RESEARCH
AND DEVELOPMENT
BAHAN
AJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
DI
SEKOLAH DASAR LUAR BIASA TUNA GRAHITA RINGAN (C)
SLB
BHAKTI KENCANA BERBAH SLEMAN
Oleh
Hujair AH. Sanaky dkk.[1]
Abstrak:
Penelitian ini
berlatar belakang adanya permasalahan dalam proses pembelajaran Pendidikan
Agama Islam (PAI) di Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) Tuna Grahita Ringan (C) di
SDLB Bhakti Kencana Berbah Sleman dan SDLB secara umum. Peneliti berasumsi
bahwa kurikulum yang dilaksanakan dalam pembelajaran PAI di SD Tuna Grahita C tidak
sesuai dengan difabelitas yang disandang oleh siswa. Hal ini terlihat dari
rumusan standar kompetensi untuk SD tuna Grahita yang tidak berbeda dengan
standar kompetensi untuk anak normal. Pembedaan antara siswa normal dan Tuna Grahita C
adalah sangat jelas, yaitu perbedaan “kemampuan IQ”.
Dari latar
belakang permasalahan tersebut, penelitian ini mengambil sebagian aspeknya
untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, yaitu dengan menggunakan strategi
optimalisasi bahan ajar sebagai pecapaian standar kompetensi PAI SD Kelas 1
untuk anak tuna grahita ringan. Rumusan masalah yang dijawab dalam penelitian
ini adalah “Bagaimana Model Bahan Ajar PAI bagi anak Sekolah Dasar Luar Biasa
Tunagrahita ringan (C) Kelas I yang Efektif?”
Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode
Penelitian dan Pengembangan (Research and Development). Dari hasil
penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa Modul PAI untuk kelas 1 SD Tuna Ghrahita yang
layak dipakai dalam pembelajaran adalah bahan
ajar yang berprinsip; (a) dari yang mudah ke yang sulit, dari yang kongkrit ke
abstrak, dari yang sederhana ke yang komplek, (b) sesuai dengan kemampuan dan
karakteristik siswa; (c) menekankan keterampilan fungsional dengan kondisinya;
(d) menarik dan membantu penyajian. Desain modul yang dikembangkan berisi
langkah-langkah yang lebih lengkap dari yang sudah ada, sehingga dapat
mempermudah siswa dalam pembelajaran.
Hasil uji kelayakan menunjukkan bahwa modul yang
dikembangkan, adalah modul yang: (1) Mempunyai Kelayakan Isi dengan kategori
Baik; (2) Dari aspek bahasa dan gambar
juga menunjukkan hasil Baik; (3) Dilihat dari aspek penyajian menunjukkan hasil
Baik; (4) Dari aspek penyajian termasuk kategori “Sangat baik“ karena memiliki
keseimbangan teks dengan gambar, ukuran gambar, penggunaan huruf, sampul modul
yang menarik, sehingga mempermudah siswa memahami materi dalam modul.
Kata Kunci:
Bahan Ajar PAI, Tuna Grahita, SDLB
Tulisan “RESEARCH AND DEVELOPMENT BAHAN AJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH
DASAR LUAR BIASA TUNA GRAHITA RINGAN (C) SLB BHAKTI KENCANA BERBAH SLEMAN”, telah dimuat di jurnal Millah, Jurnal
Studi Agama, Vol,XIV, No. 1, Februari 2014, ISSN: 1412-0992, Magister Studi
Islam (MSI) UII, Yogyakarta.
A. Pendahuluan
Pendidikan adalah hak semua warga negara tanpa kecuali termasuk
anak yang berkebutuhan khusus (ABK). Anak-anak
berkebutuhan khusus merupakan bagian dari masyarakat yang memiliki keterbatasan
fisik maupun mental. Upaya memberikan hak pendidikan kepada ABK yang sama dalam
bidang pendidikan dilakukan secara berkesinambungan, terpadu dan penuh tanggung
jawab agar mereka tidak lagi dianggap sebagai siswa yang hanya dipandang
sebelah mata oleh sebagian orang. Hal ini dalam Undang-Undang Republik
Indonesia (UU RI) Nomor 4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, dalam Pasal 6
ayat 6 bahwa Setiap penyandang cacat memiliki hak yang sama untuk menumbuh
kembangkan bakat, kemampuan dan kehidupan sosialnya, terutama bagi penyandang
cacat anak dalam lingkungan keluarga dan masyarakat.
Ada dua bentuk lembaga atau sekolah untuk anak-anak berkebutuhan khusus, yaitu Sekolah Luar Biasa
(SLB) dan Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB). Dua model sekolah ini dirancang secara khusus sesuai dengan
jenis dan karakteristik kelainannya. SLB dirancang khusus anak-anak
berkebutuhan dari satu jenis kelainan, sedangkan SDLB khusus hanya satu jenjang
pendidikan SD. Selain itu siswa SDLB tidak hanya terdiri dari satu jenis
kelainan saja, tetapi bisa dari berbagai jenis kelainan. Pengembangan kurikulum
untuk sekolah-sekolah ini telah dilakukan oleh pemerintah melalui BSNP.
Sebagaimana permasalahan pendidikan pada umumnya, di
sekolah-sekolah SLB dan SDLB juga mempunyai problem yang beragam. Di antaranya adalah pembelajaran PAI di SLB untuk
Tunagrahita mempunyai problem penyesuaian materi, perbedaan kemampuan dan
pemahaman, titik kejenuhan, hiperaktif, komunikasi, kurangnya dukungan dari
orang tua, dan metode yang digunakan guru kurang dapat diterima oleh siswa
(Tutik Munawaroh, 2009), kurangnya pengalaman guru dalam mengajar siswa yang
berkelainan, kurangnya ketegasan kebijakan pihak lembaga, kemampuan intelektual
dan mental anak penyandang tunagrahita yang terbatas, ketunagandaan pada siswa,
kenakalan siswa, latar belakang keluarga yang berbeda-beda, materi yang terlalu
berat, keterbatasan waktu, kurangnya variasi media pendidikan, dan belum maksimalnya
pemanfaatan jam tambahan (Tri Mulat, 2011), secara kualitatif kurikulum
PAI (SK-KD) yang dikeluarkan BNSP (Badan Nasional Standar Pendidikan) ditinjau
dari aspek Psikologis hanya sesuai untuk jenis Tuna netra (A) dan tunadaksa
(D), belum sesuai/kurang relevan untuk kondisi ketunaan yang lain, seperti
jurusan B, C, CI, E, G. (Aziz Fuadi,
2011). Peneliti juga menemukan bahwa bahwa materi PAI kelas satu Sekolah Dasar
Luar biasa yang tertera dalam kurikulum yang dikeluarkan oleh BNSP untuk anak
berkebutuhan khusus terutama anak Tunagrahita ringan (C) kurang tepat. Hal ini
terkait dengan prinsip pembelajaran, yaitu mengurutkan dari yang mudah ke yang
sulit, sederhana menuju yang komplek disesuaikan dari kelas rendah menuju kelas
yang lebih tinggi.
Mengamati permasalahan
pembelajaran PAI untuk anak-anak Tunagrahita
di atas, ada satu masalah yang sangat urgen yang mendesak untuk dibahas karena
sangat sentral, yaitu materi pembelajaran PAI. Peneliti
berasumsi bahwa kurikulum yang dilaksanakan
dalam pembelajaran PAI di SD Tuna Grahuta C tidak sesuai dengan difabelitas
yang disandang oleh siswa. Hal ini terlihat dari rumusan standar kompetensi
untuk SD tuna Grahita yang tidak berbeda dengan standar kompetensi untuk anak
normal. Pembedaan antara siswa normal dan Tuna Grahita C adalah sangat jelas,
yaitu perbedaan kemampuan IQ, sebagaimana diungkap PP No. 72 tahun 1991 yang
menyatakan bahwa "Anak tunagrahita ringan adalah mereka yang mempunyai IQ
antara 50-70 sehingga mengalami hambatan dalam kecerdasan dan adaptasi
sosialnya, namun mereka mempunyai kemampuan untuk berkembang dalam bidang
pelajaran akademik, penyesuaian sosial, kemampuan bekerja".
Perbedaan IQ dengan kesamaan materi pembelajaran PAI adalah
merupakan sebuah masalah atau bahkan pengabaian terhadap hak-hak siswa Tuna
Grahita dalam memperoleh pendidikan secara baik. Terlepas dari masalah ini,
penulis mencoba menjembatani masalah ini dengan menggunakan strategi
optimalisasi bahan ajar sebagai pecapaian standar kompetensi PAI SD Kelas 1
untuk anak tuna grahita ringan.
B. Kerangka Teori
1.
Penelitian
Terdahulu
Beberapa penelitian tentang pembelajaran Pendidikan Agama
Islam (PAI) untuk anak Tuna Grahita Ringan menghasilkan temuan bahwa
pembelajaran untuk Tunagrahita Ringan kurang berjalan dengan maksimal. Di
antaranya penelitian berjudul “Problematika Belajar Pendidikan Islam pada Anak
Penyandang Tuna Grhaita (SLB B/C YPPLB Ngawi Kabupaten Ngawi)” yang dilakukan
oleh Tutik Munawaroh (2009). Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa
problematika belajar Pendidikan Islam yang dialami siswa penyandang Tuna
Grahita adalah penyesuaian materi, perbedaan kemampuan dan pemahaman, titik
kejenuhan, hiperaktif, komunikasi, kurangnya dukungan dari orang tua, dan
metode yang diugunakan oleh guru kurang bisa diterima oleh siswa.
Begitu juga penelitian yang dilakukan Tri Mulat yang berjudul
“Problematika Belajar Pendidikan Agama Islam Pada Anak Penyandang Tunagrahita
di SLB PGRI Tri Mulyo Kabupaten Bantul” menghasilkan temuan bahwa problematika
belajar pendidikan Islam pada siswa penyandang tunagrahita di SLB PGRI Tri
Mulyo Kabupaten Bantul adalah kurangnya pengalaman guru dalam mengajar siswa
yang berkelainan, kurangnya ketegasan kebijakan pihak lembaga, kemampuan
intelektual dan dan mental anak penyandang tunagrahita yang terbatas,
ketunagandaan pada siswa, kenakalan siswa, latar belakang keluarga yang
berbeda-beda, materi yang terlalu berat, keterbatasan waktu, kurangnya variasi
media pendidikan, dan belum maksimalnya pemanfaatan jam tambahan. Penelitian
lainnya, yang dilakukan oleh Dian Permatasari (2009) yang berjudul
“Problematika Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan Solusinya pada Anak Autis
di Sekolah Luar Biasa (SLB) Idayu Malang” menghasilkan temuan kurangnya Jam
pelajaran yang disediakan untuk pendidikan agama Islam, sehingga pembelajaran
tidak bisa mencapai tujuannya.
Problem tentang kurikulum juga menjadi temuan penelitian Aziz Fuadi (2011) dan Siti Munfadilah (2008).
Aziz Fuadi dalam penelitiannya yang berjudul “Telaah Kurikulum Pendidikan Agama Islam Pada Sekolah
Luar Biasa”, menemukan bahwa secara kualitatif kurikulum PAI (SK-KD) yang
dikeluarkan BNSP (Badan Nasional Standar Pendidikan), ditinjau dari aspek
Psikologis hanya sesuai untuk jenis Tuna netra (A) dan tunadaksa (D), belum
sesuai/kurang relevan untuk kondisi ketunaan yang lain, seperti: jurusan B, C,
CI, E, G. Penelitian Siti Munfadilah yang mengangkat judul “Manajemen
Pendidikan Agama Islam Bagi Anak berkebutuhan Khusus“ membahas masalah
perencanaan manajemen pembelajaran PAI di SLB Negeri I Yogyakarta pada tahun
2008. Ia mengkritisi materi pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang
disamaratakan antara A-B-K dengan semua jenis ketunaan. Hasil penelitiannya
bahwa materi yang ditetapkan dalam kurikulum masih terlalu umum dan belum
sesuai dengan anak berkebutuhan khusus.
Penelitian
yang berkenaan dengan pengembangan bahan ajar telah dilakukan oleh Surtikanti
(2005), yang berjudul “Pengembangan bahan Ajar berbantuan Komputer Untuk
memfasilitasi Active Learning Dalam Mata Kuliah Landasan Pendidikan”.
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pembelajaran berbantuan komputer yang
dirancang efektif digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran, pembelajaran
berbantuan komputer yang dirancang efektif digunakan untuk mencapai tujuan
pembelajaran, pembelajaran berbantuan komputer memiliki efisiensi waktu yang
tinggi.
Selanjutnya
hasil penelitian yang ditulis oleh Wiji Hidayati (2010) yang berjudul
“Pengembangan Bahan Ajar Mata Kuliah Psikologi Perkembangan di Jurusan
Kependidikan Islam Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (Pendekatan
Integrasi – Interkoneksi). Yang ditulis pada tahun 2010, membahas tentang
tahap- tahap pengembangan bahan ajar yang berupa modul, dengan terwujudnya
modul tersebut diharapkan mahasiswa dapat belajar sesuai dengan kebutuhan,
kemampuan, kecepatan dan carannya sendiri, serta sebagai alternatif sumber
belajar, sehingga diharapkan adannya peningkatan kualitas pembelajaran.
Sejauh
pengetahuan penulis, penelitian-penelitian tentang Anak Tunagrahita belum ada
yang membahas tentang pengembangan bahan ajar. Sementara signifikansi
pembahasan ini sangat strategis karena asumsi penulis, bahan ajar akan
memberikan materi yang teruji di lapangan, strategi pembelajaran untuk guru,
dan membantu fokus anak tunagrahita dalam belajar, serta juga bisa dijadikan
penghubung antara guru dan orang tua. Secara spesifik, penelitian ini adalah
tentang pengkajian ulang bahan ajar Pendidikan Agama Islam (PAI) dan tersusun
materi/bahan ajar yang berupa modul untuk anak berkebutuhan khusus yaitu
Sekolah Dasar luar Biasa Tunagrahita Ringan (C) kelas I.
2. Konsep Pengembangan Bahan Ajar
Menurut Sugiono (2004) Pengembangan adalah memperdalam dan memperluas pengathuan yang telah ada. Menurut Mariana Karim (1998) Pengembangan diartikan perubahan, pembaruan yang menunjuk kepada suatu kegiatan yang menghasilkan cara yang baru sesuai dengan kondisi yang ada. Menurut pengertian dalam Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 18 Tahun 2002, Pengembangan adalah kegiatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bertujuan memanfaatkan kaidah dan teori ilmu pengetahuan yang telah terbukti kebenarannya untuk meningkatkan fungsi, manfaat, dan aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada, atau menghasilkan teknologi baru.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pengertian sebagaimana dalam UU RI tersebut. Penggunaan pengertian ini lebih tepat bahwa Pengembangan Bahan Ajar dalam penelitian ini adalah kegiatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bertujuan memanfaatkan kaidah dan teori ilmu pengetahuan yang telah terbukti kebenarannya untuk meningkatkan fungsi, manfaat, dan aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada, atau menghasilkan teknologi baru. Pengertian teknologi dalam penelitian ini adalah sebuah sistem berpikir dan juga sebagai instrumen.
Menurut Marina (1998) bahan ajar adalah bentuk konten baik teks, modul audio, foto, video, animasi yang digunakan untuk belajar. Bahan ajar menurut pengertian yang diberikan Pannen (dalam Belawati, 2003) adalah bahan-bahan atau materi pelajaran yang disusun secara sistematis yang digunakan guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Pengertian yang diberikan Pannen tersebut tidak berbeda dengan yang diberikan oleh (Muhaimin, 2008) bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru/instruktur dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran.
Ditinjau dari subyeknya bahan ajar dapat dikategorikan menjadi dua jenis, yakni bahan ajar yang tidak sengaja dirancang namun dapat dimanfaatkan untuk belajar. Misalnya: kliping koran, film, sinetron, iklan, berita. Karena sifatnya tidak dirancan maka harus diseleksi dahulu disesuaikan dengan tujuan pembelajaran. Menurut National center for Vocational educational Research/National Center for Competency Based Training, bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas (Mariana, 1998).
Dalam penelitian ini, bahan ajar yang dimaksud adalah modul yang digunakan untuk membantu guru dan siswa dalam pembelajaran dalam kelas. Modul ini berisi materi pembelajaran (instructional materials) terkait pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dipelajari siswa dalam rangka mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan, meliputi pengetahuan (fakta, konsep, prinsip, prosedur), keterampilan, dan sikap atau nilai.
3. Prinsip-prinsip Pengembangan Bahan Ajar
a. Menentukan cakupan bahan ajar
Dalam
menentukan cakupan atau ruang lingkup materi pembelajaran harus diperhatikan
apakah jenis materinya berupa aspek kognitif (fakta, konsep, prinsip, prosedur)
aspek afektif, ataukah aspek psikomotorik.
Selain
itu, perlu diperhatikan pula prinsip-prinsip yang perlu digunakan dalam
menentukan cakupan materi pembelajaran yang menyangkut keluasan dan kedalaman
materinya. Keluasan cakupan materi berarti menggambarkan berapa banyak materi-materi
yang dimasukkan ke dalam suatu materi pembelajaran, sedangkan kedalaman materi
menyangkut seberapa detail konsep-konsep yang terkandung di dalamnya harus
dipelajari/dikuasai oleh siswa.
Prinsip
berikutnya adalah prinsip kecukupan (adequacy) (Mariana, 1998). Kecukupan (adequacy) atau memadainya cakupan materi juga
perlu diperhatikan dalam pengertian. Cukup tidaknya aspek materi dari suatu
materi pembelajaran akan sangat membantu tercapainya penguasaan kompetensi
dasar yang telah ditentukan. Cakupan atau ruang lingkup materi perlu ditentukan
untuk mengetahui apakah materi yang harus dipelajari oleh murid terlalu banyak,
terlalu sedikit, atau telah memadai sehingga sesuai dengan kompetensi dasar
yang ingin dicapai.
b. Menentukan urutan bahan ajar
Bahan ini akan dikembangkan berdasarkan urutan logis sebagaimana pendapat Rowntree (1974) bahwa sekuens logis bahan ajar
dimulai dari bagian menuju pada keseluruhan, dari yang sederhana kepada yang
kompleks, tetapi menurut sekuens psikologis sebaliknya dari keseluruhan kepada
bagian, dari yang komplek kepada yang sederhana. Menurut sekuens logis bahan
ajar disusun dari yang nyata kepada yang abstrak, dari benda-benda kepada
teori, dari fungsi kepada struktur, dari masalah bagaimana kepada masalah
mengapa.
c. Cakupan bahan
ajar
Cakupan bahan ajar,
meliputi:
1)
Judul, MP,SK,KD, Indikator,
2)
Petunjuk belajar siswa/guru
3)
Tujuanyang ingin dicapai
4)
Informasi pendukung
5)
Latihan-latihan
6)
Petunjuk kerja
7)
Penilaian (Ali Mudlofir, 2008).
d. Peta Bahan Ajar
Langkah-langkah dalam pemetaan bahan ajar:
1)
Menentukan SK dan KD.
2) Menentukan materi pokok
a) Materi
pembelajaran aspek afektif meliputi: pemberian respon, apresiasi, internalisasi
dan penilaian.
b) Materi
pembelajaran aspek psikomotorik dari gerakan awal. Semi rutin dan rutin
(Mariana, 1998).
4. Komponen-komponen dalam Bahan Ajar
Komponen-komponen dalam Bahan Ajar, meliputi:
a. Kompetensi: Merupakan kemampuan penguasaan pengetahuan, sikap dan
ketrampilan tentang suatu obyek setiap mata pelajaran/bidang studi. Seorang
dikatakan kompeten adalah orang yang memiliki pengetahuan (kognitif), Sikap
(afektif), ketrampilan (Psikomotor) melakukan sesuatu.
b. Standar Kompetensi: Merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta
didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap, ketrampilan yang yang
diharapkan dicapai pada setiap kelas atau semester pada suatu mata pelajaran.
c.
Kompetensi
Dasar: Sejumlah kemampuan yang harus dikuasai peserta didik dalam mata
pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan indikator kompetensi dalam sustu
pelajaran.
d. Indikator: Perilaku yang dapat diukur/diobservasi untuk mewujudkan
ketercapaian kompetensi dasar tentang yang menjadi acuan penilaian mata
pelajaran. Indikator pencapaian kompetensi dirumuskan dengan kata kerja
operasional (KKO) yang dapat diamati dan diukur yang mencakup pengetahuan,
sikap, dan ketrampilan.
e. Evaluasi: Kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris “Evaluation”
yang berarti penilaian atau penaksiran. Menurut istilah Evaluasi merupakan
kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan sesuatu kedaan suatu obyek
dengan menggunakan instrumen (Mulyasa, 2005).
5. Bahan Ajar yang Selama ini Digunakan
Bahan ajar yang digunakan selama ini oleh Guru PAI di Kelas 1 Yuna Grahita C adalh buku-buku yang digunakan di sekolah dasar untuk siswa normal. Hal ini disebabkan karena standar kompetensi yang sama antara anak SD normal dan SD Tunagrahita.
Dalam Buku tentang Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar peserta didik pada Sekolah Dasar Luar Biasa Tuna Grahita Ringan (SDLB-C) yang diterbitkan oleh Direktorat Pembinaan Sekolah Luar biasa disebutkan bahwa kompetensi SDLB C adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Standar Kompetensi Mata Pelajaran PAI Kelas 1
Untuk SDLB Tuna Grahita Ringan (SDLB-C)
STANDAR KOMPETENSI
|
KOMPETENSI DASAR
|
1. Menghafal Al Quran
surat pendek pilihan
|
1.1 menirukan lafal surat Al-Fatihah
|
1.2 Melafalkan surat Al-Fatihah secara hafalan dengan benar
|
|
2. Mengenal rukun iman
|
2.1 Menunjukkan ciptaan Allah SWT
|
2.2 Menyebutkan enam rukun iman
|
|
2.3 Menghafal enam rukun iman
|
|
3. Berperilaku terpuji
|
3.1 membiasakan perilaku jujur dan bertangung jawab
|
3.2 membiasakan perilaku
hidup bersih
|
|
3.3 membiasakan perilaku kasih sayang
|
|
4. Bersuci (thaharah)
|
4.1 Mengetahui pengertian bersuci (thaharah)
|
4.2 Mengenal tata cara berwudhu
|
|
4.3 Mempraktekkan tata cara berwudhu
|
|
5. Mengenal rukun Islam
|
5.1 Menyebutkan rukun Islam
|
5.2 Menghafal rukun Islam
|
|
6. Menghafal Al Qur’an surat-surat pendek pilihan (lanjutan)
|
6.1 menirukan lafal surat Al-Ikhlas dengan benar
|
6.2 Melafalkan surat Al-Ikhlas secara hafalan dengan benar
|
|
6.3 menirukan lafal surat Al-Kautsar dengan benar
|
|
6.4 menirukan lafal surat Al-Kautsar secara hafalan dengan benar
|
|
7. Mengenal dua kalimat syahadat
|
7.1 Menirukan lafal syahadat tauhid dan syahadat rasul
|
7.2 Menirukan lafal dua kalimat syaha dat secara hafalan
|
|
7.3 Mengartikan dua kalimat syahadat
|
|
8. Berperilaku terpuji
|
8.1 Membiasakan perilaku rajin
|
8.2 Membiasakan perilaku dermawan
|
|
9.2 Membiasakan adab makan dan minum
|
|
9.3 Membiasakan adab sebelum dan sesudah tidur
|
|
9. Bersuci (thaharah )
|
10.1 Mempraktekkan tata cara bersuci (thaharah)
|
10.2 Membiasakan tata cara bersuci secara benar
|
Sementara Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk Sekolah Dasar untuk siswa normal adalah sebagai berikut:
Tabel 2. Standar Kompetensi Mata Pelajaran PAI Kelas 1
Untuk Sekolah Dasar
STANDAR
KOMPETENSI
|
KOMPETENSI
DASAR
|
Al Qur’an
1.
Menghafal Al Qur’an surat pendek pilihan
|
1.1. Melafalkan QS. Al-Fatihah dengan lancar
1.2. Menghafalkan QS. Al-Fatihah dengan lancar
|
Aqidah
2.
Mengenal Rukun Iman
|
2.1. Menunjukkan ciptaan Allah SWT melalui
ciptaannya
2.2. Menyebutkan 6 rukun iman
2.3. Menghafal enam rukun iman
|
Akhlaq
3.
Membiasakan prilaku terpuji
|
3.1. Membiasakan prilaku jujur
3.2. Membiasakan prilaku bertanggungjawab
3.3. Membiasakan prilaku hidup bersih
3.4. Membiasakan prilaku disiplin
|
Fiqh
4.
Mengenal tata-cara bersuci (thaharah)
|
4.1. Menyebutkan pengertian bersuci
4.2. Mencontoh tatacara bersuci
|
5. Mengenal rukun Islam
|
5.1.
Menirukan ucapan rukun Islam
5.2. Menghafal rukun Islam
|
Al Qur’an
6.
Menghafal Al Qur’an surat pendek pilihan
|
6.1. Menghafal QS. Al-Kautsar dengan lancar
6.2. Menghafal QS. An-Nasr dengan lancar
6.3. Menghafal QS. Al-‘Ashr dengan lancar
|
Aqidah
7.
Mengenal dua kalimat syahadat
|
7.1. Melafalkan syahadat tauhid dan syahadat
rasul
7.2. Menghafal dua kalimat syahadat
7.3. Mengartikan dua kalimat syahadat
|
Akhlaq
8.
Membiasakan prilaku terpuji
|
8.1. Menampilkan prilaku rajin
8.2. Menampilkan prilaku tolong menolong
8.3. Menampilkan prilaku hormat terhadap
orangtua
8.4. Menampilkan adab makan dan minum
8.5. Menampilkan adab belajar
|
Fiqh
9.
Mengenal tata-cara bersuci (thaharah)
|
9.1. Menyebutkan tatacara berwudlu
9.2. Mempraktikkan tatacara berwudlu
|
Para ahli menyebutkan bahwa perbedaan utama dalam pembelajaran antara siswa normal dengan tuna grahita ringan adalah permasalahan daya tangkap. Daya tangkap siswa tuna grahita lebih lambat. Oleh karenanya, persamaan standar kompetensi yang disusun oleh BNSP adalah sebuh pertanyaan tersendiri.
6.
Karakteristik anakTunagrahita Ringan
Secara umum
karakteristik anak Tunagrahitas Ringan sebagai berikut:
a.
Segi
Intelektualnya
1)
Sulit
menyamapaikan keberadaan dirinya, hal tersebut disebabkan oleh faktor bahasa
yang menjadi hambatan, dikarenakan mereka pada umunya sulit untuk mengatakan
atau menyampaikan kata yang sesuai dengan keadaan yang diinginkannya.
2)
Mereka
berkesulitan untuk memecahkan masalah-masalah yang ada, tidak mampu membuat
suatu rencana bagi dirinya, dan anak tersebut pun sulit untuk memilih
alternatif pilihan yang berbeda.
3)
Mereka
sulit sekali untuk menuliskan simbol-angka, sehingga secara umum mereka
memiliki kesulitan dalam bidang membaca, menulis dan berhitung.
4)
Kemampuan
belajar anak tunagrahita terbatas. Mereka mengalami kesulitan yang berarti
dalam pengetahuan yang bersifat konsep dan dalam menempatkan dirinya dengan
keadaan situasi lingkungannya.
b.
Segi tingkah lakunya/Perilaku akademik
1)
Perkembangan
anak tunagrahita lamban, sulit mempelajari sikap tertentu, bahkan sulit
melakukan pekerjaan yang ditugaskan walaupun tugas tersebut bagi orang normal
sangat sederhana.
2)
Faktor
kognitif merupakan hal yang sulit bagi anak tersebut, khususnya yang berkenaan
dengan perhatian dengan atau konsentrasi, ingatan, berbicara dengan bahasa yang
benar, dan dalam kemampuan akademiknya.
3)
Anak
tunagrahita seringkali merasakan ketidakmampuan dalam melakukan suatu pekerjaan
atau tugas yang diberikan padanya, karena seringnya melakukan
kesalahan-kesalahan pada saat melakukannya.
4)
Mereka
pada umunya kurang percaya diri dan seringkali menggantungkan bimbingan atau
bantuan orang lain, atau dengan kata lain rasa kemampuan dirinya kurang. Mereka
juga seringkali sulit dalam memilih lingkungan pergaulan yang baik, sehingga
mudah terjerumus pada hal-hal yang negatif (Abdul Rohman, 2012).
7. Prinsip
Penyelenggaraan Pembelajaran PAI Bagi
Anak Luar Biasa
Mendidik anak luar biasa sebagai pemberian hak asasi manusia sesuai
bunyi Undang- Undang RI No.4 Tahun 1997 tentang penyandang cacat. Bab 1 pasal 1
ayat 3 “kesamaan kesempatan adalah keadaan yang memberikan peluang kepada
penyandang cacat ( fisik, mental, fisik dan mental, ayat 1 a b c ), untuk
mendapatkan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan”.
PP No.43 Tahun 1998 Bab II pasal 6 “Kesamaan kesempatan bagi penyandang cacat
diarahkan untuk mewujudkan kesamaan kedudukan, hak, kewajiban dan peran penyandang
cacat, agar dapat berperan dan berintegrasi secara total sesuai dengan
kemampuannya dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan”. Lebih rinci pada
pasal 23 tentang kesamaan kesempatan dalam pendidikan dinyatakan: “Setiap
penyandang caca memiliki kesempatan dan perlakuan yang sama dalam memperoleh
pendidikan pada satuan, jalur, jenis dan jenjang pendidikan sesuai dengan jenis
dan kecacatannya” (Puskur, 2006). Dalam pasal 24 ayat (1) dinyatakan “Setiap
penyelenggara satuan pendidikan bertanggung jawab atas pemberian kesempatan dan
perlakuan yang sama kepada penyandang cacat untuk memperoleh pendidikan”.
Rentang waktu pembelajaran umumnya lebih lama dari anak biasa untuk
sampai menguasai materi ajar yang seimbang dengan batas kemampuan mereka
masing- masing.
8. Konsep Dasar dan
Tujuan Pendidikan Agama Islam untuk SLB
Pendidikan
Agama Islam untuk Sekolah Luar Biasa pada dasarnya adalah pendidikan yang
diberikan untuk melayani anak berkebutuhan khusus yang memiliki kelainan mental
maupun intlegensi dalam meyakini, menghayati dan mengamalkan ajaran agama Islam
melalui bimbingan, pengajaran atau latihan dengan memperhatiakan tuntutan untuk
menghormati Agama lain dalam hubungan umat beragama dalam masyarakat untuk
mewujudkan persatuan nasional. (Puskur, 2006).
9. Tujuan Pendidikan
Agama Islam di SLB
1)
Menumbuhkembangkan aqidah melalui
pemberian, pemupukan dan pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan,
pembinaan serta pengalaman peserta didik tentang agama islam sehingga menjadi
manusia muslim yang terus berkembang keimanan dan ketaqwaan kepada Allah.
2)
Mewujudkan manusia yang taat beragama dan
berakhlaq mulia yaitu manusia yang berpengetahuan, rajin beribadah, cerdas,
disiplin, toleransi dan menjaga keharmonisan secara personal dan sosial serta
mengembangkan budaya agama dan komunitas sekolah (Puskur, 2006).
C. Hasil dan
Pembahasan Penelitian
Modul pembelajaran ini merupakan
hasil konfirmasi antara kajian teori dan temuan
penelitian sebelumnya, dengan hasil-hasil penelitian yang diperoleh.
1.
Hasil Desain Modul
Desain
Modul PAI yang sesuai siswa SDLB C kelas I, memuat hal-hal sebagai berikut:
a.
Kata
Pengantar
b.
Pengesahan
c.
Daftar
isi
d.
Pedoman
petunjuk penggunaan modul bagi guru dan
siswa. Petunjuk siswa berisi perihal ketentuan/peraturan yang harus diketahui,
difahami, dan diikuti siswa selama belajar menggunakan modul. Petunjuk bagi
siswa berfungsi untuk memberi arahan
bagi siswa agar lebih cepat berhasil dalam pembelajaran dengan modul.
e.
Standar Kompetensi (SK)
f.
Kompetensi Dasar (KD)
g.
Indikator
h.
Tujuan Pembelajaran
i.
Peta konsep. Berfungsi
sebagai gambaran secara umum materi yang
akan dipelajari.
j.
Advance
organizer. Berisi gambar dan
kalimat- kalimat pembuka yang berfungsi untuk menambah motivasi dan daya tarik
dalam mempelajari materi pembelajaran.
k.
Kosa kata
PAI. Berisi kumpulan kata atau istilah yang
harus difahami oleh siswa untuk mendukung proses pemahaman materi.
l.
Aktivitas
pembelajaran PAI (Praktik), kegiatan mempraktikkan materi yang sudah
dipelajari.
m.
Asah pemahaman. Berisi tugas-tugas yang harus dikerjakan/dilakukan
oleh siswa sebagai sarana untuk menguji
kemampuan dan pemahaman.
n.
Jendela PAI. Berisi
berita atau informasi pengetahuan yang berkaitan dengan materi PAI. Jendela PAI
berfungsi untuk menambah pengetahuan siswa serta mendukung pemahaman siswa
tentang materi yang dipelajari.
o.
Appersepsi
p.
Isi, desain modul terdiri dari 5 (lima)
bab, yang terdiri dari materi sebagai berikut:
NO
|
BAB
|
MATERI
|
SUB MATERI
|
1
|
I
|
Rukun Islam
|
a. Lima rukun Islam
-
Meniru
melafalkan lima rukun Islam
-
Meniru
menghafal lima rukun Islam
-
Menghafal
lima rukun Islam
b. Syahadatain
-
Meniru
melafalkan syahadat tauhid
-
Menghafal syadat tauhid
-
Meniru
melafalkan syahadat Rasul
-
Menghafal
syahadat Rasul
-
Menghafal
syahadatain
c. Shalat
-
Nama-nama
shalat fardhu
-
Jumlah
Raka’at shalat fardhu
-
Waktu pelaksanaan shalat fardhu
-
Nama-
nama gerakan shalat fardhu
-
Mempraktikkan
gerakan shalat fardhu
-
Bacaan
Shalat fardhu
|
2
|
II
|
Bersuci
|
-
Pengertian
bersuci
-
Contoh
tata cara bersuci
-
Berwudhu
( niat dan tata cara wudhu)
|
3
|
III
|
Rukun Iman
|
-
Menyebutkan
ciptaan Allah
-
Menyebutkan
Rukun Iman
|
4
|
IV
|
Sifat-sifat terpuji
|
-
Perilaku
jujur
-
Perilaku
hormat kepada orang tua dan guru
-
Adab
belajar
-
Adab
makan dan minum
-
Perilaku
hidup bersih
-
Perilaku
Rajin
-
Perilaku
tanggung jawab
-
Perilaku
disiplin
-
Perilaku
tolong menolong
|
5
|
V
|
Surat-Surat Pendek dalam Al- Qur’an
|
-
Menghafal
surat Al-Fatihah
-
Menghafal
surat An-Naas
-
Menghafal
surat Al-Ikhlas
|
q.
Rangkuman, agar siswa dapat memahami garis besar materi yang
dipelajari
r.
Mari berfikir
s.
Mari mencoba
t.
Asah Pemahaman
u.
Rangkuman, agar siswa dapat memahami garis besar materi yang
dipelajari
v.
Uji Kemampuan
w.
Umpan Balik dan tindak lanjut
x.
Refleksi diri
y.
Evaluasi, Evaluasi, Evaluasi berisi
soal tertulis dan praktik, Evaluasi berfungsi sebagai sarana bagi siswa
untuk menguji penguasaan materi yang dipelajari dalam satu tema atau satu
kompetensi.
z.
Kunci jawaban
aa.
Kunci jawaban berisi jawaban dari tugas-tugas dalam asah pemahaman,
praktik/uji kemampuan. Kunci jawaban berfungsi sebagai sarana bagi siswa untuk
mengetahui ketepatan jawaban dari tugas-tugas yang diberikan/uji kemampuan yang
sudah dikerjakan.
bb.
Daftar pustaka atau referensi
Desain modul yang dikembangkan ini berbeda dengan buku teks yang sudah ada
yaitu berisi langkah-langkah yang lebih lengkap, sehingga mempermudah siswa
dalam mempelajari dan pedoman dalam pembelajaran, selain hal tersebut,
materinya disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan siswa SDLB C tunagrahita
ringan kelas I, Penyampaiannya disertai gambar yang menarik, sehingga siswa
lebih perhatian, konsentrasi, dan tidak mudah bosan, sehingga tujuan
pembelajaran tercapai dengan maksimal.
Desain materi
modul pembelajaran Mata Pelajaran PAI untuk Tuna Ghrahita Ringan sebagaimana terlampir.
2.
Uji Kelayakan Modul
Uji kelayakan modul ini dilakukan dua kali dan mengalami
penyempurnaan dua kali. Pada tahap ketiga dilakukan Uji Kelayakan (Operational
Field Test) dilakukan
di SDLB C kelas I SLB Bhakti kencana Berbah. Jumlah siswa 7, perempuan 3 orang,
laki- laki 4 orang. Tujuan uji coba tahap kedua ini adalah untuk menindak lanjuti uji coba sebelumnya,
dari kekurangan dari uji coba awal bisa diperbaiki pada tahap ini, baik yang berhubungan dengan
keterlaksanaan pembelajaran, respon siswa terhadap produk, maupun hasil belajar siswa.
Hasil dari uji coba modul tersebut menghasilkan data keterlaksanaan pembelajaran, data respon
siswa, dan data ketuntasan hasil belajar siswa.
Tabel 26.
Keterlaksanaan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran pada
Uji Kelayakan
NO
|
Komponen Langkah
|
Keterlaksanaan
Pembelajaran (% )
|
|||||
Guru
|
Siswa
|
||||||
P1
|
P2
|
P3
|
P1
|
P2
|
P3
|
||
1
|
Pendahuluan
|
90,0%
|
95,0%
|
95,0%
|
80,0%
|
85,0%
|
95,0%
|
2
|
Kegiatan inti
|
90,0%
|
95,0%
|
100%
|
80,0%
|
85,0%
|
95,0%
|
3
|
Penutup
|
90,0%
|
95,0%
|
100%
|
80,0%
|
85,0%
|
100,%
|
3
|
Rerata
|
90,0%
|
95,0%
|
98,0%
|
80,0%
|
85,0%
|
97,0%
|
Keterangan :
P1 : Pertemuan pertama
P2 : Pertemuan kedua
P3 : Pertemuan ketiga
Uji kelayakan terhadap respon siswa selama pembelajaran
menggunakan modul PAI dapat diketahui dari angket yang diisi guru pendamping setelah selesai pembelajaran,
angket diberikan kepada guru pendamping
sebagai observer. Data dari
hasil respon siswa berupa skor dikonversikan menjadi nilai skala lima. Hasil
konversi skor menjadi nilai skala lima dapat dilihat pada tabel 18.
Data
hasil respon siswa pada uji coba lapangan
secara ringkas disajikan pada tabel 27,28, 29, 30 berikut ini:
Tabel 27.
Data Hasil Respon Siswa Terhadap modul
pembelajaran PAI ditinjau dari Aspek Materi pada uji coba lapangan
NO
|
Indikator Respon
|
Rerata Skor
|
1
|
Kejelasan materi dalam modul
|
4,0
|
2
|
Kesesuaian materi dengan kemampuan siswa
|
4,0
|
3
|
Kemudahan materi dalam modul
|
3,5
|
4
|
Keruntutan/sistematis materi
|
4,0
|
5
|
Kesesuaian materi yang di sajikan dengan keadaan sehari-hari
|
3,5
|
Skor Total
|
19,0
|
Tabel 28. Data Hasil Respon Siswa Terhadap Modul Pembelajaran PAI ditinjau dari Aspek
Keterbacaan Bahasa dan Gambar Pada Uji Coba lapangan
No
|
Indikator Respon
|
Rerata Skor
|
1
|
Kejelasan penggunaan kalimat
|
4,0
|
2
|
Kemudahan pemahaman kalimat
|
4,0
|
3
|
Penggunaan bahasa sehari- hari
|
4,0
|
4
|
Kemudahan dalam memahami istilah- istilah yang digunakan
|
4,0
|
5
|
Kejelasan gambar yang digunakan
|
4,0
|
6
|
Kemudahan dalam memahanmi gambar
|
4,0
|
Skor Total
|
24,0
|
Tabel 29. Data Hasil Respon
Siswa Terhadap Modul Pembelajaran PAI dari Aspek Penyajian Pada
Uji Coba lapangan
NO
|
Indikator Respon
|
Rerata Skor
|
1
|
Kemampuan membangkitkan motivasi belajar
|
4,0
|
2
|
Kemampuan memberi kesempatan dalam melaksanakan tugas secara
mandiri
|
4,0
|
3
|
Kemampuan menuntun berfikir kritis
|
4,0
|
4
|
Kemampuan menuntun aktif
|
4,0
|
5
|
Kemampuan melatih keberanian
|
4,0
|
6
|
Penyajian gambar menarik
|
3,8
|
7
|
Penyajian gambar sistematis
|
3,9
|
8
|
Penyajian rangkuman materi
|
3,9
|
9
|
Penyajian glosarium
|
3,9
|
10
|
Penyajian Daftar pustaka
|
3,9
|
Total Skor
|
39.4
|
Tabel 30. Data Hasil Respon Siswa
Terhadap Modul Pembelajaran PAI
ditinjau dari Aspek Tampilan Pada uji Coba lapangan
NO
|
Indikator Respon
|
Rerata Skor
|
1
|
Letak gambar (keseimbangan teks dengan gambar)
|
4,0
|
2
|
Ukuran gambar
|
4,0
|
3
|
Warna gambar
|
4,0
|
4
|
Bentuk gambar
|
4,0
|
5
|
Penggunaan huruf (jenis dan ukurannya)
|
4,0
|
6
|
Sampul modul
|
4,0
|
Total Skor
|
4,0
|
Data di atas menunjukkan bahwa:
Hasil uji kelayakan bidang keterlaksanaan
pembelajaran, berdasarkan
pada tabel 16. Diketahui bahwa keterlaksanaan RPP untuk pertemuan pertama,
hasil keterlaksanaan RPP pada uji coba lapangan tersebut disajikan dalam bentuk
grafik sebagai berikut :
Gambar 9. Diagram Hasil
Keterlaksanaan RPP pada Uji Coba Tahap kedua
Dari diagram tersebut dapat diketahui bahwa
mulai pertemuan pertama sampai ketiga. Kemampuan guru dalam pengelolaan waktu
mengalami peningkatan, dibandingkan pada
uji coba awal, sehingga alokasi waktu yang disediakan sesuai
yang sudah direncanakan, dan siswa juga mengalami peningkatan.
3.
Analisis Hasil
Respon Siswa
Berdasarkan data pada tabel 27, 28, 29, dan 30 diketahui bahwa respon siswa
terhadap modul pembelajaran PAI hasil pengembangan dari aspek materi
mendapatkan skor 19, dari aspek keterbacaan bahasa dan gambar mendapatkan skor
total 39, aspek penyajian skor total 19,0 dan tampilan memdapatkan skor total
4,0. Berdasarkan tabel skala penilaian
(tabel 18), maka dapat dinyatakan bahwa modul pembelajaran PAI dari
aspek materi, aspek keterbacaan bahasa dan gambar, aspek penyajian dan aspek
tampilan mendapatkan nilai B kategori “baik“
Dari
Tabel 27, 28, 29, dan 30 diketahui bahwa respon siswa terhadap modul pembelajaran
PAI hasil pengembangan dari aspek materi, aspek bahasa dan gambar, penyajian
dan aspek penampilan memberikan respon yang sama yaitu dengan nilai B kategori
“Baik”. Namun jika dilihat pada tabel 29, terlihat bahwa ada salah satu
indikator dari aspek memahami materi bacaan
memiliki rerata terendah. Hal ini bermakna, bahwa siswa masih belum
memahami bacaan dalam modul, karena
memang anak belum mampu membaca dengan lancar. Dalam hal ini peneliti lebih
cenderung membaca gambar, dan anak lebih cepat memahaminya, dan ini mampu
melatih anak untuk belajar secara mandiri, dan adanya peningkatan hasil pembelajaran PAI dengan modul yang sudah
dipersiapkan.
4.
Analisis Hasil
Ketuntasan Belajar Siswa
Berdasarkan
data yang diperoleh bahwa modul mampu menaikkan rerata nilai pos-test terhadap
rerata nilai pre-test (dari rerata 44,0 menjadi 84,0). Ada kenaikan sebesar
40,0, dan nilai tersebut merupakan nilai effect size, ketika belajar
modul hasil pengembangan. Hal ini
membuktikan terjadinya peningkatan pemahaman siswa dalam materi pembelajaran
shalat. Bila dilihat dari ketuntasan belajar sebesar 70,0, maka dapat dikatakan
bahwa 97% siswa tuntas.
Hasil
penilaian terhadap kemampuan siswa mempraktikkan gerakan shalat didapatkan
rerata 84,0 artinya siswa telah mencapai ketuntasan dari aspek kognitif Apabila
dilihat dari nilai ketuntasa belajar 70.0, maka 100% anak tuntas dalam aspek
psikomotor, Sedangkan hasil dari aspek afektif, siswa sudah 90% mencapai nilai
ketuntasan.
Berdasarkan
hasil analisis terhadap data dari kegiatan pembelajaran pada uji coba lapangan tahap dua ini dapat
dikatakan bahwa pembelajaran dengan
modul PAI hasil dari pengembangan, efektif untuk pembelajaran karena siswa bisa tuntas belajar sampai 90 %.
Modul
kemudian lebih disempurnakan dengan revisi produk yang digunakan pada uji
cobaskala besar, revisi ini berdasarkan hasil pembelajaran dengan menggunakan
modul. Hal-hal yang diperbaiki antara lain:
a.
Evaluasi lebih
terfokus pada praktik.
b.
Gambar shalat
hendaknya lebih menarik (dibuat animasi).
c.
Perlu ditulis
bacaan shalat dengan sesuai ejaannya.
d. Produk hasil revisi pada tahap ketiga ini merupakan produk akhir,
hasil dari hasil pengembangan dapat
dilihat pada Modul terlampir.
Dalam
proses pembelajaran PAI dengan menggunakan modul, hasil uji coba lapangan
ditemukan hasil sebagai berikut:
a. Siswa memahami
tentang nama-nama, dan cara
mempraktikkan gerakan shalat dengan benar. Hal ini dibuktikan rerata pencapaian
KKM, yaitu mampu secara kognitif maupun praktik.
b. Adannya kemampuan
melaksanakan gerakan.
c. Adanya perhatian,
munculnya motivasi.
d. Adanya sikap
kemandirian.
Adanya
empat temuan tersebut dapat dikatakan bahwa pembelajaran PAI dengan modul yang
dikembangkan adalah efektif. Tercapainya keefektifan dalam pembelajaran
tersebut tentunya didukung dengan kesesuaian pengembangan modul yang sesuai
dengan karakteristik anak tunagrahita ringan kelas I.
Dengan
demikian, berdasarkan kajian akhir tersebut dapat dikatakan bahwa modul
pembelajaran PAI hasil pengembangan ini merupakan produk yang telah layak untuk
digunakan dalam pembelajaran PAI. Kelayakan tersebut juga didukung oleh rerata
penilaian dari dari keempat aspek (aspek kelayakan isi, aspek bahasa dan
gambar, aspek penyajian dan kegrafisan), dari ahli, guru PAI, dan teman
sejawat.
Karakteristik lain dari modul pembelajaran PAI hasil pengembangan ini adalah beberapa
keunggulan yang dimilikinya antara lain: Berbasis KTSP, disusun berdasarkan
kaidah-kaidah penulisan modul pembelajaran, terdapat umpan balik didalamnya,
ada kesempatan siswa untuk berlatih keberanian, sehingga memungkinkan untuk
diimplementasikan pada siswa melalui pembelajaran disekolah maupun di rumah. Berdasarkan
pembahasan kajian produk akhir tersebut layak untuk digunakan.
5.
Validasi
Setelah mengalami tiga tahap validasi, yaitu tahap pertama dilakukan
validasi ahli, validasi guru PAI, validasi teman sejawat, selanjutnya uji tahap
kedua, dengan demikian modul PAI dengan telah selesai dikembangkan.
Dari Aspek Kelayakan Isi, modul dinilai positif. Menurut
ahli, guru PAI, dan guru pendamping, modul pembelajaran hasil pengembangan
masuk kategori “baik”, dengan indikator sebagai berikut: kejelasan materi
modul, kesesuaian antara materi dengan kemampuan siswa, kemudahan materi dalam
modul, keruntutan/sistematis materi, kesesuaian materi dengan keadaan
sehari-hari. Penilaian tersebut tentunya sangat berkaitan dengan proses
pengembangan modul, yang mana dalam pembuatan materi merujuk pada beberapa
literatur yang berisi konsep-konsep PAI yang dapat dipertanggungjawabkan.
Dari Aspek Bahasa dan Gambar, juga menunjukkan hasil yang positif.
Hasil penilaian ahli, guru PAI dan teman sejawat terhadap modul pembelajaran
terhadap hasil pengembangan menunjukkan kualitas modul kategori ’Baik”. Adapun
indikatornya adalah: Kemudahan menggunakan kalimat, penggunaan bahasa sehari-
hari, kemudahan memahami istilah yang digunakan, kejelasan gambar yang
digunakan.
Dari Aspek Penyajian, modul sinilai positif. Hasil penilaian dari
ahli, guru PAI, teman sejawat, ditinjau dari aspek penyajian termasuk kategori:
“Baik”. Hasil penilaian tersebut mengindikasikan bahwa modul pembelajaran PAI
tersebut memiliki kemampuan membangkitkan motivasi belajar, kemampuan menuntut
berfikir kritis, menuntun berfikir aktif, melatih keberanian, kemudahan dalam
penggunaannya, tampilannya menarik, sehingga dapat menjadikan ketertarikan, motivasi dan
membantu siswa dalam pemahaman materi. Hal tersebut sesuai dengan tujuan dari
penulisan modul pembelajaran yang digunakan dalan proses pembelajaran adalah
untuk meningkatkan motivasi, gairah belajar siswa, dan memungkinkan siswa dapat
belajar secara mandiri sesuai dengan kemampuannya.
Dari Aspek Kegrafisan modul menunjukkan hasil yang positif. Hasil penilaian ahli, guru PAI, dan
guru pendamping terhadap modul pembelajaran tersebut menunjukkan bahwa kualitas modul ditinjau dari aspek
penyajian termasuk kategori “Sangat baik”. Hasil penilaian tersebut
mengindikasikan bahwa modul pembelajaran PAI tersebut memiliki tingkat
kegrafisan yang sangat tinggi, yaitu keseimbangan teks dengan gambar, ukuran
gambar, penggunaan huruf, sampul modul yang menarik, sehingga mempermudah siswa
memahami materi dalam modul. Untuk menghasilkan modul pembelajaran yang berfungsi secara efektif dalam pembelajaran,
modul perlu dirancang dan dikembangkan dengan memperhatikan beberapa elemen
seperti: format, daya tarik, ukuran huruf, spasi, dan konsisten.
D.
Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan
pembahasan dapat disimpulkan bahwa Modul PAI untuk kelas 1 SD Tuna Ghrahita yang
layak dipakai dalam pembelajaran adalah Modul yang berprinsip; (a) dari yang mudah ke yang sulit, dari yang kongkrit ke
abstrak, dari yang sederhana ke yang komplek, (b) sesuai dengan kemampuan dan
karakteristik siswa; (c) menekankan keterampilan fungsional, dengan kondisinya;
(d) menarik dan membantu penyajian. Desain modul yang dikembangkan berisi
langkah-langkah yang lebih lengkap dari yang sudah ada, sehingga dapat
mempermudah siswa dalam pembelajaran.
Komponen yang terdapat dalam modul meliputi:
(1) Kata Pengantar; (2) Pengesahan; (3) Daftar isi; (4) Pedoman petunjuk
penggunaan modul bagi guru dan siswa;
(5) Standar Kompetensi (SK); (6) Kompetensi
Dasar (KD); (7) Indikator; (8) Tujuan Pembelajaran; (9) Peta konsep;
(10) Advance organizer; (11) Kosa kata PAI; (12) Aktivitas pembelajaran
PAI (Praktik), kegiatan mempraktikkan materi yang sudah dipelajari; (13) Asah
pemahaman; (14) Jendela PAI; (15) Appersepsi; (16) Materi pembelajaran; (17)
Rangkuman; (18) Mari berfikir; (19) Mari mencoba; (20) Asah Pemahaman; (21)
Rangkuman; (22) Uji Kemampuan; (23) Umpan Balik dan tindak lanjut; (24)
Refleksi diri; (25) Evaluasi; (26) Kunci jawaban; (27) Daftar pustaka atau
referensi.
Hasil uji kelayakan menunjukkan bahwa modul
yang dikembangkan: (1) Mempunyai Kelayakan Isi dengan kategori Baik karena memiliki indikator kejelasan materi modul,
kesesuaian antara materi dengan kemampuan siswa, kemudahan materi dalam modul,
keruntutan/sistematis materi, kesesuaian materi dengan keadaan sehari-hari; (2)
Dari aspek bahasa dan gambar juga menunjukkan hasil Baik karena memiliki
indikator kemudahan menggunakan kalimat, penggunaan bahasa sehari- hari,
kemudahan memahami istilah yang digunakan, kejelasan gambar yang digunakan; (3)
Dilihat dari aspek penyajian menunjukkan hasil Baik karena memiliki indikator
membangkitkan motivasi belajar, kemampuan menuntut berfikir kritis, menuntun
berfikir aktif, melatih keberanian, kemudahan dalam penggunaannya, tampilannya
menarik, sehingga dapat menjadikan
ketertarikan, motivasi dan membantu siswa dalam pemahaman materi; (4) Dari
aspek penyajian termasuk kategori “Sangat baik“ karena memiliki keseimbangan
teks dengan gambar, ukuran gambar, penggunaan huruf, sampul modul yang menarik,
sehingga mempermudah siswa memahami materi dalam modul.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Mulyono dan Sudjadi. 1994.
Pendidikan Luar Biasa Umum, Jakarta : Depdikbud,
Dikti, PPTA.
Abdul
Rohman. 2012. Pelaksanaan Pembelajaran Keterampilan Membuat Minuman Susu Jahe
pada Anak Tunagrahita Ringan di SLB ABC YPLAB Lembang. Bandung: Universitas
Pendidikan Indonesia. Diakses melalui repository.upi.edu.
Agus Suprijono.
2011. Cooperative Learning. Teori & Aplikasi Paikem. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Ali Mudlofir. 2008. Aplikasi Pengembangan
Kurikulum tingkat satuan Pendidikan dan Bahan Ajar. Jakarta: Balai Pustaka.
Arifin, M. 1998. Hubungan Timbal balik Pendidikan Agama dilingkungan keluarga dan sekolah, Jakarta: Bulan Bintang.
Arifin, Zainal.
2011. Konsep dan Mosel
Pengembangan Kurikulum, Bandung : PT Remaja
Rosdakarta.
Asifudin, Ahmad Janan.
2010. Mengungkit Pilar- Pilar
pendidikan Islam: Tinjauan Filosofi , Yogyakarta: Ska Press.
Aziz Fuadi. 2011. “Telaah
Kurikulum Pendidikan Agama Islam Pada Sekolah Luar Biasa“. Tesis.
Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga.
Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni. 2008.
Teori Belajar dan
Pembelajaran. Yogyakarta: Arr-Ruzz Media.
Bambang
Prasetyo. 2005. MetodePenelitian kualitatif.
Jakarta:
PT. Gravindo Persada.
Belawati,
Tian. 2003. Materi Pokok Pengembangan Bahan Ajar Edisi ke Satu. Jakarta:
Universitas Terbuka.
Borg,
W.R., & Gall, M.D. (1983). Educational research: An introduction. (4th ed).
New York & London: Longman.
BSNP.
2006. Standar Kompetensi dan
Kompetensi dasar PAI, Jakarta: Depdiknas.
Dian Permatasari. 2009. “Problematika Pembelajaran Pendidikan
Agama Islam dan Solusinya pada Anak Autis di Sekolah Luar Biasa (SLB) Idayu
Malang”. Skripsi. Malang: Fakultas Tarbiyah UIN Malang.
Endang Poerwanti, dkk.
2008. Asesmen Pembelajaran SLB, Jakarta: Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.
Gay, LR. 1981. Educational Reseach. Ohio: Charles E. Memil Publishing co.
Hadi, Sutrisno.
1994. Metodologi Research, Yogykarta: Press UGM.
Mariana Karim. 1998. Pemilihan Bahan Pengajaran. Jakarta: Penlok P3G.
Muhaimin. 2008.
Modul Wawasan tentang Pengembangan Bahan Ajar. Malang: LKP2-I.
Mulyasa. 2005. Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Puskur PLB.
2006. kurikulum SLB dan
standar Isi. Jakarta: Depdiknas.
Rowntree (1974) dalam (http://filsafatmeningkatkantarafhidup.blogspot. com/2012/06/scope-and-squence-pengembangan.html) diakses
pada tanggal 8 September 2012/ 19.00 WIB
Siti Munfadilah. 2008. “Manajemen
Pendidikan Agama Islam Bagi anak berkebutuhan Khusus”. Tesis. Yogyakarta: PPs Universitas Islam Negeri.
Soemantri, Sutjihati. 1985. Identifikasi anak luar Biasa, Jakarta: Dikdasmen.
Sudrajat Ahmad. 2008. Konsep Pengembangan Bahan
Ajar. Diakses melalui http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/03/04/ konsep-pengembangan-bahan-ajar-2/, 21 Februari 2008.
Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: CV. Alfabeta.
Suharsimi, Tin. 2009. Psikologi Anak berkebutuhan Khusus, Yogyakarta: Kanwa
Publisher.
-------------,
2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Rineka Persada.
Sukardjo, (2004). Desain pembelajaran: evaluasi pembelajaran. Hand-out
perkuliahan : PPs Universitas Negeri Yogyakarta. Tidak Diterbitkan.
Sukmadinata,
N.A. 2001. Pengembangan KurikulumTeori
dan Praktik, PT Remaja Rosdakarya, Bandung.
Surtikanti. 2005. “Pengembangan
bahan Ajar berbantuan Komputer Untuk memfasilitasi Active Learning”. Tesis.
Yogyakarta: IKIP.
Sutjihati.
1989. Identifikasi anak luar Biasa.
Jakarta: Dikdasmen.
Sutijihati
Somantri. 2008. Psikologi Anak Luar Biasa.
Bandung: PT.Refika Aditama.
Tim Depdiknas. 2006. Pedoman Memilih dan Menyusun Bahan Ajar. Jakarta: Depdiknas.
Toto
Rahmat. 2011. Kurikulum dan Pembelajaran,
Jakarta : PT RajaGravindo Persada, 2011
Tumanggor,
Rusmini. 2009. Pendidikan Agama di SLB.
Jakarta: Dipais Depag RI.
Tutik Munawaroh. 2009. “Problematika Belajar
Pendidikan Agama Islam pada Anak Tunagrahita (SLB B/C YPPLB Ngawi Kabupaten
Ngawi.” Skripsi. Surakarta: UMS.
Tri Mulat. 2011. “Problematika Belajar Pendidikan Agama Islam
Pada Anak Penyendang Tunagrahita di SLB PGRI Tri Mulyo Kabupaten Bantul.” Skripsi.
Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyarta.
Wahyana.
2009. Makalah, Pengertian anak Tunagrahita dan ciri- cirinya. Diakses dari http://www.pabk-4you.com/2012/06/pengertian-anak-tunagrahita-sedang.html
tanggal 19 Februari 2013.
Wiji Hidayati. 2010. Pengembangan Bahan Ajar Mata Kuliah
Psikologi Perkembangan (Pendekatan Integrasi–Interkoneksi)”. Tesis. Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga.
Wardani.
2007. Pengantar Pendidikan
Luar Biasa. Jakarta:
Depdiknas.
[1] Hujair AH. Sanaky adalah Dosen Program
Pascasarjana dan Dosen Prodi Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Agama
Islam Universitas Islam Indonesia. Tulisan ini adalah hasil penelitian yang
dikerjakan oleh Hujiar AH. Sanaky bersama Fitriyah Rohmatin dan
Lukman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar