Sabtu, 19 Agustus 2017

Academics Underground: Robohnya Rezim Akademis?



Academics Underground: Robohnya Rezim Akademis?
Hujair AH. Sanaky[*]


Hujair AH. Sanaky, Imam Samroni, Mukalam, Edi Safitri, Muhammad Qowim. 2011. Academics Underground: Adaan, Layanan, dan Pengguna Jasa Bimbingan Skripsi di Jogja. Yogyakarta: PSI UII
144+xix halaman


HAL-IHWAL tentang penulisan skripsi mahasiswa (S1) serta tawaran dari BBS (Biro-biro Bimbingan Skripsi) di Jogja merupakan permasalahan klise yang juga dialami kota-kota pendidikan di Indonesia. Buku ini beranjak dari tujuan penelitian, yaitu untuk (1) menganalisis latar belakang tumbuhnya keberadaan BBS di luar kampus; (2) memetakan bentuk-bentuk layanan BBS; dan (3) mengenali karakteristik pengguna jasa BBS.
Berdasar tinjauan sejumlah pustaka, hubungan pendidikan tinggi dengan negara dan pasar menunjukkan sejumlah kecenderungan dan pro-kontra kampus perguruan tinggi sebagai ceruk pasar (captive market) dengan jumlah mahasiswa sebagai populasi terbesar di setiap kampus beserta kebutuhannya. Sedangkan kewajiban menulis skripsi bagi mahasiswa, dalam kondisi tertentu, bertautan dengan kebutuhan spesifik yang menjadi layanan BBS.
Penelitian ini mengidentifikasi tiga variabel penelitian, yaitu dependent variable, independent variable, dan moderating variable. Dependent variable dalam penelitian ini adalah PBS (Permintaan Bimbingan Skripsi). PBS adalah pola-pola permintaan yang dibutuhkan para pengguna jasa kepada BBS dan sekaligus layanan-layanan yang tidak/bisa dipenuhi BBS. Independent variable dalam penelitian ini mencakup KPS (Kebutuhan Penulisan Skripsi) dan LBS (Layanan Bimbingan Skripsi). KPS adalah kebutuhan yang harus dipenuhi mahasiswa selama menyelesaikan penulisan skripsi, seperti pembiayaan, perijinan, kemampuan meneliti, akses data dan informasi, serta waktu penulisan. Sedangkan LBS adalah bentuk penawaran yang datangnya dari eksternal mahasiswa --baik dari dosen pembimbing skripsi maupun BBS di luar kampus-- seperti drafting, pengumpulan data, tabulasi dan olah data, konsultasi skripsi, editing, serta revisi. Ketersediaan dari berbagai layanan tersebut setidak-tidaknya menentukan mutu bimbingan skripsi. Sedangkan moderating variable dalam penelitian ini adalah LBT (Latar Belakang Transaksi), yaitu keunikan kasus-kasus yang mempengaruhi terjadinya transaksi antara pengguna jasa dengan pengelola BBS. Dengan demikian, terjadinya transaksi mencakup Latar Belakang Mahasiswa dan Latar Belakang Pengelola BBS.
Metode pengumpulan data dilakukan dengan menelusuri iklan BBS di tujuh koran selama Februari-Maret 2007, yaitu Bernas Jogja (14 Februari), Kompas Jogja (24 Februari), Radar Jogja (27 Februari), Koran Merapi (27 Februari), Kedaulatan Rakyat (28 Februari dan 1 Maret), dan Seputar Indonesia (28 Februari). Data juga dilacak di internet dan jasa informan, terutama layanan dan pro-kontra BBS, blog dan mailing-list, serta sejarah dan kebijakan skripsi.
Selanjutnya, peneliti melakukan survei dan observasi partisipatoris dengan wawancara mendalam terhadap narasumber BBS, untuk menguak serta mengenali praktik-praktik layanan yang lebih dikenal sebagai fenomena akademik yang tersembunyikan (academics underground). Wawancaranya adalah tak terstruktur, kurang diinterupsi, arbiter, serta untuk menggali informasi yang bukan baku, menekankan kekecualian, penyimpangan, maupun penafsiran yang tidak lazim. Pelaksanaan tanya-jawab mengalir seperti dalam percakapan sehari-hari dan membutuhkan waktu berminggu-minggu. Pengambilan sampel BBS dengan nonprobabilty sampling dengan teknik accidental sampling. Dalam perkembangannya, hanya tujuh dari sepuluh BBS yang berhasil diteliti. Hal ini disebabkan tidak ditemukannya tipe BBS yang --sebagai lembaga jasa layanan-- sama sekali dibiayai oleh investor. Peneliti pernah mendengar tipe BBS “investasi” seperti ini, yang dibenarkan mahasiswa dan jasa informan, tetapi dalam penelusuran lebih lanjut ternyata tidak ditemukan. Di samping itu, satu narasumber BBS tidak mau melanjutkan “obrolan,” karena menghindari hal-hal yang tidak mengenakkan untuk citraan Jogja sebagai kota pendidikan.
Untuk metode analisis data, langkah-langkahnya adalah dengan pengkodean data, penyusunan matriks, pengisian indeks peristiwa, perumusan jaring kausal konseptual, dan pengujian kesimpulan. Untuk pengujian kesimpulan dilakukan analisis lintas kasus dan triangulasi. Analisis lintas kasus dilakukan dengan membandingkan bimbingan skripsi dengan kasus bimbingan tesis atau disertasi. Sedangkan teknik triangulasi dilakukan dengan wawancara terstruktur dengan 20 narasumber yang terdiri 10 mahasiswa (5 mahasiswa dan 5 mahasiswi/5 PTN dan 5 PTS); 5 dosen pembimbing (2 dosen pembimbing laki-laki dan 3 dosen pembimbing perempuan/3 PTN dan 2 PTS); serta 5 pengelola perguruan tinggi (4 pengelola laki-laki dan 1 pengelola perempuan/3 PTN dan 2 PTS) di Jogja.
Berdasar hasil analisis catatan lapangan dari ke-7 narasumber BBS tentang budaya kampus, motivasi klien, karakter aktor BBS, dan faktor eksternal BBS serta mempertimbangkan hasil analisis lintas kasus dan triangulasi, maka latar belakang tumbuhnya keberadaan BBS dapat disimpulkan sebagai berikut: Kebelumoptimalan bimbingan penulisan skripsi oleh dosen di kampus, meningkatnya permintaan bimbingan penulisan skripsi (juga tesis dan/atau disertasi), serta tidak adanya kebijakan skema pembiayaan dari pengelola kampus untuk menyelesaikan skripsi mahasiswa merupakan latar belakang tumbuhnya keberadaan BBS di luar kampus. Hal-hal tersebut menjadi latar belakang transaksi antara mahasiswa dengan BBS. Kebutuhan mahasiswa adalah penyelesaian skripsi sedangkan layanan BBS adalah kepuasan pengguna jasa berdasar kualitas dan ketepatan waktu. Proses transaksi ini mengakibatkan terjadinya pasar permintaan dan penawaran, yang lebih jauh memperkuat budaya pop kampus yang pro-pasar versus budaya akademis. Dalam kondisi budaya kampus inilah, tumbuhnya keberadaan BBS di luar kampus mempunyai potensi dan peluang yang keberkelanjutan untuk melayani pengayaan atau pengulangan materi kepada mahasiswa sebagai pembeli yang berdaulat.
Untuk menjawab pertanyaan penelitian tentang bentuk-bentuk layanan BBS, dianalisis catatan lapangan dari ke-7 BBS tentang identitas BBS, cara pemasaran, kontak klien dengan BBS, waktu layanan, waktu layanan per individu, waktu penyelesaian layanan, bidang garap, jenis layanan, transaksi layanan, tarif layanan, cara menulis skripsi, resiko profesi dan garansi, serta iklim bisnis. Berdasar hasil analisis tersebut selanjutnya diuji dengan analisis lintas kasus dan triangulasi. Oleh karena itu, bentuk-bentuk layanan BBS dapat disimpulkan sebagai kemampuan, keleluasaan, kemudahan, dan garansi dalam layanan. Nilai lebih bentuk layanan BBS terletak di dalam kepuasan pengguna jasanya dibanding bimbingan penulisan skripsi di kampus.
BBS bisa bekerja sendiri atau tim, tidak mempunyai legalitas, merupakan profesi antara/sambilan, tidak/belum butuh untuk membuka cabang, berlatar belakang pendidikan sarjana (S1), serta mampu mengerjakan seluruh bidang garap skripsi, tesis, dan/atau disertasi sesuai kebutuhan klien, dengan dukungan koleksi bank data paling mutakhir. Cara pemasarannya dari mulut ke mulut berbasis jaringan pertemanan. Waktu dan lama layanan cenderung leluasa. BBS tidak mempersulit transaksi layanan dan penetapan tarif. Cara penulisan skripsi bisa secara orisinal dan bukan imitasi. BBS juga membekali pengguna jasanya dengan semacam “simulasi” ujian skripsi. Dalam konteks iklim bisnis, BBS masih menganggap wajar adanya persaingan layanan.
Kemampuan, keleluasaan, kemudahan, dan garansi sebagai bentuk-bentuk layanan BBS menjadikannya sebagai ancaman dunia akademis. Demikian pula, pengaruh BBS terhadap tradisi akademis di kampus sebagai hal kriminal. Jika budaya akademis merupakan identitas kampus perguruan tinggi dan hal-hal yang mengancam dunia akademis adalah tindak kriminal, maka membangun budaya akademis merupakan kategori yang imperatif. Kategori imperatifnya bisa merujuk kaidah perintah (self-fulfilling) atau sebaliknya larangan (self-defeating). Ketidakoptimalan membangun budaya akademis di kampus perguruan tinggi hanya akan memperkuat budaya-ekonomi yang cenderung hanya melayani pasar dengan permintaan dan penawaran jasa bimbingan penulisan skripsi.
Berdasar hasil analisis catatan lapangan dari ke-7 BBS tentang jenis kelamin, asal klien, dan karakteristik mahasiswa serta mempertimbangkan hasil analisis lintas kasus dan triangulasi, maka karakteristik pengguna jasa BBS dapat disimpulkan sebagai berikut: Karakteristik jenis kelamin mahasiswa sebagai pengguna jasa BBS, yaitu laki-laki atau perempuan, dianggap tidak cukup bermakna. Karakteristik asal klien lebih banyak dari Jogja dan hanya beberapa yang bukan dari Jogja, lebih banyak dari perguruan tinggi swasta dibanding yang negeri, serta rata-rata lebih banyak dari fakultas/jurusan/program studi bukan teknik. Sedangkan karakteristik mahasiswa sebagai pengguna jasa adalah lebih banyak yang berasal dari kelas reguler, ekstensi, dan jarak jauh; dari semester 6 sampai 9 atau semester tua sehingga terancam DO (Drop Out); juga yang mempunyai kesibukan dan sudah bekerja. Karakteristik mahasiswa yang berprofesi guru maupun yang bermotif menjadi lulusan tercepat atau karena rangkap kuliah tidak ditemukan.
Keterhubungan antara karakteristik mahasiswa pengguna jasa dengan BBS sebagai “kewirausahaan akademis” (academic enterpreunership) memperlihatkan adanya pola-pola berikut ini:
1.    Pola Klien (C, Client) yaitu pengguna jasa berposisi sebagai klien BBS. BBS bekerja dengan caranya sendiri dan prosesnya tidak diinterupsi karena pengguna jasa sudah menyerahkan sepenuhnya pengerjaan skripsi. Pola klien merupakan BBS dengan tipe S (Self-employee);
2.    Pola Pembeli (B, Buyer) yaitu pengguna jasa berposisi sebagai pembeli layanan BBS. BBS bekerja dengan arahan penuh sesuai permintaan pengguna jasa. Pola pembeli merupakan BBS dengan tipe E (Employee);
3.    Pola Mitra (P, Partner) yaitu pengguna jasa BBS mengapresiasi layanan BBS sesuai kebutuhannya untuk menyelesaikan skripsi. BBS membangun sistem, hubungan, dan akses untuk memenuhi kebutuhan yang tidak bisa secara langsung dilakukan pengguna jasa. Pola mitra merupakan BBS dengan tipe B (Business owner).
Berdasar hal-hal tersebut di atas, buku ini memajukan dua hal. Pertama, jika kebutuhan penulisan skripsi lebih kecil dari layanan bimbingan skripsi, maka latar belakang transaksi cenderung mendukung maraknya permintaan bimbingan skripsi. Kedua, sebaliknya adalah jika kebutuhan penulisan skripsi lebih besar dari layanan bimbingan skripsi, maka latar belakang transaksi cenderung kurang mendongkrak permintaan bimbingan skripsi.
Baca lebih lanjut dibuku: Jogja Academics Underground, Membongkar Budaya Makelar Sarjana, Nopember 2012



[*] Makalah untuk Diskusi Bedah Buku “Academics Underground: Adaan, Layanan, dan Pengguna Jasa Bimbingan Skripsi di Jogja,” Forum Studi Komunikasi FISIP UAJY & Pusat Studi Islam UII. Yogyakarta, 21 Juli 2011. Pemakalah adalah penulis buku tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar