Minggu, 20 Agustus 2017

MATERI KULIAH ISU-ISU PENDIDIKAN ISLAM: PEMIKIRAN PENDIDIKAN MULTIKULTURALISME




Bahan Kuliah: Isu-Isu Pendidikan Islam


PEMIKIRAN PENDIDIKAN MULTIKULTURALISME
Hujair AH. Sanaky[1]

Secara etimologi, multikultural terbentuk dari dua kata, yaitu multi yang berarti banyak, lipat ganda,[2] dan kultur yang berarti kebudayaan. Multikultural berarti banyak, lipat ganda, atau beragam kebudayaan. Adapun multikulturalisme secara etimologi terbentuk dari tiga kata, yaitu multi yang berarti banyak, lipat ganda, kultur yang berarti kebudayaan, dan isme yang berarti paham/ideologi.[3] Jadi, makna multikulturalisme berarti ideologi atau paham tentang banyak kebudayaan atau dapat dikatakan multikulturalisme berarti keragaman budaya,[4] pengakuan atas beberapa kultur yang berbeda.[5]
Konsep pendidikan multikultural mengakui adanya keragaman etnik dan budaya masyarakat suatu bangsa.  Dari perspektif ini, kiranya pendidikan multikultural dapat diartikan sebagai “pendidikan untuk/tentang keragaman kebudayaan dalam meresponi perubahan demografis dan kultural lingkungan masyarakat tertentu atau bahkan dunia secara keseluruhan”.[6]  Dalam artian pendidikan selalu relevan dengan keragaman budaya, sehingga pendidikan bukan merupakan "menara gading" yang berusaha menjauhi realitas sosial dan budaya.  Pendidikan harus mampu menciptakan tatanan masyarakat yang terdidik dan berpendidikan, bukan sebuah masyarakat yang hanya mengagungkan prestise sosial sebagi akibat kekayaan dan kemakmuran yang dialaminya, bukan juga masyarakat yang hanya mengagumi kemajuan orang lain dan menjadi masyarakat konsumtif dari kemajuan tersebut,  tetapi masyarakat  yang belajar dari culture-nya sendiri dan mengembangkannya dengan menggunakan perspektif atau cara berpikir global.
Untuk memahami pendidikan multikulturalisme diperlukan landasan bangunan konsep yang relavan untuk mendukung keberadaan serta berfungsinya pendidikan multikultural dalam kehidupan manusia Indonesia.  Pendidikan multikultural (multicultural education)  tidak persis sama dengan enkulturasi ganda (multiple enculturation). Konsep multicultural tidak dapat disamakan dengan konsep keanekaragaman sukubangsa dan sebagainya.  Sizemore [1978:2], membedakan antara pendidikan multikultural dengan enkulturasi ganda.  Menurutnya, enkulturasi lebih menekankan pada integrasi struktural yang mengaburkan makna akulturasi dengan enkulturasi. Pendidikan multikultural menurutnya merupakan sebuah proses pemerolehan pengetahuan untuk dapat mengontrol orang lain demi sebuah kehidupan (survival).[7]  Dari kerangka pemikiran ini maka pendidikan multikultural sebenarnya merupakan sikap “peduli” dan mau mengerti (difference) atau “politics of recognition”, politik pengakuan terhadap orang-orang dari kelompok minoritas.[8]
Anderson dan Cusher, dalam Hasan, mengatakan bahwa multikultural adalah pendidikan keragaman kebudayaan. Konsep ini, mengandung unsur yang lebih luas, meskipun demikian posisi kebudayaan masih sama yakni mencakup keragaman kebudayaan menjadi sesuatu yang dipelajari sebagai objek studi. Dengan kata lain, keragaman kebudayaan menjadi materi pelajaran yang harus diperhatikan, khususnya bagi rencana pengembangan kurikulum.[9]  Azyumardi Azra, mengatakan bahwa pendidikan multikultural sebagai pengganti dari pendidikan interkultural, diharapkan dapat menumbuhkan sikap peduli dan mau mengerti atau adanya politik pengakuan terhadap kebudayaan kelompok manusia seperti; toleransi, perbedaan etno-kultural dan agama, diskriminasi, HAM, demokrasi dan pularalitas, kemanusiaan universal serta subyek-subyek lain yang relevan.[10] 
Secara operasional, pendidikan multikultural pada dasarnya merupakan program pendidikan yang menyediakan sumber belajar yang jamak bagi pembelajar (multiple learning environments) dan yang sesuai dengan kebutuhan akademik maupun sosial peserta didik.[11] Pendidikan multikultural (multicultural education) merupakan respon terhadap perkembangan keragaman populasi sekolah, sebagaimana tuntutan persamaan hak bagi setiap kelompok.  Dalam dimensi lain, pendidikan multikultural merupakan pengembangan kurikulum dan aktivitas pendidikan untuk memasuki berbagai pandangan, sejarah, prestasi dan perhatian terhadap orang-orang non Eropa (Hilliard,1991-1992).  Secara luas pendidikan multikultural itu mencakup seluruh siswa tanpa membedakan kelompok-kelompoknya seperti gender, etnic, ras, budaya, strata sosial dan agama.  Selanjutnya James Banks (1994) menjelaskan bahwa pendidikan multikultural memiliki empat dimensi yang saling berkaitan antara dengan lainnya, yaitu: (1) Content integration, mengintegrasikan berbagai budaya dan kelompok untuk mengilustrasikan konsep mendasar, generalisasi dan teori dalam mata pelajaran atau disiplin ilmu;  (2)  The Knowledge Construction Process,  membawa siswa untuk memahami implikasi “budaya” ke dalam sebuah mata pelajaran (disiplin); (3) An Equity Paedagogy, menyesuaikan “metode pengajaran” dengan “cara belajar siswa” dalam rangka memfasilitasi prestasi akademik siswa yang beragam baik dari segi ras, budaya ataupun social; dan (4)  Prejudice Reduction,  mengidentifikasi karakteristik ras siswa dan menentukan metode pengajaran mereka.[12]
Tilaar, mengatakan pendidikan multikultural merupakan fenomena yang relatif baru di dalam dunia pndidikan. Sebelum Perang Dunia II boleh dikatakan pendidikan multikultural belum dikenal. Malah pendidikan dijadikan sebagai alat politik untuk melanggengkan kekuasaan yang memonopoli sistem pendidikan untuk kelompok tertentu. Dengan kata lain pendidikan multikulturak merupakan gejala baru di dalam pergaulan umat manusia yang mendambakan persamaan hak, termasuk hak untuk mendapatkan pendidikan yang sama untuk semua orang, ”education for All”.[13]  Pendidikan multikultural sebenarnya berawal dari berkembangnya gagasan dan kesadaran tentang “interkulturalisme” seusai Perang Dunia II. Maka kemunculan gagasan dan kesadaran “interkulturalisme” ini selain terkait dengan perkembangan politik internasional menyangkut HAM, kemerdekaan dari kolonialisme, dan diskriminasi rasial dan lain-lain, juga karena meningkatnya pluralitas di negara-negara Barat sendiri sebagai akibat dari peningkatan migrasi dari negara-negara yang baru merdeka ke Amerika dan Eropa”.[14]    
Pada dasawarsa 1940-an dan 1950-an di Amerika Serikat berkembang konsep pendidikan “inter-kultural” dan “inter-kelompok” (inter-cultural and inter-group education). Maka, pada hakikatnya pendidikan interkultural merupakan cross-cultural education untuk mengembangkan nilai-nilai universal yang dapat diterima berbagai kelompok masyarakat berbeda.  ”Pada tahap pertama, pendidikan interkultural ditujukan untuk mengubah tingkah laku individu untuk tidak meremehkan apalagi melecehkan budaya orang atau kelompok lain, khususnya dari kalangan minoritas.  Selain itu juga ditujukan untuk tumbuhnya toleransi dalam diri individu terhadap berbagai perbedaan rasial, etnis, agama, dan lain-lain”.  Azyumardi Azra, mengatakan “harus diakui, bahwa pada prakteknya pendidikan interkultural lebih terpusat pada individu daripada masyarakat”.[15]  Lagi pula, konflik dan benturan antar kelompok dalam skala luas yang terjadi bukan dalam skala individu, melainkan pada tingkat kelompok dan masyarakat yang mengusung unsur-unsur kepentingan dan politik, sehingga hal ini benar-benar mengganggu hubungan atau relasi antar sesama di antara kelompok, warga masyarakat, bangsa dan negara. Nilai-nilai kemanusian mulai kering dan kaku dalam relasi antar sesama manusia, perbedaan visi, kepentingan, keyakinan, tradisi, budaya dan politik seakan-akan selalu menjadi sumber konflik dan telah menjadi suatu yang lumrah dan legal pada perilaku kehidupan manusia dalam era saat ini.  Dari kondisi ini Azyumardi Azra,[16] mengatakan bahwa ”pendidikan interkultural dipandang kurang berhasil dalam mengatasi konflik antar golongan dan masyarakat dan dari kenyataan ini pulah menurutnya pada gilirannya dan sudah saatnya kita harus mendorong munculnya gagasan tentang pendidikan multikultural”, karena dalam program pendidikan multikultural, tidak lagi diarahkan semata-mata kepada kelompok rasial, agama dan kultural dominan atau mainstream saja.
Sebagaimana dikemukakan Tilaar, bahwa dalam program pendidikan multikultural, fokus tidak lagi diarahkan semata-mata kepada kelompok rasial, agama dan kultural dominan atau mainstream. Kerena, fokus seperti ini pernah menjadi tekanan pada pendidikan interkultural yang menekankan peningkatan pemahaman dan toleransi individu-individu yang berasal dari kelompok minoritas terhadap budaya mainstream yang dominan, yang pada akhirnya dapat membuat orang-orang dari kelompok minoritas terintegrasi ke dalam masyarakat mainstream.[17]  dengan ”pendidikan interkultural seperti ini pada akhirnya memunculkan tidak hanya sikap tidak peduli (indifference) terhadap nilai-nilai budaya minoritas, tetapi bahkan cenderung melestarikan prasangka-prasangka sosial dan kultural yang rasis dan diskriminatif.[18] Dan dari kerangka inilah, ”pendidikan multikultural sebenarnya merupakan sikap “peduli” dan mau mengerti (difference), atau “politics of recognition” politik pengakuan terhadap orang-orang dari kelompok minoritas.[19]
Pendidikan multikultural melihat masyarakat secara lebih luas. Berdasarkan pandangan dasar bahwa sikap “indifference” dan “non-recognition” berakar tidak hanya dari ketimpangan struktural rasial, paradigma pendidikan multikultural mencakup subyek-subyek mengenai ketidakadilan, kemiskinan, penindasan dan keterbelakangan kelompok-kelompok minoritas dalam berbagai bidang; sosial, budaya, ekonomi, pendidikan, dan lain-lain. Paradigma seperti ini pada gilirannya mendorong tumbuhnya kajian-kajian tentang “ethnic studies”, untuk kemudian menemukan tempatnya di dalam kurikulum pendidikan sejak dari tingkat dasar sampai ke tingkat pendidikan tinggi. Tujuan inti dari pembahasan tentang semua subyek ini adalah untuk mencapai pemberdayaan (empowerment) bagi kelompok-kelompok minoritas dan disadvantaged.[20]
Istilah “pendidikan multi-kultural” (multicultural education) dapat digunakan baik pada tingkat deskriptif dan normatif, yang menggambarkan isu-isu dan masalah-masalah pendidikan berkaitan dengan masyarakat multikultural. Maka lebih jauh ia juga mencakup pengertian tentang pertimbangan terhadap kebijakan-kebijakan dan strategi-strategi bagi pendidikan bagi peserta didik di dalam masyarakat multikultural. Dalam konteks deskriptif dan normatif ini, kurikulum pendidikan multikultural mestilah mencakup subjek-subjek seperti; toleransi; tema-tema tentang perbedaan ethnokultural, dan agama; bahaya diskriminasi; penyelesaian konflik dan mediasi; HAM; demokrasi dan pluralitas; kemanusiaan universal, dan subjek-subjek lain yang relevan. [21]
Berdasarkan pandangan yang dikemukakan diatas,  maka perumusan dan implementasi pendidikan multikultural di Indonesia, masih memerlukan pembahasan serius dan khusus. Hal ini bukan hanya karena menyangkut masalah isi pendidikan multikultural itu sendiri, tetapi juga mengenai strategi yang akan ditempuh,  misalnya dalam bentuk matapelajaran terpisah, berdiri sendiri (separated), atau sebaliknya “terpadu” atau terintegrasi (integrated). ”Dalam konteks teoritis, pendidikan multikulturalisme yang dikembangkan di negara-negara maju, dikenal lima pendekatan, yaitu: (1) Pendidikan mengenai perbedaan-perbedaan kebudayaan atau multikulturalisme; (2) Pendidikan mengenai perbedaan-perbedaan kebudayaan atau pemahaman kebudayaan; (3) Pendidikan bagi pluralisme kebudayaan; (4) Pendidikan dwi-budaya; dan (5)  Pendidikan multikultural sebagai pengalaman moral manusia”.[22] 
Terlepas dari berbagai pemikiran, pandangan, isu dan masalah yang mencuat, tanpaknya perkembangan Indonesia saat sekarang ini  mendesak  membutuhkan suatu desain ”pendidikan multikulturalisme” yang diharapkan dapat merubah model-model pendidikan selama ini dan dapat memberikan kontribusi yang signifikan  bagi terbentukannya “keikaan” di tengah “kebhinnekaan” yang betul-betul akurat dan aktual ditengah-tengah kehidupan masyarakat dan bangsa serta  tidak hanya sekedar pada wacana, simbol, slogan, dan jargon yang selalu menggiurkan dan pembodohan masyarakat.  Dengan demikian, untuk membantu membangun dan mempersiapkan masyarakat yang lebih baik, diperlukan demokratis dan memiliki perasaan sederajat atau  bila bangsa ini ingin menjadi kuat dalam era demokrasi, diperlukan sikap saling menerima dan menghargai dari tiap orang yang beraneka ragam, sehingga dapat saling membantu, bekerja sama memabangun negera ini lebih baik untuk menuju terbentuknya masyarakat madani Indonesia.


Permaslahan:
1.     Bagaimana Pandangan saudara tentang pendidikan multikulturalisme!
2.     Apakah pendidikan Islam dapat menerapkan pendidikan multikulturalisme?




DAFTAR PUSTAKA

Aisyah Amini, Ernie Isis,  Analisis Kebutuhan Pendidikan Multikultural Berbasis Kompetensi pada Siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama [SLTP] di Kota Mataram, Tesis, Jurusan Penelitian dan Evcaluasi Pendidikan, (Singaraja: Program Pascasarjana IKIP Negeri, 2004).
Azyumardi Azra, Identitas dan Krisis Budaya, Membangun Multikulturalisme Indonesia, From:http://kongres.budpar.go.id/ agenda/precongress/ makalah/abstrak/58%20 azyumardi%20azra.htm, accessed, Selasa, 24 maei 2005, jam. 11.00 WIB.
Azyumardi Azra, Pendidikan Multikultural: Membangun Kembali Indonesia Bhineka Tunggal Ika, Makalah disampaikan dalam Symposium Internasional Antropologi Indonesia ke-3, (Denpasar, Kajian Budaya UNUD, 2002).
Ernie Isis Aisyah Amini,  Analisis Kebutuhan Pendidikan Multikultural Berbasis Kompetensi Pada Siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama [SLTP] di Kota Mataram, Program Pascasarjana IKIP Negeri Singaraja, (Mataram.: Pscasarjana IKIP Negeri, 2004)
Hasan, Hamid, Pendekatan Multikultural Untuk Penyempurnaan Kurikulum Nasional. Dalam Seminar Pengembangan Kurikulum Universitas Pendidikan Indonesia [UPI], Bandung, 2002.
H.A.R,Tilaar, Multikulturalisme Tantangan-tantangan Global Masa Depan dalam Transformasi Pendidikan Nasional,(Jakarta:Grasindo,2004).
H.A.R Tilaar, Perubahan Sosial dan Pendidikan: Pengantar Pedagogik Transformatif untuk Indonesia, (Jakarta: Grasindo, 2002).
Lash, Scott, dan Mike Featherstone (ed.),2002, Recognition And Difference: Politics, Identity, Multiculture London: Sage Publication.
Muhaemin el-Ma’hady, Multikulturalisme dan Pendidikan Multikultural (sebuah kajian awal),  From: http://artikel.us/muhaemin6-04.html, accessed, Senin, 23 Mei 2005, jam. 16.00  WIB.
Mahfudz, Choirul, 2006, Pendidikan Multikultural, Cet.1, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Partanto, Pius A., dan M. Dahlan al-Barry, 1994, Kamus Ilmiah Pupuler, Surabaya: Penerbit Arkola.
Sanaky, Hujair AH.,2016,  Dinamika Perkembangan Pendidikan Islam di Indonesia, Yogyakarta: Kaukaba  Dipantara.


[1]Hujair AH. Sanaky, Dr. MSI, adalah Dosen Program Pascasarjana FIAI UII dan Dosen  Prodi  Pendidikan  Agama Islam FIAI UII Yogyakarta.
[2]Pius A. Partanto dan M. Dahlan al-Barry, Kamus Ilmiah Pupuler (Surabaya: Penerbit Arkola, 1994), hlm. 495.
[3]Choirul Mahfudz, Pendidikan Multikultural, Cet.1, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), hlm. 75.
[4]Scott Lash dan Mike Featherstone (ed.),Recognition And Difference: Politics, Identity,Multiculture(London: Sage Publication, 2002),hlm.2-6.
[5] Baca lebih lanjut Buku: Hujair AH. Sanaky, Dinamika Perkembangan Pendidikan Islam di Indonesia, (Yogyakarta: Kaukaba  Dipantara, 2016), hlm.186-196.
[6]Azyumardi Azra, Identitas dan Krisis Budaya, Membangun Multikulturalisme Indonesia, From:http://kongres.budpar.go.id/ agenda/precongress/ makalah/abstrak/58%20 azyumardi%20azra.htm, accessed, Selasa, 24 maei 2005, jam. 11.00 WIB.
[7]Ernie Isis Aisyah Amini,  Analisis Kebutuhan Pendidikan Multikultural Berbasis Kompetensi Pada Siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama [SLTP] di Kota Mataram, Program Pascasarjana IKIP Negeri Singaraja, (Mataram.: Pscasarjana IKIP Negeri, 2004), hlm. 36.
[8]Azra, Azyumardi, Pendidikan Multikultural: Membangun Kembali Indonesia Bhineka Tunggal Ika, Makalah disampaikan dalam Symposium Internasional Antropologi Indonesia ke-3, (Denpasar, Kajian Budaya UNUD, 2002).
[9]Hasan, Hamid, Pendekatan Multikultural Untuk Penyempurnaan Kurikulum Nasional. Dalam Seminar Pengembangan Kurikulum Universitas Pendidikan Indonesia [UPI], Bandung, 2002.
[10]Azyumardi Azra, Identitas dan Krisis Budaya, Membangun Multikulturalisme Indonesia, accessed, Selasa, 24 maei 2005, jam. 11.00
[11]Aisyah Amini, Ernie Isis,  Analisis Kebutuhan Pendidikan Multikultural Berbasis Kompetensi pada Siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama [SLTP] di Kota Mataram, Tesis, Jurusan Penelitian dan Evcaluasi Pendidikan, (Singaraja: Program Pascasarjana IKIP Negeri, 2004), hlm. 37.
[12]Muhaemin el-Ma’hady, Multikulturalisme dan Pendidikan Multikultural (sebuah kajian awal),  From: http://artikel.us/muhaemin6-04.html, accessed, Senin, 23 Mei 2005, jam. 16.00  WIB.
[13]H.A.R,Tilaar, Multikulturalisme Tantangan-tantangan Global Masa Depan dalam Transformasi Pendidikan Nasional,(Jakarta:Grasindo,2004),123.
[14]H.A.R Tilaar, Perubahan Sosial dan Pendidikan: Pengantar Pedagogik Transformatif untuk Indonesia, (Jakarta: Grasindo, 2002), hlm. 495.
[15]Azyumardi Azra, Identitas dan Krisis Budaya, Membangun Multikulturalisme Indonesia, accessed, Selasa, 24 maei 2005, jam. 11.00
[16]Azyumardi Azra, Identitas dan Krisis Budaya, Membangun Multikulturalisme Indonesia, accessed, Selasa, 24 maei 2005, jam. 11.00
[17]H. A. R Tilaar, Perubahan Sosial dan Pendidikan: Pengantar Pedagogik Transformatif untuk Indonesia, (Jakarta: Grasindo, 2002), hlm. 498.
[18]Azyumardi Azra, Identitas dan Krisis Budaya, Membangun Multikulturalisme Indonesia, accessed, Selasa, 24 maei 2005, jam. 11.00
[19]Azra, Azyumardi, Pendidikan Multikultural: Membangun Kembali Indonesia Bhineka Tunggal Ika, Makalah disampaikan dalam Symposium Internasional Antropologi Indonesia ke-3, (Denpasar, Kajian Budaya UNUD, 2002).
[20]Azyumardi Azra, Identitas dan Krisis Budaya, Membangun Multikulturalisme Indonesia, accessed, Selasa, 24 maei 2005, jam. 11.00.
[21]Azyumardi Azra, Identitas dan Krisis Budaya, Membangun Multikulturalisme Indonesia, accessed, Selasa, 24 maei 2005, jam. 11.00 dan Muhaemin el-Ma’hady, Multikulturalisme dan Pendidikan Multikultural (sebuah kajian awal),  From: http://artikel.us/muhaemin6-04.html, accessed, Senin, 23 Mei 2005, jam. 16.00 WIB.
[22]Muhaemin el-Ma’hady, Multikulturalisme dan Pendidikan Multikultural (sebuah kajian awal),  From: http://artikel.us/muhaemin6-04.html, accessed, Senin, 23 Mei 2005, jam. 16.00 WIB.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar