Minggu, 17 Desember 2017

MATERI KULIAH PENGEMBANGAN KURIKULUM PAI: P. X: EVALUASI PELAKSANAAN KURIKULUM PAI DI SEKOLAH/MADRASAH





MATERI KULIAH
PENGEMBANGAN KURIKULUM PAI

Pertemuan ke X
Modul: X

EVALUASI PELAKSANAAN KURIKULUM PAI DI SEKOLAH/MADRASAH[1]
Oleh: Hujair AH. Sanaky[2]


I.     CPMK dan Indikator Capaian
1.    CPMK: mahasiswa memahami evaluasi pelaksanaan kurikulum di sekolah/madrasah.
2.    Indikator: mahasiswa dapat melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan kurikulum di sekolah/ madrasah secara tepat dan benar


II.     Pendahuluan 
Evaluasi pelaksanaan kurikulum PAI di sekolah/madrasah merupakan seuatu harus.  Dengan evaluasi dapat mengetahui ketercapaian, keberhasilan kekurangan, kelemahan dan tindakan perbaikan. Untuk itu pengembangan kurikulum PAI perlu dievaluasi secara kontekstual yang memungkinkan program benar-benar bermanfaat bagi kepentingan peningkatan mutu pembelajaran PAI. [3]  Untuk menetapkan berhasil atau tidaknya pelaksanaan kurikulum PAI  diperlukan tindakan evaluasi.
Kurikulum PAI memerlukan evaluasi sebagai bahan perbaikan dan penyempurnaan sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat, yang bebarengan dengan lajunya perkembangan zaman dan tuntutan kehidupan.[4] Permintaan terhadap kebutuhan masyarakat tersebut harus dilayani oleh lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan sebagai kawah candaradimuka untuk menggembleng generasi penerus perjuangan, harus mampu beradaptasi dengan dunia baru bahkan harus mampu menciptakan dunia baru itu.  Meskipun demikian sulit, tetapi evaluasi kurikulum adalah sesuatu yang menarik dan penting untuk dilakukan.[5]
Evaluasi kurikulum untuk mengetahui apakah; (1) Kurikulum memenuhi sejumlah kompetensi untuk menjawab tuntutan dan tantangan arus globalisasi; (2) kurikulum yang dibuat bersifat lentur dan adaptif terhadap perubahan; (3) kurikulum tersebut harus berkorelasi dengan pembangunan sosial dan kesejahteraan masyarakat.[6]

III.    Evaluasi Pelaksanaan Kurikulum PAI Di Sekolah/Madrasah
1.    Pengertian Evaluasi Kurikulum
Davis, mengatakan bahwa evaluasi adalah  proses sederhana memberikan, menetapakan nilai kepada sejumlah tujuan, kegiatan, keputusan, unjuk kerja, proses, obyek, orang.  Edwin Wand dan Gerald W. Brown (1977), juga mengatakan bahwa  evaluasi adalah proses memberikan atau menentukan nilai kepada obyek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu.  Evaluasi kurikulum pendidikan mengandung pengertian sebagai Suatu tindakan yang dilaksanakan dengan maksud untuk menentukan nilai dari segala sesuatu dalam dunia pendidikan.[7]
Secra umum evaluasi  dapat diartikan sebgai proses sistematis untuk menentukan nilai sesuatu; tujuan, kegiatan, keputusan, unjuk kerja, proses, obyek, SDM, berdasarkan ketentuan melalui penilaian.  Evaluasi kurikulum proses sistematis untuk menentukan, membentuk keputusan apakah kurikulum  sedang berjalan,  telah di jalankan; sudah sesuai dgn kurikulum telah di tetapkan dlm rancangan.
Dengan demikian, evaluasi adalah suatu kegiatan yang direncanakan untuk mengukur tingkat kemajuan atau kemunduran suatu aktivitas tertentu. Di dalam evaluasi terdapat praktik mengukur dan menilai semua bentuk aktivitas yang telah dilaksanakan. Benjamin Bloom mengartikan evaluasi sebagai kumpulan realitas yang disusun secara sistematis guna memperoleh pengetahuan mengenai terjadi tidaknya perubahan dalam prestasi anak didik.[8]
Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas Pasal 57 Ayat 1, menyatakan bahwa “Evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.[9]  Evaluasi pada dasarnya merupakan “penetapan baik buruk, memadai-kurang memadai (judgement) terhadap sesuatu berdasarkan kriteria tertentu yang disepakati sebelumnya dan dapat dipertanggungjawabkan.” Dengan demikian evaluasi kurikulum berarti “penetapan baik buruk, memadai kurang memadai, atau layak kurang layak terhadap program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan berdasarkan kriteria tertentu yang disepakati sebellumnya dan dapat dipertanggungjawabkan (dalam arti kriteria itu bersifat sistematis, deskripsi lengkap dan tepat)”.[10]
Dari pengertian itu dapat ditangkap adanya 3 komponen evaluasi, yaitu : (1) deskripsi program pendidikan yang hendak dievaluasi, (2) kriteria yang telah disepakati sebelumnya dan dapat dipertanggungjawabkan baik perumusannya maupun penerapannya dalam proses evaluasi , dan (3) penetapan baik buruk, memadai kurang memadai, layak kurang layak atau sejenisnya yang disebut dengan Judgement.[11] Oleh karena itu, evaluasi memiliki makna yangberbeda dengan penilaian, pengukuran, ataupun tes. Penilaian,[12] pengukuran, dan evaluasi bersifat hierarki karena evaluasi didahului dengan penilaian (assessment), sedang penilaian didahului dengan pengukuran. Pengukuran diartikan sebagai kegiatan membandingkan hasil pengamatan dengan kriteria. Penilaian (assessment) merupakan kegiatan menafsirkan dan mendeskripsikan hasil pengukuran, sedang evaluasi merupakan penetapan nilai atau implikasi perilaku.[13]
Evaluasi kurikulum merupakan salah satu bagian dari evaluasi pendidikan yang memusatkan perhatian pada program-program pendidikan untuk peserta didik. Kurikulum PAI memerlukan evaluasi sebagai bahan perbaikan dan penyempurnaan sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat, yang berbarengan dengan lajunya perkembangan zaman dan tuntutan kehidupan.[14]
Dapat dipahami bahwa evaluasi kurikulum merupakan proses yang sistematis dan berkelanjutan untuk digunakan sebagai dasar menyusun program pengembangan kurikulum secara berkesinambungan dengan memerhatikan kesesuaian efektivitas dan efisiensi dari kurikulum yang diterapkan. Evaluasi Kurikulum juga didefinisikan sebagai proses penerapan prosedur ilmiah untuk mengumpulkan data yang valid untuk membuat keputusan tentang kurikulum yang sedang berjalan atau telah dijalankan guna memperbaikinya.[15]
Evaluasi kurikulum PAI di sekolah/madrasah di lakukan untuk menilai kinerja pendidikan yang dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab penyelenggarakan pendidikan kepada pihak-pihak yang bersangkutan, terutama orang tua dan masyarakat keseluruhan.[16]
Adapun penanggung jawab materi dalam kegiatan evaluasi di sekolah/madrasah ini adalah masing-masing kepala sekolah/madrasah yaitu MTs, MA, SMA, SMK, dibantu oleh wakil kepala sekolah bidang kurtikulum dan pembelajaran.  Melibat unsur-unsur seperti: kepala sekolah, guru, dan para tata usaha.[17]

2.    Tujuan dan Fungsi Evaluasi Kurikulum PAI di Sekolah/Madrasah
a.      Tujuan Evaluasi Kurikulum PAI di Sekolah/Madrasah
Evaluasi kurikulum sekolah/madrasah dilakukan untuk menilai kinerja pendidikan yang dilakukan sebagai bentuk tanggungjawab penyelenggaraan pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. “Evaluasi atau penilaian, guru dapat mengetahui perkembangan hasil belajar, intelegensi, bakat khusus, minat, hubungan sosial, sikap, dan kepribadian peserta didik.[18]
Tujuan evaluasi kurikulum berbeda-beda tergantung dari konsep atau pengertian seseorang tentang evaluasi. Secara mendasar tujuan suatu pekerjaan evaluasi kurikulum dan evaluasi lainnya bersifat praktis.[19] Tujuan evaluasi kurikulum adalah untuk mengetahui keefektifan dan efisiensi sistem kurikulum baik yang menyangkut tentang tujuan, isi/materi, strategi, media, sumber belajar, lingkungan maupun sistem penilaian itu sendiri.
Evaluasi kurikulum merupakan langkah untuk menentukan keberhasilan pelaksanaan pendidikan yang dilakukan di sekolah/madrasah, yang sekaligus untuk menemukan kelemahan yang ada untuk diperbaiki.  Dengan evaluasi kurikulum dapat diketahui sejauh mana keoptimalan sasaran yang ingin dicapai sehingga dapat diperoleh umpan balik tentang kurikulum dan pelaksanaanya dalam pembelajaran. Berdasarkan umpan balik tersebut dilakukan perbaiakan-perbaikan pada aspek yang kurang tepat dan pengembangan pada aspek-aspek yang sudah baik.[20] Dengan demikian evaluasi kurikulum dilakukan untuk mencapai tujuan:
1) Mengetahui kelemahan-kelemahan pelaksanaan krikulum yang telah ditetapkan, yang kemudian dilakukan pengembangan (perbaikan) agar tujuan pendidikan yang telah ditetapkan dapat tercapai.
2) Memperoleh informasi mengenai pelaksanaan kurikulum di sekolah/ madrasah. Informasi itu akan bermanfaat sebagai dasar pertimbangan bagi pengambilan keputusan untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan kurikulum,
3)  Secara khusus untuk memperoleh jawaban atas kelengkapan komponen kurikulum disekolah/madrasah, efektivitas pelaksanaan kurikulum, efektivitas penggunaan sarana penunjang, tingkat pencapaian hasil belajar ditinjau dari kesesuaian dengan tujuan dan dampak pelaksaan kurikulum baik positif maupun negative.[21]
Hasil evaluasi kurikulum digunakan guru untuk mengembangkan kurikulum secara berkelanjutan sehingga dapat membantu perkembangan peserta didik, memilih bahan, metode, alat bantu pelajaran, serta menentukan cara penilaian serata fasilitas pendidikan lainnya. Kegiatan evaluasi kurikulum merupakan keharusan yang esensial dalam rangka pengembangan program pendidikan berkelanjutan karena sangat terkait dengan program pengembangan sumber daya manusia (guru).[22]  Sebab dengan kegiatan ini akan memperoleh hasil evaluasi kurikulum yang dapat digunakan guru untuk mengembangkan peserta didik, memilih bahan, metode, alat bantu, dan menentukan cara penilaian yang tepat.

b.      Fungsi Evaluasi Kurikulum PAI di Sekolah/Madrasah
Fungsi evaluasi kurikulum PAI di sekolah/madrasah antara lain sebagai berikut:
(1)     Fungsi Edukatif yaitu evaluasi berfungsi sebagai suatu subsistem dalam sistem pendidikan yang bertujuan untuk memperoleh informasi tentang keseluruhan sistem atau salah satu subsistem pendidikan.
(2)    Fungsi Institusional yaitu evaluasi  berfungsi mengumpulkan informasi akurat tentang input dan output pembelajaran, dengan dapat diketahui sejauhmana siswa mengalami kemajuan dalam proses belajar setelah mengalami proses pembelajaran.
(3)    Fungsi Administratif yaitu evaluasi berfungsi sebagai penyedia data tentang kemajuan belajar siswa, yang pada gilirannya berguna untuk memberikan tanda kelulusan dan untuk melanjutkan studi lebih lanjut atau untuk kenaikan kelas.
(4)      Fungsi Kurikuler yaitu evaluasi berfungsi menyediakan data dan informasi yang akurat dan berdaya guna bagi pengembangan kurikulum.
(5)      Fungsi Diagnostik yaitu dengan adanya evaluasi dapat diketahui kesulitan masalah yang sedang dihadapi oleh siswa dalam proses pembelajarannya.
Dengan fungsi inilah akan dapat diupayakan untuk menanggulangi atau membantu yang bersangkutan mengatasi kesulitan atau untuk memecahkan masalah.[23]

3.    Model-Model Evaluasi Kurikulum
Dalam melakukan evaluasi kurikulum, terdapat berbagai model diantaranya:
(a)  Evaluasi model measurement; evaluasi lebih menekankan pada pengukuran perilaku siswa. Hasil evaluasi digunakan terutama untuk keperluan seleksi siswa, bimbingan pendidikan dan perbandingan efektivitas antara dua atau lebih metode pendidikan;  
(b)   Evaluasi model congruence; evaluasi ini merupakan pemeriksaan kesesuaian antara tujuan  pendidikan dan hasil belajar yang dicapai, untuk melihat sejauhmana perubahan hasil pendidikan telah terjadi;  
(c)   Model evaluasi illumination, studi mengenai pelaksanaan program, pengaruh faktor lingkungan, kebaikan dan kelemahan program, serta pengaruh program terhadap perkembangan hasil belajar;
(d)  Educational System Evaluation, model evaluasi ini mencakup input (bahan, rencana, peralatan), proses, dan hasil yang dicapai.  Hasil evaluasi diperlukan untuk penyempurnaan program dan penyimpulan hasil program secara keseluruhan;
(e)   Model CIPP,  model ini menitikberatkan pada pandangan bahwa keberhasilan program pendidikan dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya: karakteristik peserta didik, dan lingkungan, tujuan program, dan peralatan yang digunakan, serta prosedur, dan mekanisme pelaksanaan program itu sendiri.[24]
  
Tetapi dalam modul ini, lebih difokuskan pada beberapa model evaluasi kurikulum yaitu model penelitian, model objektif, dan model campuran multivariasi. Penjelasan ketiga model tersebut, adalah sebagai berikut:
a.    Evaluasi Model Penelitian
Model evaluasi ini menggunakan model yang didasarkan pada teori dan metode tes psikologi serta eksperimen lapangan.  Tes psikologis atau tes psikometrik pada mempunyai dua bentuk, yaitu;  tes intelegensi di tujukan untuk mengukur kemampuan bawaan, dan tes hasil belajar[25] untuk  mengukur prilaku skolastis.
Evaluasi model ini sesuai untuk mengevaluasi pengembangan kurikulum yang lebih menekankan pada isi.  Model eksperimen yaitu untuk mengetahui tingkat serta hasil yang dicapai pada akhir program pembelajaran dan dapat digunakan tes (pre test dan post test).
Salah satu pendekatan yang menggunakan dalam eksperimen lapangan adalah mengadakan perbandingan antara dua macam kelompok anak, umpamanya yang menggunakan dua metode belajar yang berbeda.
Beberapa kesulitan dari eksperimen ini adalah; (1) kesulitan administrative, artinya sedikit sekali sekolah yang bersedia untuk dijadikan eksperimen.  (2) masalah teknis dalam eksperimen adalah kesulitan menciptakan kondisi kelas yang sama untuk kelompok yang diuji. (3) sukar untuk menggabungkan atau mencampurkan guru untuk mengajar pada kelompok eksperimen dengan kelompok control.

b.    Evaluasi model objektif
Model ini merupakan bagian yang sangan penting dari proses pengembangan kurikulum. Para evaluator juga mempunyai peranan menghimpun pendapat-pendapat orang luar tentang inovasi kurikulum yang dilaksanakan.[26]  Evaluasi ini biasanya dilakukan pada akhir pengembangan kurikulum.
Evaluasi kurikulum model  ini tidak dibandingkan dengan kurikulum lain, tetapi diukur dengan seperangkat objektif (tujuan khusus). Ini berarti keberhasilan pelaksanaan kurikulum diukur dengan penguasaan siswa akan tujuan-tujuan tersebut. [27]
Dalam evaluasi model objektif ini, kemajuan siswa dimonitor oleh guru dengan memberikan tes tersentu yang dapat mengukur tingkat penguasaan tujuan-tujuan khusus melalui pre tes dan post tes. Maka, siswa dianggap telah menguasai unit tertentu bila siswa telah memperoleh skor tertentu yang telah disepakati.
Model evaluasi kurikulum ini lebih berorientasi pada hasil belajar.  Evaluasi model ini diprakarsai oleh Tyler.  Maka, Tyler; menyatakan bahawa evaluasi, adalah usaha meneliti apakah tujuan pendidikan tercapai melalui pengalaman belajar yang “lebih mengutamakan hasil” (produk)  belajar .  Evaluasi model ini; mengutamakan produk atau hasil belajar; memperhatikan proses; dan kondisi belajar mempengaruhi  hasil belajar.
Ada beberapa syarat yang harus di penuhi oleh evaluator model objektif adalah: (1) Ada kesepakatan tentang tujuan-tujuan kurikulum; (2)  Merumuskan tujuan-tujuan tersebut dalam perbuatan siswa; (3) Menyusun materi kurikulum yang sesuai dengan tujuan tersebut; (4) Mengukur kesesuaian antara perilaku siswa dengan hasil yang diinginkan.

c.     Evalusi model campuran multivariasi
Evalusi model  campuran multivariasi menyatukan unsur-unsur dari pendekatan penelitian dan objektif.  Model ini merupakan Strategi ini memungkinkan;
(1)   perbandingan lebih dari satu kurikulum, dan
(2)   secara serempak keberhailan tiap kurikulum diukur berdasarkan criteria khusus dari masing-masing kurikulum. [28]
Beberapa kesulitan yang di hadapi dalam model campuran multivariasi ini antara lain:
(1)   lebih sesuai digunakan untuk evaluasi  kurikulum sekolah dasar.
(2)   terlalu banyak varibel yang perlu dihitung.
(3)   adanya masalah saat melakukan pembandingan.

4.    Pelaksanaan Evaluasi Kurikulum PAI
Dalam evaluasi kurikulum Pendidikan Agama Islam mengalami kendala, artinya Pendidikan agama Islam selama ini belum dapat  mempengaruhi sistem etika dan moral peserta didik, dan  intelektual sekaligus aktifis pendidikan.  Akibatnya materi kurikulum  Pendidikan Agama Islam (PAI), hanya di pahami sebgai  pengetahuan, cukup di mengerti, dan dihafalkan, belum menjadi perilaku agama, kurikulum PAI menjadi seperti “bonsai”, cukup untuk  memperindah ruangan.
Upaya-upaya dilakukan dalam rangka revitalisasi Pendidikan Agama Islam antara lain: (1) melakukan penilaian pencapaian belajar yang berorientasi pada aspek afektif. (2) Mengubah cara pandang terhadapa kurikulum pendidikan agama islam. (3) Adanya pendekatan yang bersifat values clarification dalam pembelajan PAI. (4) Mengubah strategi pembelajaran dari model ceramah ke yang lebih luas seperti:  diskusi, wawancara dengan tokoh, pembuatan buku harian, dsb.
Dengan mengevaluasi pelaksanaan kurikulum PAI, maka perubahan kurikulum PAI perlu diorientasikan pada:
(1)   kompetensi Islamiyah, yaitu program kurikulum diorientasikan pada kemampuan peserta didik untuk memiliki seperangkan pemahaman dan pengetahuan tentang ajaran Islam;
(2) kompetensi knowledge, yaitu program kurikulum diorientasikan pada kemam puan peserta didik memiliki seperangkat pengetahuan, wawasan dan sikap profesional, sehingga peserta didik memiliki komtensi tertentu;
(3)  kompetensi skilla (kemampuan berketerampilan atau kemahiran), yaitu kurikulum dioreintasikan pada kemampuan menguasai keterampilan, keahlian berkarya, sikap dan perilaku berkarya;
(4) kompetensi ability, yaitu program kurikulum diorientasikan pada peserta didik memiliki kemampuan analisis, kemampuan memecahkan problem, kemampuan mengembangkan kepribadian yang optimal dan kemampuan cara berkehidupan di masyarakat sesuai dengan profesinya;
(5) kompetensi sosial-kultural, yaitu desain kurikulum pendidikan agama Islam, memungkinkan peserta didik mampu kerjasama dan membangun jaringan hubungan sosial dengan orang lain. Mampu berinteraksi dalam pergaulan masyarakat yang pluralistik dan perbedaan agama, serta proaktif terhadap perbedaan pendapat dan berinteaksi dalam pergaulan dunia global.[29]
Dengan orientasi kompetensi ini, maka kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI, mampu meningkatkan (1) EQ para siswa; (2) memiliki daya saing global;  (3) memiliki keunggulan  kompetitif secara global; (4) sesuai dengan etos ajaran Islam, fastabiqul khairat.
Dengan demikian kurikulum pendidikan agama Islam perlu mengintegrasikan kajian keagamaan, pengetahuan, teknologi, seni dan budaya dalam suatu program kurikulum yang integral dari segi filosofis, teoritik, dan operasionalnya. Kurikulum pendidikan agama Islam mengakomodasi perkembangan IPTEK yang dipadukan dengan iman dan takwa, harus relevan, responsif serta mampu mengantisifasi perubahan masa depan.[30]
Maka dalam evaluasi pelaksanaan kurikulum PAI adalah; (1) evaluasi program kurikulum, yaitu terkaita dengan visi-misi dan tujuan yang telah ditetapkan, program kurikulum, orientasi kurikulum, aturan dan kebijakan, serta strategi pelaksanaan kurikulum.  (2)  Evaluasi proses, yaitu terkait dengan prosesa pelaksanaan kurikulum, proses pembelajar di kelas, personal guru dalam pelaksanaan pembelajaran, fasilitas atau prasarana sarana pendukung pembelajaran. (3)  Evalusi hasil, yaitu tentang peserta didik dalam pembelajaran dan hasil yang dicapai peserta didik.

IV.  Bahan Bacaan:
Rahmat Raharjo,2010, Inovasi Kurikulum Pendidikan Agama Islam, Yogyakarta: Magnum Pustaka.
Muhammad Zaini,2009, Pengembangan Kurikulum, Yogyakarta: Teras.
Toto Ariyanto, “Kurikulum Berbasis Kompetensi”, Suara Merdeka, Form: http://www.suaramerdeka.com/harian/0202/04/ khaz.htm.4Februari 2002.
Hujair AH. Sanaky,2003, Paradigma Pendidikan Islam: Membangun Masyarakat Madani Indonesia, Yogyakarta: Safiria Insania Press.
Anas Sudiyono, 1998, Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.
Hasan Basri dan Beni Ahmad Saebani, 2010, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: CV. Pustaka Setia.
Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 Sisdiknas (Sistem Pendidikan Nasional) Tentang Evaluasi, Akreditasi, dan Sertifikasi
Muhaimin, 2003, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Zainal Arifin, 2011, Evaluasi Pembelajaran, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Rahmat Raharjo, 2013, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, Yogyakarta : Azzagrafik.
Abdullah Aly, 2011, Pendidikan Islam Multikultural Di Pesantren. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hamid Hasan, 2008, Evaluasi Kurikulum, Bandung: PT. Remaja Rosdkarya.
Munir, 2008. Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi, Bandung: Alfabeta.
Oemar Hamalik, 2011, Proses Belajar Mengajar, Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Tim Pengembang MKDP, 2013, Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta:Rajawali Press. 
Nana Syaodih Sukmadinata, 2000, Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek, Bandung: PT. Remaja Rosdakar


[1]Modul Kuliah Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, Pertemuan ke VIII: Materi: Langkah-Langkah Pengembangan Kurikulum PAI, oleh: Dr. Hujair AH. Sanaky, MSI.
[2  Hujair AH. Sanaky, Dr. MSI, adalah dosen Program Pascasarjana FIAI UII dan Dosen Prodi Pendidikan Agama Islam FIAI UII Yogyakarta.
[3]Rahmat Raharjo, Inovasi Kurikulum Pendidikan Agama Islam, (Yogyakarta: Magnum Pustaka, 2010), hlm. 162            
[4  Rahmat Raharjo, Inovasi Kurikulum Pendidikan Agama Islam, (Yogyakarta: Magnum Pustaka, 2010), hlm. 160.
[5]    Muhammad Zaini, Pengembangan Kurikulum, (Yogyakarta : Teras, 2009), hlm.142.
[6]   Toto Ariyanto, “Kurikulum Berbasis Kompetensi”, Suara Merdeka, Form: http://www. suaramerdeka.com/harian/0202/04/khaz.htm.4Februari2002, dalam Hujair AH. Sanaky, Paradigma Pendidikan Islam: Membangun Masyarakat Madani Indonesia, (Yogyakarta: Safiria Insania Press, 2003), hlm. 172.
[7]    Anas Sudiyono, Pengantar Evaluasi Pendidikan. (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 1998). hlm.2
[8]    Hasan Basri dan Beni Ahmad Saebani, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung : CV. Pustaka Setia, 2010), hlm..203.
[9]    Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 Sisdiknas (Sistem Pendidikan Nasional) Tentang Evaluasi, Akreditasi, dan Sertifikasi
[10]   Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2003),hlm. 187.
[11]   Ibid, hal 188.
[12]    Penilaian dan evaluasi sebenarnya memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah keduanya mempunyai pengertian menilai atau menentukan nilai sesuatu. Disamping itu, alat yang digunakan untuk mengumpulkan datanya juga sama, sedangkan perbedaanya terletak pada ruang lingkup (scope) dan pelaksanaanya. Ruang lingkup penilaian lebih sempit dan biasanya hanya terbatas pada salah satu komponen atau aspek saja, seperti prestasi belajar peserta didik. Ruang lingkup evaluasi lebih luas, mencakup semua komponen dalam suatu system (system pendidikan, system kurikulum, dan system pembelajaran). (Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011),hlm. 7-8)
[13]   Rahmat Raharjo, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, (Yogyakarta : Azzagrafika, 2013),hlm. 146-147.
[14]   Rahmat,Inovasi Kurikulum Pendidikan Agama Islam (Yogyakarta:Magnum,2010),hlm.159-160.
[15]   Rahmat Raharjo,Pengembangan dan Inovasi Kurikulum,(Yogyakarta:Azzagrafika,2013),hlm. 147.
[16]   Abdullah Aly, Pendidikan Islam Multikultural Di Pesantren. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011) hlm. 321
[17]   Ibid, hlm. 322
[18]   Rahmat Raharjo, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, (Yogyakarta : Azzagrafika, 2013), Hlm. 151
[19]   Hamid Hasan, Evaluasi Kurikulum, (Bandung: PT. Remaja Rosdkarya, 2008), hlm.42.

[20]   Munir, Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi, (Bandung: Alfabeta, 2008), hlm. 106
[22]  Muhammad Zaini, Pengembangan Kurikulum (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm. 145.

[23]    Oemar Hamalik. Proses Belajar Mengajar,(Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2011) hlm. 147.
[24]    Tim Pengembang MKDP, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta : Rajawali Press, 2013), hlm. 112-115.

[25]    Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum : Teori dan Praktek, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000), hlm. 185-188.
[26]   Ibid. hlm. 185-188.
[27]   Ibid. hlm. 185-188.

[28] Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum : Teori dan Praktek, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2000, hlm. 185-188.

[29]    Hujair AH. Sanaky, Paradigma Pendidikan Islam: Membangun Masyarakat Madani Indonesia, (Yogyakarta: Safiria Insania Press, 2003), hlm.174-178.

[30]   Ibid. hlm. 190

Tidak ada komentar:

Posting Komentar