MATERI KULIAH
PENGEMBANGAN KURIKULUM PAI
Pertemuan ke XII
Modul: XII
PENGEMBANGAN KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI (KBK) PAI DI
SEKOLAH/MADRASAH[1]
Oleh:
Hujair AH. Sanaky[2]
I. CPMK dan Indikator Capaian
a. CPMK: mahasiswa memahami kurikulum PAI berbasis kompetensi
di sekolah/ madrasah
b.
Indikator Pencapaian:
mahasiswa dapat
menjelaskan kurikulum PAI berbasis kom petensi di sekolah/madrasah secara
benar.
II. Pendahuluan
Kurikulum berbasis kompetensi mulai diterapkan di Indonesia pada tahun
pelajaran 2001/2002 dibeberapa sekolah SD, SMP, dan SMA yang ditunjuk oleh
pemerintah dan atau atas inisiatif sekolah sendiri yang disebut mini piloting
KBK di bawah koordinasi direktorat SMP/SMA dan pusat kurikulum.
Landasan hukum untuk penyelenggaraan KBK dapat mengacu pada: Peraturan
Pemerintah No. 25 tahun 2000 tentang Otonomi Daerah bidang pendidikan dan
kebudayaan, yaitu: pemerintah memiliki wewenang menetapkan: (1) standar
kompetensi siswa dan warga belajar serta pengaturan kurikulum nasional dan
penilaian hasil belajar secara nasional serta pedoman pelaksanaannya, dan (2)
standar materi pelajaran pokok.
Undang-undang No. 2 tahun 1989 Sistem Pendidikan Nasional dan kemudian
diganti dengan UU RI No. 20 tahun 2003 pada Bab X pasal 36 ayat: (1)
Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional
pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, (2) Kurikulum pada
semua jenjag dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasii
sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik (3)
Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia… dan pada pasal 38 ayat 91) Kerangka dasar dan
struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah ditetapkan oleh pemerintah.[3]
III.
Materi: Pengembangan KBK PAI Di Sekolah/Madrasah
Sebelum membahas lebih jauh tentang KBK terlebih
dahulu perlu dijelaskan pengertian dari kompetensi dan kurikulum berbasis
kompetensi itu sendiri.
1. Pengertian Kompetensi
Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK) dapat diartikan sebagai suatu konsep kurikulum yang menekankan
pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standard
performance tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik
berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu. Dengan demikian, Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK) diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman,
kemampuan, nilai sikap dan minat peserta didik agar dapat melakukan sesuatu
dalam bentuk kemahiran dan keberhasilan agar penuh tanggung jawab.
Dalam Surat Keputusan Mendiknas, nomor 045/U/2002, tentang Kurikulum
Inti Perguruan Tinggi mengemukakan bahwa “Kompetensi adalah seperangkat
tindakan cerdas, penuh tanggungjawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat
untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang
pekerjaan tertentu”.[4]
Association K.U. Leuven mendefinisikan bahwa kompetensi adalah
peingintegrasian dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang memungkinkan
untuk melaksanakan satu cara efektif. Sedangkan, Robert A. Roe (2001)
mengemukakan definisi dari kompetensi yaitu: Competence is defined as the ability to adequately perform a task, duty
or role. Competence integrates knowledge, skills, personal values and
attitudes. Competence builds on knowledge and skills and is acquired through
work experience and learning by doing.
Dari definisi di atas yang dimaksud kompetensi adalah kemampuan untuk
melaksanakan satu tugas, peran atau tugas, kemampuan mengintegrasikan
pengetahuan, ketrampilan-ketrampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai pribadi, dan
kemampuan untuk membangun pengetahuan dan keterampilan yang didasarkan pada
pengalaman dan pembelajaran yang dilakukan.[5]
2.
Konsep
Kurikulum Berbasis Kompetensi
Kompetensi merupakan perpaduan dari
pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan
berpikir dan bertindak. Kompetensi
diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dikuasai oleh
seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan
perilaku-perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya. [6]
Kurikulum Berbasis Kompetensi
merupakan suatu konsep yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi)
tugas-tugas dengan standar performansi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan
oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu.
Kurikulum Berbasis Komptensi diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan,
pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, dan minat peserta didik agar dapat
melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketepatan, dan keberhasilan dengan
penuh tanggung jawab.
Kurikulum
Berbasis Kompetensi terkait dengan Pengetahuan (knowledge), Pemahaman
(understanding), Kemampuan (skill), Sikap
(attitude), Minat (interest) yang
disampaikan Gordon, (1998 : 109) dalam Mulyasa, (2004 : 77-78), menjelaskan
beberapa aspek atau ranah yang terkandung dalam konsep kompetensi sebagai
berikut: [7]
a.
Pengetahuan
(knowledge) yaitu kesadaran dalam bidang kognitif, misalnya seorang guru
mengetahui cara melakukan identifikasi kebutuhan belajar, dan bagaimana
melakukan pembelajaran terhadap peserta didik sesuai dengan kebutuhannya.
b.
Pemahaman
(understanding) yaitu kedalaman kognitif, dan afektif yang dimiliki oleh
individu. Misalnya seorang guru yang akan melaksanakan pembelajaran harus
memiliki pemahaman yang baik tentang karakteristik dan kondisi peserta didik,
agar dapat melaksanakan pembelajaran secara efektif dan efesien.
c.
Kemampuan (skill) adalah sesuatu yang dimiliki
oleh individu untuk melakukan tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya.
d.
Nilai
(value); adalah suatu standar perilaku yang telah diyakini dan secara
psikologis telah menyatu dalam diri seseorang. Misalnya standar perilaku guru
dalam pembelajaran (kejujuran, keterbukaan, demokratis, dan lain-lain),
e.
Sikap (attitude) yaitu (senang atau tidak
senang, suka tidak suka) atau reaksi terhadap suatu rangsangan terhadap yang
datang dari luar. Misalnya
reaksi terhadap krisis ekonomi, perasaan terhadap kenaikan upah/gaji, dan
sebagainya.
f.
Minat (interest) adalah kecendrungan seseorang untuk
melakukan sesuatau perbuatan.
Misalnya minat untuk mempelajari atau melakukan sesuatu.
Kurikulum Berbasis Kompetensi
(KBK) memfokuskan pada pemerolehan kompetensi-kompetensi tertentu oleh peserta
didik. Oleh karena itu kurikulum ini mencakup sejumlah kompetensi, dan
seperangkat tujuan pembelajaran yang dinyatakan sedemikian rupa sehingga
pencapaiannya diamati dalam bentuk perilaku atau ketrampilan peserta didik
sebagai suatu kriteria keberhasilan. Kegiatan pembelajaran perlu diarahkan
untuk membantu peserta didik menguasai sekurang-kurangnya tingkat kompetensi
minimal, agar mereka dapat mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Sesuai
dengan konsep belajar tuntas dan pengembangan bakat, setiap peserta didik harus
diberi kesempatan untuk mencapai tujuan sesuai dengan kemampuan dan kecepatan
belajar masing- masing.[8]
Selain itu, “Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK) juga memberi peluang bagi kepala sekolah, guru, dan peserta didik
untuk melakukan inovasi dan improvisasidi sekolah., berkaitan dengan masalah
kurikulum, pembelajaran, manajerial yang tumbuh dari kreatifitas dan profesionalisme
yang dimiliki. Pelibatan masyarakat dalam pengembangan kurikulum mendorong
sekolah untuk lebih terbuka, demokratis, dan bertanggung jawab. Pemberian
kebebasan yang lebih luas memberi kemungkinan kepada sekolah untuk dapat
menemukan jati dirinyadalam membina peserta didik, guru, dan petugas lainyang
ada di lingkungan sekolah. Dengan demikian sekolah diharapkan dapat melakukan
proses pembelajaran yang efektif, dapat mencapai tujuan yang diharapkan, materi
yang diajarkan relevan dengan kebutuhan masyarakat, berorientasi pada hasil (Output), dan dampak (Outcome), serta melakukan penilaian,
pengawasan, dan pemantauan secara terus menerus dan berkelanjutan”.[9]
3. Keunggulan
dan Kelemahan Kurikulum Berbasis Kompetensi
a. Keunggulan Kurikulum Berbasis
Kompetensi
Dalam pembelajaran Kurikulum
Berbasis Kompetensi peserta didik merasa senang sebab peserta didik merasa
dilibatkan dalam kegiatan pembelajaran. Proses belajar mengajar peserta didik
harus selalu aktif dan kreatif, artinya proses belajar mengajar berpusat pada
peserta didik. Berbeda dengan kurikulum sebelumnya (1994), yang menitik
beratkan pada pencapaian tujuan tanpa memperhatikan keaktifan siswa dan sejauh
mana pemahaman siswa tentang materi yang telah diajarkan. Sedangkan pada Kurikulum
Berbasis Kompetensi ini peserta didik selalu aktif dalam pembelajaran.
Kurikulum Berbasis Kompetensi
(KBK) mempunyai beberapa keunggulan dengan model-model lainnya.
1)
Pendekatan ini bersifat alamiah (kontekstual), karena berangkat, berfokus dan
bermuara pada hakikat peserta didik untuk mengembangkan berbagai kompetensi
sesuai dengan potensinya masing-masing. Dalam hal ini peserta didik merupakan
subyek belajar, dan proses belajar berlangsung secara alamiah dalam bentuk
bekerja dan mengalami berdasarkan standar kompetensi tertentu, bukan transfer
pengetahuan (transfer of knowledge).
2) Kurikulum Berbasis kompetensi boleh
jadi mendasari pengembangan kemampuan-kemampuan lain. Penguasaan keilmuan dan
keahlian tertentu dalam suatu pekerjaan, kemampuan memecahkan masalah dalam kehidupan
sehari-hari, serta pengembangan aspek kepribadian dapat dilakukan secara
optimal berdasarkan standar kompetensi tertentu.
3) Ada mata pelajaran tertentu yang
dalam pengembangannya lebih tepat menggunakan
pendekatan kompetensi, terutama berkaitan ketrampilan.[10]
b. Kelemahan Kurikulum Berbasis
Kompetensi
Disamping kelebihan, kurikulum
berbasis kompetensi juga terdapat kelemahan. Kelemahan yang ada lebih banyak
pada penerapan KBK di setiap jenjang pendidikan, hal ini disebabkan beberapa
permasalahan antara lain:
1. Paradigma guru dalam pembelajaran
KBK masih seperti kurikulum-kurikulum sebelumnya yaitu pembelajaran lebih pada
terpusat pada guru (teacher oriented).
2. Kualitas dan kompetensi guru, hal
ini didasarkan pada statistik, bahwa 60% guru SD, 40% guru SLTP, 43% SMA, 34%
SMK dianggap belum layak untuk mengajar di jenjang masing-masing. Selain itu
17,2% guru atau setara dengan 69.477 guru mengajar bukan bidang studinya.
Kualitas SDM kita adalah urutan 109 dari 179 negara berdasarkan Human
Development Index.
3. Sarana dan prasarana pendukung
pembelajaran belum merata di setiap sekolah, sehingga KBK tidak bisa
diimplementasikan secara komprehensif.
4. Kebijakan pemerintah yang setengah
hati, karena KBK dilaksanakan dengan uji coba di beberapa sekolah mulai tahun
pelajaran 2001/2002 tetapi tidak ada payung hukum tentang pelaksanaan tersebut.[11]
4. Karakteristik Kurikulum Berbasis
Kompetensi
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
ini, memiliki karakteristik sebagai berikut
a. Menekankan
pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maunpun klasikal,
bukan tuntasnya materi,
b.
Berorientasi
pada hasil belajar (learning outcomes)
dan keberagaman,
c.
Penyampaian
dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi,
d. Sumber
belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi
unsur educatif,
e.
Penilaian
menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian
suatu kompetensi,[12]
f.
Pembelajaran
berpusat pada peserta didik,
g.
Kurikulum
dapat diperluas, diperdalam, dan disesuaikan dengan potensi siswa (normal,
sedang, tinggi),
h.
“Memiliki
Konsep belajar sepanjang hayat:
1) Belajar
mengetahui (Learning how to know)
2) Belajar
melakukan ( Learning how to do)
3) Belajar
menjadi diri sendiri (Learning how to be)
4) Belajar
hidup dalam keberagaman (Learning how o
live together)”[13]
Selain itu,
ada juga 6 Karakteristik sebagai ciri Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), yang
perlu diketahui, yaitu:
a.
Sistem
belajar dengan menggunakan sistem modul;
b.
Menggunakan
keseluruhan sumber balajar;
c.
Pengalaman
lapangan;
d.
Strategi
individual personal;
e.
Kemudahan
belajar
f.
Belajar
tuntas.
Maka, asumsi terhadap pelaksanaan Kurikulum
Berbasis Komptensi (KBK), adalah:
a.
Kemampuan
profesional guru,
b.
Mengajar
bukan hanya menyajikan materi,
c.
Peserta
didik bukan tabung kosong,
d.
Peserta
didik memiliki potensi berbeda,
e.
Pendidikan
berfungsi mengakomudasi lingkngan,
f.
Kompetensi-kompetensi
potensional,
g.
Pembelajaran
menyiakan berbagai kemungkinan.
5. Konsep pengembangan kurikulum berbasis
kompetensi
a.
Prinsip-prinsip
Pengembangan KBK
Sesuai dengan kondisi, kebutuhan
masyarakat dan berbagai perkembangan serta perubahan yang sedang berlangsung
dewasa ini, maka dalam KBK perlu memperhatikan dan mempertimbangkan
prinsip-prinsip, sebagai berikut:
1)
keimanan, nilai, budi pekerti luhur,
2)
penguatan integritas nasional,
3)
keseimbangan etika,logika, estetika, dan
kenestetika,
4)
keseamaan memperoleh kesempatan,
5)
abad pengetahuan dan teknologi informasi,
6)
pengembangan keterampilan untuk hidup,
7)
belajar sepanjang hayat,
8)
berpusat pada anak, penilaian berkelanjutan
dan komprehensif,
Kurikulum dan hasil belajar merupakan
tuntutan penguasaan siswa di Indonesia – di sekolah negeri atau swasta – agar
dapat menggali, memahami, menghargai sesuatu sebagai hasil belajar yang
dilaksanakan di sekolah.
b.
Pola
Pikir Perumusan Kurikulum
Perbandingan pola pikir perumusan
kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) dengan Kurikulum 2013, sebagai berikut:
1) KBK 2004 dan KTSP 2016: Standar Kompetensi
Lulusan diturunkan dari Stndar Isi. Kurikulum 2013: Standar Kompetensi Lulusan
diturunkan dari kebutuhan.
2)
KBK 2004 dan KTSP 2016: Standar Isi
dirumuskan berdasarkan tujuan Mata Pelajaran (Standar Kompetensi Lulusan Mata
Pelajaran) dirinci menjadi Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata
Pelajaran. Sedangkan Kurikulum 2013: Standar Isi diturunkan dari Standar Kompetsnsi Lulusan melalui
Kompetensi Inti yang bebas mata pelajaran.
3) KBK 2004 dan KTSP 2016: Pemisahan antara mata
pelajaran pembentuk sikap, pembentuk keterampilan, dan pembentuk pengetahuan.
Sedangkan Kurikulum 2013: Semua
mata pelajaran harus berkontribusi thd pemben tukan sikap, keterampilan, dan
pengetahuan.
4) KBK 2004 dan KTSP 2016: Kompetensi diturunkan dari mata
pelajaran. Sedangkan Kurikulum 2013: Mata pelajaran diturunkan dari kompetensi yg ingin
dicapai.
5) KBK 2004 dan KTSP 2016: Mata pelajaran lepas satu dengan yang
lain, seperti sekumpulan mata pelajaran terpisah. Sedangkan Kurikulum 2013: Semua mata pelajaran diikat oleh
komptensi ini (tiap kelas).
6. Komponen-komponen Kurikulum berbasis
kompetensi
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) memiliki empat komponen, diantaranya :
a. Komponen kurikulum dan hasil
belajar
Kurikulum dan hasil belajar memuat perencanaan pengembangan potensi peserta
didik yang perlu dicapai secara keseluruhan sejak lahir sampai 18 tahun.
Kurikulum dan hasil belajar ini memuat kompetensikompetensi, hasil belajar dan
indikator hasil belajar dari Taman Kanakkanak sampai kelas 12. Kurikulum dan hasil
belajar juga memuat standar kompetensi untuk menentukan apa yang harus dipelajari
oleh siswa, bagaimana mereka seharusnya dinilai, dan bagaimana pembelajaran
disusun.
Kompetensi tersebut memuat delapan peringkat pencapaian prestasi peserta
didik selama mereka mengikuti pendidikan pra sekolah, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah. Pemeringkatan terdiri atas level 0, 1, 2, 3, 4, 4-A, 5,
dan 6. Pemeringkatan pencapaian prestasi siswa dan kesetaraannya dengan kelas,
sebagai berikut.
Pemeringkatan dan Kesetaraan Dengan Kelas[15]
Level - Kesetaraan Kelas - Penjelasan
0 TK
dan RA Kesiapan untuk memasuki
sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah, namun tidak menjadi prasyarat untuk
memasuki sekolah dasar dan madarasah ibtidaiyah.
1 I-II Penguasaan
kemampuan dasar untuk menggunakan bahasa lisan, tulis dan angka dalam
berkomunikasi.
2 III-IV Tahap
orientasi operasional konkrit untuk beralih secara bertahap ke kemampuan
berpikir yang lebih abstrak.
3 V-VI Pencapaian
kompetensi lulusan sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah dan peralihan ke
jenjang sekolah menengah pertama dan madrasah tsanawiyah.
4 VII-VIII Penguasaan
ketrampilan berpikir dan penalaran proses abstraksi melalui kompetensi yang
dipelajari dan diterapkan dalam menyelesaikan masalah.
4-A IX
Pencapaian
kompetensi lulusan sekolah menengah pertama dan madrasah ibtidaiyah sesuai
dengan tuntutan wajib belajar sembilan tahun untuk melanjutkan ke jenjang
pendiidikan yang lebih tinggi atau hidup di masyarakat.
5 X Penguasaan kompetensi
yang mendukung pemilihan dan atau penentuan program studi atau pilihan atau
keahlian.
6 XI-XII Pencapaian
kompetensi lulusan sekolah menengah atas dan sekolah menengah kejuruan untuk
melanjutkan ke perguruan tinggi, bekerja atau hidup di masyarakat.[16]
b.
Penilaian Berbasis kelas
Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan
atau pencapaian suatu kompetensi. Penilaian berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
Maka, penilaian berbasis kelas memuat prinsip, sasaran, dan pelaksanaan penilaian
berkelanjutan yang lebih akurat dan konsisten sebagai akuntabilitas publik
melalui penilaian terpadu dengan kegiatan belajar mengajar di kelas (berbasis
kelas) dengan mengumpulkan kerja siswa (portofolio), hasil karya (produk),
penugasan (proyek), kinerja (performance), dan tes tertulis. Penilaian ini
mengidentifikasi kompetensi/hasil belajar yang telah dicapai dan memuat
pernyataan yang jelas tentang standar yang harus dan telah dicapai serta peta
kemajuan belajar siswa dan pelaporan.
c. Kegiatan belajar mengajar
Kegiatan belajar mengajar memuat gagasan-gagasan pokok tentang pembelajaran
dan pengajaran untuk mencapai kompetensi yang ditetapkan serta
gagasan-gagasan pedagogis dan andragogis yang mengelola pembelajaran agar tidak
mekanistik. Kegiatan pembelajaran berpusat pada peserta didik dengan
menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
d.
Pengelolaan kurikulum berbasis sekolah
Pengelolaan kurikulum berbasis sekolah memuat berbagai pola pemberdayaan
tenaga kependidikan dan sumber daya lain untuk meningkatkan mutu hasil belajar.
Pola ini dilengkapi pula dengan gagasan pembentukan jaringan kurikulum (Curriculum
Council) pengembangan kurikulum (silabus), pembinaan profesional tenaga
kependidikan, dan pengembangan sistam informasi kurikulum.[17]
7. Kurikulum PAI
dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi
Sebagai pengganti kurikulum 1994 adalah kurikulum
2004, yang disebut dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Suatu program
pendidikan berbasis kompetensi harus mengandung tiga unsur pokok, yaitu:
pemilihan kompetensi yang sesuai; spesifikasi indikator-indikator evaluasi
untuk menentukan keberhasilan pencapaian kompetensi dan pengembangan
pembelajaran. Tujuan utama KBK adalah memandirikan atau memberdayakan sekolah
dalam mengembangkan kompetensi yang akan disampaikan kepada peserta didik
sesuai dengan kondisi lingkungan.[18]
Dalam semua peraturan
perundang-undangan tentang pendidikan yang diberlakukan di negeri ini,
Pendidikan agama menempati posisi yang strategis dan sangat penting. Urgensi
dan posisi pendidikan agama ini dapat dilihat antara lain dari
ketentuan-ketentuan mengenai tujuan dan kurikulum.
Menurut Abdul Majid dan Dian
Andayani pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam
menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga
mengimani, ajaran agama Islam dibarengi dengan tuntutan untuk menghormati
penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama
hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa.[19]
Materi Pendidikan Agama Islam
(PAI) memiliki ciri khas atau karakteristik tertentu yang membedakannya dengan mata
pelajaran lain. Karakteristik mata pelajaran PAI tersebut yang dirumuskan Departemen
Agama RI, dalam “Pedoman Umum Pendidikan Agama Islam Sekolah Umum dan Sekolah
Luar Biasa”, dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. PAI merupakan rumpun mata
pelajaran yang dikembangkan dari ajaranajaran pokok (dasar) yang terdapat dalam
agama islam. Ditinjau dari segi isinya, PAI merupakan mata pelajaran pokok yang
menjadi salah satu komponen, dan tidak dapat dipisahkan dari rumpun mata
pelajaran yang bertujuan mengembangkan moral dan kepribadian peserta didik.
b. Tujuan PAI adalah terbentuknya
peserta didik yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, berbudi pekerti yang
luhur (berakhlak mulia), memiliki pengetahuan tentang ajaran pokok agama Islam
dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari- hari, serta memiliki pengetahuan
yang luas dan mendalam tentang Islam sehingga memadai baik untuk kehidupan
barmasyarakat maupun untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
c. Pendidikan Agama Islam, sebagai
sebuah program pembelajaran, diarahkan pada: (1) menjaga aqidah dan dan
ketaqwaan peserta didik, (2) menjadi landasan untuk lebih rajin mempelajari
ilmu-ilmu lain yang diajarkan di sekolah, (3) mendorong peserta didik untuk kritis,
kreatif, dan inovatif, (4) menjadi landasan perilaku dalam kehidupan sehari-
hari di masyarakat.
d. Pembelajaran PAI tidak hanya
menekankan penguasaan kompetensi kognitif saja, tetapi juga psikomotorik dan
afektif.
e. Isi mata pelajaran PAI didasarkan
dan dikembangkan dari ketentuanketentuan yang ada dalam dua sumber pokok ajaran
Islam, yaitu al Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW.
f. Materi PAI dikembangkan dari
ketiga kerangka dasar ajaran Islam, yaitu aqidah, syari’ah dan akhlaq.
g. Out put program pembelajaran PAI
di sekolah adalah terbentuknya peserta didik yang memiliki akhlak mulia (budi
pekerti yang luhur) yang merupakan misi utama dari diutusnya Nabi Muhammad SAW
di dunia ini27.[20]
Ruang Lingkup mata Pendidikan
Agama Islam meliputi al
Qur’an dan al-Hadits, keimanan, akhlak, fiqh, sejarah kebudayaan Islam, bahasa
Arab, sekaligus menggambarkan bahwa ruang lingkup pendidikan agama Islam mencakup
perwujudan keserasian, keselarasan dan keseimbangan hubungan manusia dengan
Allah SWT., diri sendiri, sesama manusia, makhluk lainnya maupun lingkungannya
(Hablun minallah wa hablun minannas).[21]
Dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) tahun 2004 untuk mata pelajaran PAI (contoh; di jenjang SMP), Standar Kompetensi yang disajikan
sangat sederhana tapi cukup mendalam dan mencerminkan Standar Kompetensi
pendidikan Islam yang menyeluruh.
Standar kompetsnsi yang
dirumuskan, sebagai berikut:
No Standar Kompetensi
a. Mengamalkan ajaran al-Qur’an
/Hadits dalam kehidupan sehari-hari
b. Menerapkan aqidah Islam dalam
kehidupan sehari-hari
c. Menerapkan akhlakul karimah
(akhlaq mulia) dan menghindari akhlaq tercela dalam kehidupan sehari
d. Menerapkan syariah (hukum Islam)
dalam kehidupan sehari-hari)
e. Mengambil Manfaat dari Sejarah
Perkembangan (peradaban) Islam dalam kehidupan sehari-hari.
Katakan saja, kelima Standar
Kompetensi di atas berlaku untuk semua tingkat dari kelas VII s.d Kelas IX dan
masing-masing dari kelima standar kompetensi tersebut diuraikan lagi menjadi beberapa Kompetensi Dasar yang
memiliki cakupan materi yang cukup dalam dan luas. Sebagai contoh untuk Standar Kompetensi yang
pertama di kelas VII diurai ke dalam lima kompetensi Dasar yaitu :
a. Siswa mampu membaca, mengartikan
dan menyalin surat adh-Dhuha
b. Siswa mampu membaca, mengartikan
dan menyalin surat al-Adiyat
c. Siswa mampu menerapkan hukum
bacaan Alif lam syamsiyah dan Alif lam qamariyah
d. Siswa mampu mempraktikan hukum
bacaan Nun mati dan Tanwin dan Mim mati
IV. Bahan Bacaan
Undang-undang No. 2 tahun 1989 Sistem Pendidikan
Nasional dan kemudian diganti dengan UU RI No. 20 tahun 2003 pada Bab X pasal
36.
Kepmendiknas
No. 045-U-2002 tentang Tentang Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), dikutip dari https://didikz888.wordpress.com/
tag/pengertian-kurikulum-berbasis-kompetensi/, diakses pada Senin, 18 Desember
2017, jam. 07.07 WIB
E. Mulyasa, 2002, Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik,
dan Implementasi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Abdul Majid dan Dian Andayani, 2005, “Pendidikan
Agama Islam Berbasis Kompetensi”, cet.II, Bandung: Remaja Rosdakarya.
https://didikz888.wordpress.com/tag/pengertian-kurikulum-berbasis-kompetensi/,
diakses pada Senin, 18 Desember 2017, jam. 07.07 WIB.
Nurhadi, 2004, Kurikulum 2004 Pertanyaan dan Jawaban, (Jakarta: Gramedia
Widiasarana Indonesia.
Depdiknas, 2003, Kurikulum 2004 Sekolah Menengah Pertama; Pedoman Umum
Pengembangan Silabus Berbasis Kompetensi Siswa Sekolah Menegah Pertama;
Jakarta: Depdiknas.
Makalah “Kurikulum Berbasis
Kompetensi Dalam Pendidikan Agama Islam”, hlm. 30, dikutuip dari http://library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1-2006-isnawinaya-1117-bab2_310-6.pdf., pada Senin, 18 Desember 2017, jam.
13.00 WIB.
Departemen Agama RI, 2003, “Pedoman Umum
Pendidikan Agama Islam Sekolah Umum dan Sekolah Luar Biasa”, (Jakarta:
Direktorat Jendral Kelembagaan Ajaran Islam.
[1] Modul Kuliah Pengembangan Kurikulum
Pendidikan Agama Islam, Pertemuan ke VIII: Materi: Langkah-Langkah Pengembangan
Kurikulum PAI, oleh: Dr. Hujair AH. Sanaky,
MSI.
[2] Hujair AH. Sanaky, Dr. MSI,
adalah dosen Program Pascasarjana FIAI UII dan Dosen Prodi Pendidikan Agama
Islam FIAI UII Yogyakarta.
[3] Undang-undang No. 2 tahun 1989 Sistem Pendidikan Nasional dan kemudian
diganti dengan UU RI No. 20 tahun 2003 pada Bab X pasal 36.
[5] Baca: Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), dikutip dari https://didikz888.wordpress.com/
tag/pengertian-kurikulum-berbasis-kompetensi/, diakses pada Senin, 18 Desember
2017, jam. 07.07 WIB
[6] E.
Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik, dan
Implementasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002), hlm.37-38.
[7] E.
Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik, dan
Implementasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002), hlm.38-39.
[10] Abdul Majid dan Dian Andayani, “Pendidikan
Agama Islam Berbasis Kompetensi”, cet.II, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2005), hlm. 55.
[11] https://didikz888.wordpress.com/tag/pengertian-kurikulum-berbasis-kompetensi/,
diakses pada Senin, 18 Desember 2017, jam. 07.07 WIB.
[12] E.Mulyasa, Kurikulum
Berbasis Kompetensi, Konsep
Karakteristik dan Implementasi, (Bandung: Remaja Rosda karya, 2005), hlm. 10.
[13] Nurhadi, Kurikulum 2004
Pertanyaan dan Jawaban, (Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2004),
hlm. 14.
[14] Depdiknas, Kurikulum 2004 Sekolah Menengah Pertama;
Pedoman Umum Pengembangan Silabus Berbasis Kompetensi Siswa Sekolah Menegah
Pertama; (Jakarta: Depdiknas, 2003).
[16] Baca Juga: Makalah
“Kurikulum Berbasis Kompetensi Dalam Pendidikan Agama Islam”, hlm. 30, dikutuip
dari http://library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1-2006-isnawinaya-1117-bab2_310-6.pdf., pada Senin, 18 Desember 2017, jam.
13.00 WIB.
[17] Abdul Majid dan Dian Andayani, “Pendidikan Agama Islam
Berbasis Kompetensi”, cet.II, (Bandung : Remaja Rosdakarya,
2005), hlm. 66-67. Baca Juga: Makalah “Kurikulum Berbasis Kompetensi Dalam
Pendidikan Agama Islam”, hlm. 30, dikutuip dari http://library.walisongo.
ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1-2006-isnawinaya-1117-bab2_310-6.pdf.,
pada Senin, 18 Desember 2017, jam. 13.00 WIB.
[18] E.Mulyasa, Kurikulum
Berbasis Kompetensi, Konsep
Karakteristik dan Implementasi, (Bandung: Remaja Rosda karya, 2005), hlm. 10
[20] Departemen Agama RI, “Pedoman Umum Pendidikan Agama Islam Sekolah Umum
dan Sekolah Luar Biasa”, (Jakarta: Direktorat Jendral Kelembagaan Ajaran
Islam, 2003),hlm.3
[22] Model-Model Pengembangan
Kurikulum PAI Dalam
KBK Dan KTSP, dikutip dari http:// rahbaza. blogspot.co.id/2013/04/model-model-pengembangan-kurikulum-pai_3415.html,
diakses pada Senin, 18 November 2017, jam. 06.48 WIB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar