rana nasional dan rana global.   Ranah lokal; kurikulum dapat menjawab persoalan lokal, berupa persoalan budaya, kekerasan dan konflik bernuansa SARA, tayangan siaran TV bernuansa porno, keunikan lokal yang menjadi persoalan hukum dan lain-lain, diakomudasi dalam kurikulum hukum Islam. Ranah Nasional, kebijakan negara dalam undang-undang terkait dengan persoalan umat, fiqih harus mampu menjelaskan persoalan Ahmadia dan aliran-aliran keagamaan yang lain, persoalan premanisme, persoalan ekonomi, persoalan keberagamaan, persoalan narkoba, persoalan korupsi, tes keperawanan bagi siswi perempuan (usulan MUI Pemekasan Jawa Timur di masukan ke dalam undang-undang), dan lain-lain diakomodasi dalam kurikulum hukum Islam untuk kelas internasional. Ranah global; tantangan global tidak dapat dibabaikan, desain kurikulum menghasilkan lulusan yang dapat bersaing dalam dunia global, fiqih mampu menyelesaikan persoalan sosial seperti keadilan gender; hah asasi manusia; penegakan hukum, persoalan terorisme,  persoalan nilai-nilai agama yang semakin kabur (dekadensi mural), pergaulan bebas (free sex) yang membawa penyakit HIV/AIDS, penyalahgunaan obat, penyakit sosial lainnya, dan lain-lain diakomodasi dalam kurikulum hukum Islam untuk kelas internasional..
5.    Pelaksanaan kurikulum prodi hukum Islam kelas internasional, akan dapat; (1) menerapkan prinsip fleksibel dan diversifikasi, yaitu memadukan antara muatan kurikulum nasional dengan materi-meteri pembelajaran berskla internasional; (2) kegiatan pembelajaran (metode) merupakan wujud nyata dari pelaksanaan kurikulum dengan memperhatikan prinsip-prinsip; tematik, kontekstual, realistik, konstruktivistik, student centered, problem solving dan problem based learning, pembelajaran yang menyenangkan, berbasic ICT, dan perpaduan pendekatan klasikal-individual.  

E.  Penutup
Semoga makalah sederhana ini, dapat dijadikan masukan dalam  menyusun atau desain kurikulum prodi hukum Islam untuk kelas internasional.

 

DAFTAR PUSTAKA


George A  Beauchamp, Curriculum Theory, The Kagg Press, Wilmette Illionis, 1976.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Aplication Software
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum- Teori dan Praktek, Bandung: PT. Remaja Rosda, 2007. 
Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan kurikulum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya 2008,
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional 
Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Jakarta: Kencana Prenata Media Group, 2010.
Winarno Surakhmad, Kurikulum Berbasisi (Nilai) Kehidupan dari Teks ke Konteks,  Paper disampaikan pada acara: “International Seminar on Islamic Education Reformulation of Concepts and Implementation of Islamic Education at Education Institutions in Aceh”, diselenggarakan oleh MPD (Majlis Pendidikan Daerah) Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Banda Aceh – Indonesia: MPD Aceh, November 10-12, 2008.



[1]  Hujair Sanaky, dosen tetap Prodi Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Idonesia Yogyakarta.
[2] Baca; Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum- Teori dan Praktek, (Bandung: PT. Remaja Rosda, 2007) 113
[3] Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan kurikulum.(Bandung: PT Remaja Rosdakarya 2008), hlm. 193
[4] Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Aplication Software
[5] Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional
[6]Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenata Media Group, 2010) 63
[7] George A  Beauchamp, Curriculum Theory, (The Kagg Press, Wilmette Illionis, 1976).101
[8]Baca; Winarno Surakhmad, Kurikulum Berbasisi (Nilai) Kehidupan dari Teks ke Konteks,  Paper disampaikan pada acara: “International Seminar on Islamic Education Reformulation of Concepts and Implementation of Islamic Education at Education Institutions in Aceh”, diselenggarakan oleh MPD (Majlis Pendidikan Daerah) Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Banda Aceh – Indonesia: MPD Aceh, November 10-12, 2008. hlm. 8-9 
[9] Oemar Hamalik, Dasar-dasar…193-194

[10]   Baca: Wachyu Sundayana, “Desain Pengembangan Kurikulum PT”, http://mbegedut. blogspot.com /2011/04/desain-pengembangan-kurikulum-pt.html, daikses pada jumat, 9 agustus 2013 jam. 16.00 wib dan juga baca: Imanbella, “Makalah tentang Desain Kurikulum”, http:// imanbella. wordpress. com /2012/05/29/makalah-tentang-desain-kurikulum/, diakses pada Jum’at, 16 Agustus 2013, jam. 19.30 WIB.

[11] Baca: Sembodo Ardi Widodo, Problematika Pendidikan Islam; Suatu Tinjauan dari Aspek Epistemologis), dlm buku Pendidikan islam di Indonesia, hlm.27.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar