Academics
Underground: Robohnya Rezim Akademis?
Hujair AH. Sanaky[*]
Hujair
AH. Sanaky, Imam Samroni, Mukalam, Edi Safitri, Muhammad Qowim. 2011. Academics
Underground: Adaan, Layanan, dan Pengguna Jasa Bimbingan Skripsi di Jogja.
Yogyakarta: PSI UII
144+xix
halaman
|
HAL-IHWAL tentang penulisan skripsi
mahasiswa (S1) serta tawaran dari BBS (Biro-biro Bimbingan Skripsi) di Jogja
merupakan permasalahan klise yang juga dialami kota-kota pendidikan di
Indonesia. Buku ini beranjak dari tujuan penelitian, yaitu untuk (1)
menganalisis latar belakang tumbuhnya keberadaan
BBS di luar kampus; (2) memetakan bentuk-bentuk layanan BBS; dan (3) mengenali
karakteristik pengguna jasa BBS.
Berdasar
tinjauan sejumlah pustaka, hubungan pendidikan tinggi dengan negara dan
pasar menunjukkan sejumlah kecenderungan dan
pro-kontra kampus perguruan tinggi sebagai ceruk pasar (captive market)
dengan jumlah mahasiswa sebagai populasi terbesar di setiap kampus beserta
kebutuhannya. Sedangkan kewajiban menulis skripsi bagi mahasiswa, dalam kondisi
tertentu, bertautan dengan kebutuhan spesifik yang menjadi layanan BBS.
Penelitian ini mengidentifikasi
tiga variabel penelitian, yaitu dependent variable, independent
variable, dan moderating variable. Dependent variable dalam
penelitian ini adalah PBS (Permintaan Bimbingan Skripsi). PBS adalah pola-pola
permintaan yang dibutuhkan para pengguna jasa kepada BBS dan sekaligus
layanan-layanan yang tidak/bisa dipenuhi BBS. Independent variable dalam
penelitian ini mencakup KPS (Kebutuhan Penulisan Skripsi) dan LBS (Layanan
Bimbingan Skripsi). KPS adalah kebutuhan yang harus dipenuhi mahasiswa selama
menyelesaikan penulisan skripsi, seperti pembiayaan, perijinan, kemampuan
meneliti, akses data dan informasi, serta waktu penulisan. Sedangkan LBS adalah
bentuk penawaran yang datangnya dari eksternal mahasiswa --baik dari dosen
pembimbing skripsi maupun BBS di luar kampus-- seperti drafting,
pengumpulan data, tabulasi dan olah data, konsultasi skripsi, editing,
serta revisi. Ketersediaan dari berbagai layanan tersebut setidak-tidaknya
menentukan mutu bimbingan skripsi. Sedangkan moderating variable dalam
penelitian ini adalah LBT (Latar Belakang Transaksi), yaitu keunikan
kasus-kasus yang mempengaruhi terjadinya transaksi antara pengguna jasa dengan
pengelola BBS. Dengan demikian, terjadinya transaksi mencakup Latar Belakang
Mahasiswa dan Latar Belakang Pengelola BBS.
Metode pengumpulan data
dilakukan dengan menelusuri iklan BBS di tujuh koran selama Februari-Maret 2007, yaitu Bernas Jogja (14 Februari), Kompas Jogja (24 Februari), Radar Jogja (27
Februari), Koran Merapi (27 Februari), Kedaulatan Rakyat (28 Februari dan 1
Maret), dan Seputar Indonesia (28 Februari). Data juga dilacak di internet dan
jasa informan, terutama layanan dan pro-kontra BBS, blog dan mailing-list,
serta sejarah dan kebijakan skripsi.
Selanjutnya,
peneliti melakukan survei
dan observasi partisipatoris dengan wawancara mendalam terhadap narasumber BBS,
untuk menguak serta mengenali praktik-praktik layanan yang lebih dikenal
sebagai fenomena akademik yang tersembunyikan (academics underground). Wawancaranya
adalah tak terstruktur, kurang diinterupsi, arbiter, serta untuk menggali
informasi yang bukan baku, menekankan kekecualian, penyimpangan, maupun
penafsiran yang tidak lazim. Pelaksanaan tanya-jawab mengalir seperti dalam
percakapan sehari-hari dan membutuhkan waktu berminggu-minggu. Pengambilan
sampel BBS dengan nonprobabilty sampling dengan teknik accidental
sampling. Dalam perkembangannya, hanya tujuh dari sepuluh BBS yang berhasil
diteliti. Hal ini disebabkan tidak ditemukannya tipe BBS yang --sebagai lembaga
jasa layanan-- sama sekali dibiayai oleh investor. Peneliti pernah mendengar
tipe BBS “investasi” seperti ini, yang dibenarkan mahasiswa dan jasa informan, tetapi dalam penelusuran lebih
lanjut ternyata tidak ditemukan. Di samping itu, satu narasumber BBS tidak mau
melanjutkan “obrolan,” karena menghindari hal-hal yang tidak mengenakkan untuk
citraan Jogja sebagai kota pendidikan.
Untuk metode analisis
data, langkah-langkahnya adalah dengan pengkodean data, penyusunan matriks,
pengisian indeks peristiwa, perumusan jaring kausal konseptual, dan pengujian
kesimpulan. Untuk pengujian kesimpulan dilakukan analisis lintas kasus dan
triangulasi. Analisis lintas kasus dilakukan dengan membandingkan bimbingan
skripsi dengan kasus bimbingan tesis atau disertasi. Sedangkan teknik
triangulasi dilakukan dengan wawancara terstruktur dengan 20 narasumber yang
terdiri 10 mahasiswa (5 mahasiswa dan 5 mahasiswi/5 PTN dan 5 PTS); 5 dosen
pembimbing (2 dosen pembimbing laki-laki dan 3 dosen pembimbing perempuan/3 PTN
dan 2 PTS); serta 5 pengelola perguruan tinggi (4 pengelola laki-laki dan 1
pengelola perempuan/3 PTN dan 2 PTS) di Jogja.
Berdasar
hasil analisis catatan lapangan dari
ke-7 narasumber BBS tentang budaya kampus,
motivasi klien, karakter aktor BBS, dan faktor eksternal BBS serta
mempertimbangkan hasil analisis lintas kasus dan triangulasi, maka latar belakang tumbuhnya keberadaan BBS dapat
disimpulkan sebagai berikut: Kebelumoptimalan bimbingan penulisan
skripsi oleh dosen di kampus, meningkatnya permintaan bimbingan penulisan
skripsi (juga tesis dan/atau disertasi),
serta tidak adanya kebijakan skema pembiayaan dari pengelola kampus
untuk menyelesaikan skripsi mahasiswa merupakan latar belakang tumbuhnya keberadaan BBS di luar kampus. Hal-hal tersebut
menjadi latar belakang transaksi antara mahasiswa dengan BBS. Kebutuhan
mahasiswa adalah penyelesaian skripsi sedangkan layanan BBS adalah kepuasan
pengguna jasa berdasar kualitas dan ketepatan waktu. Proses transaksi ini
mengakibatkan terjadinya pasar permintaan dan penawaran, yang lebih jauh
memperkuat budaya pop kampus yang pro-pasar versus budaya akademis.
Dalam kondisi budaya kampus inilah, tumbuhnya
keberadaan BBS di luar kampus mempunyai potensi dan peluang yang
keberkelanjutan untuk melayani pengayaan atau pengulangan materi kepada
mahasiswa sebagai pembeli yang berdaulat.
Untuk
menjawab pertanyaan penelitian tentang bentuk-bentuk layanan BBS, dianalisis
catatan lapangan dari
ke-7 BBS tentang identitas BBS,
cara pemasaran, kontak klien dengan BBS, waktu layanan, waktu layanan per
individu, waktu penyelesaian layanan, bidang garap, jenis layanan, transaksi
layanan, tarif layanan, cara menulis skripsi, resiko profesi dan garansi, serta
iklim bisnis. Berdasar hasil analisis tersebut selanjutnya diuji dengan
analisis lintas kasus dan triangulasi. Oleh karena itu, bentuk-bentuk layanan BBS dapat disimpulkan sebagai kemampuan,
keleluasaan, kemudahan, dan garansi dalam layanan. Nilai lebih bentuk layanan
BBS terletak di dalam kepuasan pengguna jasanya dibanding bimbingan penulisan
skripsi di kampus.
BBS bisa bekerja sendiri
atau tim, tidak mempunyai legalitas, merupakan profesi antara/sambilan,
tidak/belum butuh untuk membuka cabang, berlatar belakang pendidikan sarjana
(S1), serta mampu mengerjakan seluruh bidang garap skripsi, tesis, dan/atau
disertasi sesuai kebutuhan klien, dengan dukungan koleksi bank data paling
mutakhir. Cara pemasarannya dari mulut ke
mulut berbasis jaringan pertemanan. Waktu dan lama layanan cenderung leluasa. BBS tidak mempersulit transaksi
layanan dan penetapan tarif. Cara
penulisan skripsi bisa secara orisinal
dan bukan imitasi. BBS juga membekali pengguna jasanya dengan semacam “simulasi” ujian skripsi. Dalam konteks iklim
bisnis, BBS masih menganggap wajar adanya persaingan layanan.
Kemampuan,
keleluasaan, kemudahan, dan garansi sebagai bentuk-bentuk layanan BBS
menjadikannya sebagai ancaman
dunia akademis. Demikian pula, pengaruh BBS terhadap tradisi akademis di kampus
sebagai hal kriminal. Jika budaya akademis merupakan identitas kampus perguruan
tinggi dan hal-hal yang mengancam dunia akademis adalah tindak kriminal, maka
membangun budaya akademis merupakan kategori yang imperatif. Kategori
imperatifnya bisa merujuk kaidah perintah (self-fulfilling) atau
sebaliknya larangan (self-defeating). Ketidakoptimalan membangun budaya
akademis di kampus perguruan tinggi hanya akan memperkuat budaya-ekonomi yang
cenderung hanya melayani pasar dengan permintaan dan penawaran jasa bimbingan
penulisan skripsi.
Berdasar
hasil analisis catatan lapangan dari
ke-7 BBS tentang jenis kelamin,
asal klien, dan karakteristik mahasiswa serta mempertimbangkan hasil analisis
lintas kasus dan triangulasi, maka karakteristik
pengguna jasa BBS dapat disimpulkan sebagai berikut: Karakteristik jenis
kelamin mahasiswa sebagai pengguna jasa BBS, yaitu laki-laki atau perempuan,
dianggap tidak cukup bermakna. Karakteristik asal klien lebih banyak dari Jogja
dan hanya beberapa yang bukan dari Jogja, lebih banyak dari perguruan tinggi
swasta dibanding yang negeri, serta rata-rata lebih banyak dari fakultas/jurusan/program
studi bukan teknik. Sedangkan
karakteristik mahasiswa sebagai pengguna jasa adalah lebih banyak yang
berasal dari kelas reguler, ekstensi, dan jarak jauh; dari semester 6 sampai 9
atau semester tua sehingga terancam DO (Drop Out); juga yang mempunyai
kesibukan dan sudah bekerja. Karakteristik
mahasiswa yang berprofesi guru maupun yang bermotif menjadi lulusan
tercepat atau karena rangkap kuliah tidak ditemukan.
Keterhubungan antara karakteristik mahasiswa pengguna jasa
dengan BBS sebagai “kewirausahaan akademis” (academic enterpreunership)
memperlihatkan adanya pola-pola berikut ini:
1.
Pola Klien (C, Client) yaitu pengguna jasa
berposisi sebagai klien BBS. BBS bekerja dengan caranya sendiri dan prosesnya
tidak diinterupsi karena pengguna jasa sudah menyerahkan sepenuhnya pengerjaan
skripsi. Pola klien merupakan BBS dengan tipe S (Self-employee);
2.
Pola Pembeli (B, Buyer) yaitu pengguna jasa
berposisi sebagai pembeli layanan BBS. BBS bekerja dengan arahan penuh sesuai
permintaan pengguna jasa. Pola pembeli merupakan BBS dengan tipe E (Employee);
3.
Pola Mitra (P, Partner) yaitu pengguna jasa BBS
mengapresiasi layanan BBS sesuai kebutuhannya untuk menyelesaikan skripsi. BBS
membangun sistem, hubungan, dan akses untuk memenuhi kebutuhan yang tidak bisa
secara langsung dilakukan pengguna jasa. Pola mitra merupakan BBS dengan tipe B
(Business owner).
Berdasar hal-hal
tersebut di atas, buku ini memajukan dua hal. Pertama, jika kebutuhan
penulisan skripsi lebih kecil dari layanan bimbingan skripsi, maka latar
belakang transaksi cenderung mendukung maraknya permintaan bimbingan
skripsi. Kedua, sebaliknya adalah jika kebutuhan penulisan skripsi lebih
besar dari layanan bimbingan skripsi, maka latar belakang transaksi cenderung
kurang mendongkrak permintaan bimbingan skripsi.
Baca lebih lanjut dibuku: Jogja
Academics Underground, Membongkar Budaya Makelar Sarjana, Nopember 2012
[*] Makalah untuk Diskusi Bedah Buku “Academics
Underground: Adaan, Layanan, dan Pengguna Jasa Bimbingan Skripsi di Jogja,”
Forum Studi Komunikasi FISIP UAJY & Pusat Studi Islam UII. Yogyakarta, 21
Juli 2011. Pemakalah adalah penulis buku tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar