Sabtu, 19 Agustus 2017

MATERI KULIAH ISU-ISU PENDIDIKAN ISLAM: PERUMUSAN VISI DAN MISI




PERUMUSAN VISI DAN MISI  SEBAGAI ORIENTASI PENGELOLAAN PENDIDIKAN ISLAM
oleh: Hujair AH. Sanaky, Dr. MSI[1]


Perubahan dan inovasi merupakan kata kunci dan dijadikan sebagai titik tolak dalam mengembangkan pendidikan pada umumnya. Dalam pengelolaan program-program pendidikan, diperlukan perumusan visi, misi, orientasi, strtaegi, tujuan dan perioritas yang dituju secara jelas, sehingga dalam pelaksanaan dan pengambangan program pendidikan selau berorientasi kepada visi dan misi yang telah ditetapkan tersebut.  Pada era sekarang ini, pengelola pendidikan juga dihadapkan pada tuntutan manajemen kualitas penjaminan mutu (quality assurance) pendidikan, sehingga  lembaga dan institusi pendidikan mulai mengguna kan manajemen mutu dan kemudian merumuskan dan menetapkan visi dan misi sekolah atau madrasah masing-masing untuk memenuhi tuntutan tersebut.
Lembaga dan institusi pendidikan Islam, mulai dari madrasah ibtidaiyah sampai dengan perguruan tinggi Islam telah merumuskan visi dan misi masing-masing sebagai tuntutan kualitas penjamin mutu (quality assurance) atau (Quality Management System) pendidikan dengan berbagai gaya bahasa. Katakan saja ada yang merumuskan visi pendidikan Islam adalah pendidikan yang unggul, berilmu, terampil, berakhlakul karimah, mewujudkan insan beriman, bertaqwa, dan beramal. Sedangkan misi pendidikan Islam adalah pendidikan yang akan menjadikan  peserta didik unggul di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi; bersikap mandiri; terampil dalam penguasaan teknologi informasi; terampil dalam penguasaan bahasa asing; pembentukan karakter Islami; melibatkan seluruh warga madrasah, komite dan stakeholders dalam pengambilan keputusan; membangun kesadaran ukhuwah islamiyah, mewujudkannya dalam kehidupan masyarakat; madrasah sebagai lembaga pendidikan yang mendapatkan kepercayaan masyarakat, dan sebagainya.  Tetapi yang menjadi pertanyaan apakah program-program pendidikan yang dilaksanakan selalu mengacu kepada visi dan misi yang telah dietapkan tersebut?  Kemudian bagaimana standar pengukurannya untuk mengetahui  tingkat pencapaiannya, sehingga dapat diketahui apakah telah terjadi prubahan terus menerus, perubahan berkelanjutan (Continual Improvemnet).
Sistem pendidikan yang bagaimana yang mampu membawa peserta didik dengan jeli memahami visi dan mampu memilih periorita.[2] dalam melaksanakan program-program pendidikannya.  Pengelola lembaga pendidikan tidak perlu terkecoh dengan kepentingan yang sifatnya sesaat, kepentingan normatif sebagai pemenuhan standar, perumusan visi dan misi hanya sebagai suatu ”merah gading” atau hanya sebagai ”pemeo” yang dibanggakan, tetapi sulit dilaksanakan dan dicapai. Untuk itu,  diperlukan suatu rumusan visi dan misi pendidikan Islam yang  jelas, mampu dilaksakan, dapat dikur, dapat dicapai, dan terjadi perubahan, dengan mempertimbangkan budaya organisasi dan keterpaduan dengan core biliefs dan core values atau nilai-nilaia keunggulan dan nilai pengabdian.
Para penyelenggara pendidikan dituntut memiliki visi dan misi untuk mencapai pendidikan yang selenggarakan. Sebelum membahas misi dan visi[3] pendidikan Islam, terlebih dahulu dijelaskan konsep misi dan visi serta keterkaitannya dengan core biliefs dan core values.  Menurut beberapa pengertian misi adalah “jalan pilihan (the chosen track) suatu organisasi untuk menyediakan produk/jasa bagi customer-nya.  Perumusan misi merupakan suatu usaha untuk menyusun peta perjalanan mewujudkan visi,[4]  sedangkan visi, pandangan jauh ke depan, ”idea” yang ingin diwujudkan (turning idea into reality),[5] atau visi merupakan “suatu pikiran yang melampaui realitas sekarang, sesuatu yang kita ciptakan yang belum pernah ada sebelumnya, suatu keadaan  yang akan kita wujudkan yang belum pernah kita alami sebelumnya”.[6] 
Visi pendidikan merupakan suatu pandangan atau keyakinan bersama seluruh komponen pendidikan (sekolah) akan keadaan masa depan yang diinginkan. Misalnya, dalam merumuskan visi pendidikan adalah ”menjadi sekolah atau perguruan tinggi yang paling unggul di Indonesia”.[7]  Keberadaan visi akan memberikan inspirasi dan mendorong seluruh warga sekolah dan kampus, bekerja lebih giat untuk mencapai visi tersebut.  Visi pendidikan (sekolah dan perguruan tinggi) harus dinyatakan dalam kalimat yang jelas, posetif, realistis, menantang, mengundang partisipasi, dan menunjukkan gambaran masa depan”.[8]  Misi erat kaitannya dengan visi,  apabila visi pernyataan tentang gambaran global masa depan, misi merupakan pernyataan formal tentang tujuan utama yang akan direalisir.
Jadi kalau visi merupakan ide, cita-cita dan gambaran di masa depan yang tidak terlalu jauh yang ingin diujudkan, misi merupakan upaya untuk konkritisasi visi dalam ujud tujuan dasar yang akan diujudkan.[9]  Jadi, visi dan misi  pendidikan (suatu sekolah dan perguruan tinggi)  “merupakan penjabaran atau spesipikasi visi dan misi pendidikan nasional yang disesuaikan dengan latar belakang dan kondisi lokal”,[10] serta  didasarkan pada nilai-nilai (values) yang dianut, nilai-nilai keunggulan, dan nilai-nilai pengabdian. Misi dan visi tersebut kemudian diujudkan dalam program-program yang harus dilakukan untuk menjadikan lembaga atau sekolah dan perguruan tinggi paling unggul di Indonesia.  Misalnya, untuk meningkatkan mutu tenaga pengajar, agar dalam 5 tahun ke depan semua guru sudah tersertifikasi, sistem pembelajaran sudah berbasis IT. Tenaga pengajar di perguruan tinggi minimal bergelar Magister, dan sebagian besar lebih dari 50% sudah bergelar Doktor, mempunyai jabatan guru besar.  Misi pendirian perpustakaan yang modern, dalam 5 tahun ke depan sistem pelayanan diperpustakaan telah menggunakan IT dan lengkap dengan buku-buku keilmuan mutakhir.[11]
Dalam konteks out-put pendidikan, dari pandangan ini dapat dikatakan bahawa  visi dan misi sekolah-sekolah Islam merupakan penjabaran atau spesipikasi dari visi dan misi pendidikan Islam itu sendiri, yaitu membentuk “insan kamil”  yang berfungsi mewujudkan rahmatan lil ‘alamin.  Selain itu, visi dan misi tersebut juga perlu disesuaikan dengan latar belakang, kondisi lokal masing-masing, didasarkan pada nilai-nilai ajaran Islam, nilai-nilai budaya, nilai-nilai keunggulan, dan nilai pengabdian.  Dengan demikian, dalam merumuskan misi  dan visi pendidikan  harus didasarkan pada core beliefs dan core values.  Sedangkan untuk  mencapai visi dan misi tersebut, harus dilaksanakan dengan penyusunan kebijakan, orientasi, sasaran dan strategi secara operasional.  Hubungan antara misi, visi, core beliefs, core values, kebijakan, dan strategi dapat digambarkan,  sebagai berikut:





 












Gambar   1
Hubungan antara misi, visi, core biliefs, core values,[12] dan strategi

Hubungan antara misi, visi, core biliefs, core values dan strategis dari gambar di atas, dapat dijelaskam sebagai berikut:
a.      Pertama kali organisasi, dalam hal ini lembaga pendidikan Islam perlu menetapkan misi yang merupakan the chosen track – memilih misi untuk menyediakan produk atau jasa bagi customer-nya.  Misi ditetapkan berdasarkan asumsi tentang lingkungan yang akan dimasuki oleh organisasi tersebut.  Organisasi perlu mengamati trend perubahan di masa akan datang.  Hasil trend watching ini kemudian digunakan untuk melakukan envisioning, yang merupakan pengembangan visi dari suatu kondisi yang akan diwujudkan di masa yang akan datang.
b.      Visi pada hakekatnya merupakan perubahan dan seringkali perubahan dapat  diibaratkan  dengan  swimming upstream, maka perwujudan visi menuntut organisasi atau lembaga melakukan  long and rocky journey yang membutuhkan energi luar biasa besarnya.  Energi yang diperlukan untuk mewujudkan visi, perlu digali diri setiap anggota organisasi atau lembaga dengan menanamkan core biliefs tentang kebenaran visi dan perjalanan untuk mewujudkan visi.  Maka untuk mewujudkan visi, hanya dapat dilakukan dengan cara: Pertama, mengkomunikasikan visi tersebut secara jelas kepada seluruh anggota organisasi atau lembaga; dan Kedua, mengkomunikasikan tentang kebenaran visi organisasi dan perjalanan untuk mewujudkannya. Keberhasilan dalam mengkomunikasikan visi tersebut akan mengubah visi organisasi atau lembaga menjadi shared vision.
c.      Untuk mewujudkan visi melalui the chosen track (misi) menuntut perilaku tertentu dari para anggota organisasi[13] atau lembaga; (1) Perilaku yang diharapkan dari anggota organisasi, diwujudkan melalui core values dan perlu dijunjung tinggi. Sebab core values merupakan nilai ideal yang perlu dijunjung tinggi  setiap anggota organisasi suatu lembaga.  Maka tanpa core values yang ditetapkan sebagai perilaku yang diharapkan, perjalanan untuk mewujudkan visi akan dilakukan berdasarkan prinsip yang salah dalam konteks ini dapat dikatakan bahwa “tujuan menghalal cara”.[14]  Core values, dijelaskan sebagai pemberian makna terhadap pekerjaan sebagai pengabdian kepada Tuhan, karena perilaku luhur sebagaimana diajarkan dalam agama diujudkan melalui pekerjaan untuk merealisasi visi lembaga atau organisasi; (2) Dalam pendidikan Islam, nilai-nilai pengabdian (Ibadah) yang dibagun berupa; keimanan, ke Islaman, ihksan, amanah, jujur dan tanggung jawab, qona’ah, komitmen, sabar, sidiq, ukhuwah, kerjasama, toleran, pelayanan, perlindungan.  Nilai-nilai keunggulan yang dibangun, adalah cerdas, inovatif, kreatif, disiplin, kerja keras, proaktif, terbuka, efisien dan efektif, serta  integratif.
d.      Untuk mewujudkan visi harus dilaksanakan dengan orientasi, sasaran, tujuan, dan “strategi”.  Dengan  strategi yang jelas diharapkan dapat menyusun langkah-langkah yang terencana, sistematis, dan efisien untuk menjawab persoalan yang dihadapi suatu lembaga atau organisasi untuk mewujudkan visi yang telah dirumuskan atau ditetapkan. Selanjutnya harus didukung dengan ”rencana kerja” yang jelas, sehingga akan menghasilkan suatu perubahan dalam proses kerja orgenisasi tersebut. 
Atas dasar itu, Suyanto, mengusulkan langkah-langkah reformasi pendidikan untuk menyongsong era informasi dan globalisasi menuju masyarakat Indonesia baru dan masyarakat madani, adalah:  (a) pendidikan hendaknya memiliki visi yang berorientasi pada demokrasi bangsa sehingga memungkinkan terjadinya proses pembedayaan seluruh komponen masyarakat secara demokratis,  (b) pendidikan hendaknya memiliki misi agar tercapai partisipasi masyarakat secara menyeluruh sehingga secara mayoritas seluruh kompnen bangsa yang ada dalam masyarakat menjadi terdidik,[15] (c) misi pendidikan harus diorientasikan pada “perwujudan sistem dan iklim pendidikan yang demokratis dan bermutu guna memperteguh akhlak mulia, kreatif, inovatif, berwawasan kebangsaan, cerdas, sehat, berdisiplin dan  bertanggungjawab, berketerampilan serta menguasai IPTEK dalam rangka mengembangkan kualitas manusia Indonesia.[16] 
Berdasarkan pandangan di atas lembaga-lembaga atau institusi pendidikan Islam mau tidak mau dituntut untuk menyusun  misi dan visi, baik pada tingkat makro maupun tingkat mikro serta kebijakan dan strategi pengelolaan pendidikannya.  Apabila mencoba merumuskan  misi pendidikan Islam, adalah bagaimana pendidikan Islam dapat: (a) memgembangkan potensi peserta didik secara optimal melalui pendidikan dan pengajaran bermutu berdasarkan nilai-nilai Islam, (b) mendorong pembaruan pemikiran Islam menuju masyarakat madani, (c) mengintegrasikan “ilmu agama Islam” dengan “ilmu pengetahuan umum”, (d) menghasilkan individu dan masyarakat yang relegius (iman dan taqwa), akhlak mulia, cerdas, berketerampilan, menguasai iptek, kreatif, inovatif, memiliki integritas pribadi, merdeka, demokrasi, bersikap adil, disiplin, memiliki sikap toleran yang tinggi, menghargai hak asasi manusia,  taat hukum, dalam rangka mengembangkan kualitas manusia Indonesia yang  memiliki orientasi global.  
Pendidikan Islam, sebenarnya telah memiliki  visi dan misi yang ideal, yaitu “rahmatan lil’alaim”. Konsep dasar filosofis pendidikan Islam lebih mendalam, menyangkut dengan persoalan hidup multi diemensional, yaitu  pendidikan yang tidak terpisahkan dari tugas kekhalifahan manusia atau lebih khusus lagi sebagai penyiapan kader-kader khalifah dalam rangka membangun kehidupan dunia yang makmur, dinamis, harmonis dan lestari sebagaimana diisyaratkan oleh Allah dalam Qur’an.  Hal ini berarti  bahwa  “pendidikan Islam sebenarnya mengemban misi melahirkan manusia yang tidak hanya  memanfaatkan pesediaan alam, tetapi juga manusia yang mau bersyukur kepada yang membuat manusia dan alam, memperlakukan dan memberdayakan manusia sebagai khalifah, memperlakukan alam tidak hanya sebagai obyek penderita semata, tetapi juga sebagai komponen integral dari dari sistem kehidupan”.[17] Mestinya pendidikan Islam  adalah pendidikan yang ideal,  sebab visi dan misinya adalah “rahmatan lil’alamin” untuk membangun kehidupan dunia yang makmur, demokrasi, adil, damai, taat hukum, dinamis, dan harmonis.
Tutuntan perumusan visi baru pendidikan menjadi suatu keharusan dalam upaya perubahan manajemen pendidikan Islam, baik pada tingkat makro maupun tingkat mikro.  Perumusan visi pendidikan Islam pada ditingkat makro yaitu “bagaimana pendidikan dapat menunjang transformasi menuju masyarakat madani Indonesia yang ditandai oleh suatu sistem kehidupan baru sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia pada era reformasi ini” atau  “bagaimana pendidikan Islam membangun manusia dan masyarakat madani Indonesia, yang memiliki identitas berdasarkan nilai-nilai Islam dan budaya Indonesia”.  Perumusan visi pendidikan Islam pada tingkat mikro, yaitu “bagaimana pendidikan Islam menghasilkan individu relegius yang memiliki integritas pribadi merdeka, demokrasi, toleransi kemanusian yang tinggi serta berpikir local tetapi memiliki orientasi global.   Bagaimana menjadikan lembaga pendidikan Islam  unggul dalam pembinaan moral dan pengembangan ilmu pengetahuan terutama ilmu-ilmu Islam, sehingga terwujudnya pendidikan Islam yang “rahmatan lil’alamin”. Kehadiran pendidikan Islam diharapkan benar-benar dapat membawa kemaslahatan bagi seluruh masyarakat yang memiliki komitmen pada kesempurnaan, keunggulan risalah Islamiyah di bidang pendidikan dan penelitian. 
Strategi baru dalam mencapai pendidikan yang bermutu, berupa kerja pendidikan adalah kerja akademik dan bukan kerja birokrasi atau perkantoran. Hal ini perlu dibedakan, sehingga tidak menyamakan dalam kerja pengelolaan akademik dengan kerja birokrasi perkantoran.  Di dalam kerja akademik yang dipertimbangkan adalah pengembangan proses berpikir atau metodologi pencarian kebenaran dan proses pendewasaan berpikir, emosi, karakter, dan spritual, atau dengan satu kata adalah proses pendewasaan kepribadian.  Dari perspektif ini  Mastuhu, sengaja menggunakan istilah proses ”mengajar-belajar” dan bukan proses belajar-mengajar sebagai ganti istilah pembelajaran. Dengan kemampuan ”mengajar-belajar” dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan cara-cara belajar lebih lanjut ”learn how to learn”; sedangkan dengan istilah ”belajar-mengajar”, dikhawatirkan akan terjebak dalam kebiasaan ”menggurui” di mana guru tahu, murid tidak tahu;[18] atau seperti dikatakan Paulo Freire adalah pendidikan ”gaya bank”,[19] padahal dalam paradigma baru pendidikan; ilmu itu dicari, bukan ditunggu, belajar adalah menemukan, hadap masalah, menganalisis, dan memecahkan.
Meskipun demikian, kata Mastuhu, tidak berarti dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah atau perguruan tinggi sama sekali tidak memerlukan otorita administrasi-birokrasi sebagai bagian dari otorita kekuasaan dari suatu organisasi. Maka dalam wacana penyelenggaraan pendidikan di sekolah atau perguruan tinggi, otorita administrasi diperlukan untuk menunjang dan memfasilitasi kelancaran proses akademik dan proses mengajar-belajar atau pembelajaran.  Perbedaan dengan otorita administrasi-birokrasi dalam kerja kantor yang merupakan kekuatan inti bagi penyelenggaan suatu kantor non-kependidikan.[20] Dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah dan perguruan tinggi,  sering terjadi praktik ”birokrasi” sehingga membuat administrasi akademik menjadi sulit atau dipersulit dan kaku dalam pelayanan.    
Dari kerangka berpikir Mastuhu dan digelisahkan Paulo Freire di atas, kemudian Teunku Amiruddin, mengusulkan perlu mempertimbangkan lima visi dasar pendidikan manusia di abad 21, sebagaimana yang diajukan oleh UNESCO (Unites Nation Education Scientific, and Cultural Organization).  Lima visi dasar pendidikan tersebut;  Pertama, learning haw to think (belajar bagaimana berpikir), arti dalam proses memuat aspek-aspek pendidikan yang mengedepankan rasional, keberanian bersikap kritis, mandiri, dan hobi membaca; Kedua, learning haw to do,  memuat aspek-aspek keterampilan dalam keseharian hidup termasuk kemampuan pribadi memecahkan setiap masalah;  Ketiga, learning to be (belajar menjadi diri sendiri), memuat aspek-aspek mendidik orang agar kemudian hari orang dapat tumbuh berkembang sebagai pribadi yang mandiri, memiliki harga diri, dan bukan sekedar memiliki having (materi);  Keempat, learning haw to learn (belajar untuk belajar hidup), yang berarti menyadarkan bahwa pengalaman sendiri itu tak pernah mencukupi sebagai bekal hidup. Orang juga perlu mengembangkan sikap-sikap kreatif, daya pikir imajinatif – hal-hal yang barangkali tidak diperoleh dari bangku sekolah;  Kelima, learning haw to live together (belajar hidup bersama), artinya masyarakat pendidikan memberikan ruang bagi pembentukan kesadaran bahwa manusia hidup dalam sebuah dunia yang global bersama banyak manusia dari berbagai belahan dunia dengan latar belakang budaya dan etnik yang berbeda.[21] 
Dari sinilah, pendidikan nilai seperti tanggungjawab atas pelestarian lingkungan, kejujuran, keadilan, toleransi, perdamaian, penghormatan hak-hak asasi manusia menjadi hal yang perlu diperhatikan.  Apabila konsep Islam dan UNESCO ini dipadukan atau dipertemukan, barangkali akan menjadi alternatif baru bagi pendidikan Islam. Dalam artian pendidikan Islam  dapat dikembangkan dengan mengedepankan rasionalitas, sikap kritis, mandiri, mampu memecahkan masalah, mengembangkan sikap kreatif, memiliki daya pikir imajinatif, toleransi, perdamaian, menghargai hak asasi manusia  serta siap bersaing dalam dunia global yang dilandasi dengan nilai-nilai Islami menuju masyarakat madani. Tetapi yang penting adalah bagaimana mengoperasionalkan gagasan-gagasan itu sedini mungkin, setidaknya dimulai dari tingkat pendidikan dasar.
Visi dan misi  atau pandangan dunia yang jelas, akan mempengaruhi hakekat dan tujuan pendidikan.  Maka dalam upaya mewujudkan misi dan visi pendidikan tersebut, harus didasarkan pada core beliefs, core values, serta dilaksanakan dengan ”kebijakan”, yaitu menetapkan berbagai program dan kegiatan untuk mencapai tujuan dengan memanfaatkan berbagai potensi yang tersedia. Core biliefs, berupa keyakinan tentang kebenaran visi dan kebenaran jalan yang dipilih untuk mewujudkan visi pendidikan Islam. Core beliefs berfungai untuk membangkitkan semangat tinggi terhadap usaha perwujudan visi. Core biliefs pendidikan Islam adalah bagaimana “upaya pengembangan pandangan hidup Islami untuk dimanifestasikan dalam sikap hidup dan keterampilan hidupnya selaras dengan minat, bakat, kemampuan dan bidang kehidupannya masing-masing. Paradigma ini berimplikasi pada pendidikan Islam yang berorientasi pada peningkatan iman dan takwa”.[22]  
Nilai-nilai ajaran Islam yang digunakan sebagai core biliefs  yang “mengandung makna bahwa setiap muslim dituntut untuk menjadi aktor beragama yang loyal, concern dan commitment dalam menjaga dan memelihara ajaran dan nilai-nilai Islam dalam segala aspek kehidupannya, serta bersedia dan mampu berdedikasi sesuai dengan minat, bakat, kemampuan dan bidang keahliannya masing-masing dalam perpektif Islam untuk kepentingan kemanusiaan”.[23]  Dari persfektif ini kiranya core biliefs pendidikan Islam  sebagai upaya menegakkan wahyu Ilahi dan Sunnah Nabi, sebagai sumber kebenaran mutlak yang menjadi rahmat bagi alam semesta dan mendukung cita-cita luhur  dalam mencerdaskan kehidupan bangsa melalui upaya membentuk manusia Indonesia yang bertaqwa, berakhlak, berilmu pengetahuan dan teknologi, terampil, dan dapat dimanifestasikan dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan nilai-nilai Islam. 
Core values, memberikan makna terhadap suatu proses sebagai pengabdian kepada  Tuhan.  Untuk itu, core values merupakan nilai-nilai yang dijunjung tinggi, berupa  nilai-nilai yang terkndung dalam al-Qur’an dan Hadis oleh lembaga pendidikan Islam dalam usaha atau perjalanan mewujudkan visi.  Core values, akan memberikan batasan dalam pemilihan cara-cara yang ditempuh dalam usaha mewujudkan visi.  Misalnya saja nilai-nilai yang terkandung dalam pendidikan Islam berupa nilai pengabdian, keimanan, keikhlasan, kejujuran, qona’ah, kerjasama dan toleran (ukhuwah), sedangkan nilai-nilai pengembangan adalah berupa nilai inovatif, disiplin, terbuka dan proaktif, efesien,  efektif, dan nilai integratif. 
Nilai-nilai tersebut dapat digunakan dalam mewujudkan visi pendidikan, karena pendidikan Islam “sebagai upaya pengembangan pandangan hidup Islami, yang diwujudkan dalam sikap hidup dan dimanifestasikan dalam keterampilan hidup sehari-hari. Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, akan bertolak dari suatu pandangan yang theosentris, di mana proses dan  produk pencarian, penemuan iptek lewat studi, penelitian dan eksperimen, serta pemanfaatannya dalam kehidupan yang merupakan realisasi dari misi kekhalifahan serta pengambdiannya kepada Allah.[24]  Dengan core values, dapat membentuk perilaku yang diharapkan, memberikan batasan dan penilaian cara-cara yang ditempuh dalam upaya mewujudkan visi yang dilaksanakan dengan kebijakan, strategi, dan atau langkah-langkah yang sistematis, sehingga mampu mengembangkan sumber daya manusia berkualitas.
Dari uraian di atas, tutuntan perubahan manajemen mutu dengan perumusan visi baru pendidikan menjadi suatu keharusan dalam upaya perubahan dan inovasi manajemen pendidikan Islam.  Dalam pengelolaan pendidikan Islam, diperlukan menajemen perubahan (managing change), yang bertolak dari visi (vision) yang jelas, dijabarkan dalam misi (mission), didukung dengan roles (aturan), didukung dengan skill,  insentif (incentive), disertai dengan sumber daya (resource) baik fisik dan non fisik, termasuk SDM yang memadai, dan diwujudkan dalam “rencana kerja” (action plan) yang jelas, dengan demikian akan terjadilah perubahan (change),[25] dan perubahan itu harus terjadi dalam suatu proses yang dilakukan secara terus menerus (continual improvemnet) quality sistem menajemen.  Perubahan manajemen tersebut dapat digambar dalam diagram, sebagai berikut:


 












Diagram[26] di atas, menunjukkan proses secara ideal perubahan manajemen  (managing change)  yang dapat ditempuh dalam pengembangan pendidikan; dimulai dari perumusan visi yang jelas;  dijabarkan dalam misi;  roles yang jelas;  skills yang memadai;  insentif (incentive);  sumber daya baik fisik maupun nonfisik, SDM yang memadai; serta ”rencana kerja” (action plan) yang jelas, sehingga akan terjadi perubahan (change) dalam pengelolaan pendidikan Islam secara terus menerus (continual improvemnet) atau perubahan yang berkesinambungan.  Tetapi jika salah satu dari aspek manajemen perubahan tersebut ditinggalkan, akan mempunyai ekses tertentu pada pelaksanaan pendidikan.  Misalnya saja; (1) Jika pengembangan pendidikan Islam ”tidak bertolak dari visi” yang jelas, tapi hanya memiliki misi, roles, skills, insentif, sumber daya, rencana kerja, akan ”berakibat kehancuran” (perish); (2) Jika memiliki visi, roles, skills, insentif, sumber daya, rencana kerja, ”tetapi tidak memiliki misi” yang jelas, akan ”berakibat bingung” (confusion), karena tidak tahu apa yang akan diperbuat;  (3) Jika mimiliki visi, misi, skills, insentif, sumber daya, dan rencana kerja, tapi tidak memiliki ”roles”, akan berakibat konflik (priority conflik);  (4) Jika memiliki visi, misi, roles, insentif, sumber daya, rencana kerja, tapi ”tidak memiliki skills”, akan terjadi adalah ”kecemasan” atau anxietly (kuno); (5) Jika memiliki visi, misi, roles, skills, sumber daya, rencana kerja, tapi tidak ”memiliki insentif”,  akan berakibat ”perubahan yang lambat” (slow change);  (6) Jika memiliki visi, misi, roles, skills, insentif, rencana kerja, tapi ”tidak memiliki sumber daya”, maka yang akan terjadi adalah ”prustrasi” (frustration);  (7) Jika memiliki visi, misi, roles, skills, insentif, sumber daya, tapi tidak memiliki  ”rencana kerja” yang terarah, akan berakibat sebagai ”awal keliru” (false star).[27] 
Perubahan dan inovasi itu sendiri hanyalah sebagai alat dan bukan tujuan, apa yang dituju oleh perubahan tersebut adalah sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan, sehingga masing-masing institusi lembaga pendidikan Islam dituntut untuk menyelenggarakan dan mengelola pendidikan secara serius dan ”tidak sekedar”nya.  Meminjam istilah Arif Furchan, bahwa banyak pengelolaan lembaga pendidikan Islam yang bekerja dengan hanya berbekal ”niat yang baik dan ikhlas” saja.[28] Paradigma ini harus dirubah dan ditinggalkan, dalam artian institusi pendidikan Islam mulai dikelola dengan keahlian yang memadai, profesional, mampu memberikan jaminan mutu (quality assurance) kepada pengguna, mampu memberikan layanan yang prima, melakukan perubahan terus menerus (continual improvemnet), serta mampu mempertanggungjawabkan kinerjanya kepada peserta didik, orang tua, masyarakat ataupun stakeholders lainnya.
Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa dalam pengelolaan atau memanajen pendidikan harus disertai visi, misi, tujuan, orientasi, sasaran, tujuan dan strategi secara jelas dan terarah,  sehingga tercapai perubahan yang diinginkan.
a.      Visi pendidikan yang jelas akan terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia agar berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.
b.      Misi pendidikan adalah untuk menemukan, mengamalkan dan mengembangkan iptek dalam bingkai nilai-nilai dan ajaran agama, menjadikan iptek  sebagai alat mencapai puncak  kebenaran  agama,  memberantas “kebodohan bangsa”, sebab kebodohan adalah sumber segala malapetaka.
c.      Orientasi, dimaksudkan kemampuan menyesuaikan diri dengan tantangan dan kebutuhan zaman.  Dalam artian, orientasi pada pendidikan bermutu, untuk kepentingan peserta didik dalam menyongsong dan menata kehidupannya yang lebih baik.  Untuk itu sudah saatnya harus meninggalkan pelaksaan pendidikan di bawah otoritas kekuasaan yang lengkap dengan praktik administrasf dan birokrasi yang imperative, pendidikan harus dilaksanakan di bawah otoritas akademik, dan demokratis. Orientasi pendidikan untuk semua, secara merata dan adil, kebutuhan, kenyataan dan “life skill” dalam tata kehidupan bersama kebutuhan “duniawiyah” tanpa melepaskan diri dari bayang-bayang kehidupan surgawi–ukhrowiyah.
d.      Sasaran, para penyelenggara pendidikan di sekolah dan perguruan tinggi harus mampu memprogramkan sasaran-sasaran lengkap dengan target yang jelas dan terukur, yang harus dicapai sesuai dengan visi dan misi organisasi tersebut.  Sasaran pendidikan dalam rangka mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat. Membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarkat belajar, meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral, meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar nasional dan global, memberdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggara pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks negara kesatuan.
e.      Tujuan, penyelenggara perlu merumuskan tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan paling dekat, kecil, dan praktis maupun tujuan yang paling mendasar, filosofis dan makro harus dirumuskan dengan bahasa yang sederhana, jelas, mantap sehingga dapat dimengerti oleh semua pihak yang terlibat dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pendidikan di sekolah dan perguruan tinggi yang bersangkutan.  Tujuan pendidikan, untuk mengembangkan potensi kemampuan peserta didik dalam menguasai iptek untuk kemaslahatan kehidupan bersama dan memelihara lingkungan kehidupan, mengembang-kan budaya belajar dan sekolah boleh selesai, belajar tak mengenal berhenti.
f.       Strategi penyelenggaraan pendidikan (sekolah-madrasah), berfokus pada mutu, untuk itu diperlukan: otonomi, akreditasi, evaluasi, dan akuntabilitas, bersaing mutu, kemandirian, keterbukaan, disiplin dan profesional dalam meningkatkan pelayanan terhadap peserta didik melalui peningkatan SDM dan manajemen atau pengelolaan sekolah. Strategi, penyelenggara sekolah atau perguruan tinggi, terutama pimpinan, harus mampu menghadap masalah dan mengelola masalah. Pimpinan tidak hanya ”leader” tetapi juga ”manager”.  Dalam konteks ini, pengelola pendidikan harus mampu menciptakan strategi pencapaian tujuan pendidikan yang mudah dipahami, diikuti dan dapat dikembangkan oleh sumber daya (para petugas) yang lain sesuai dengan posisi, peran, dan tanggung jawab masing-masing.[29]  Dalam artian, bahwa semua komponen sumber daya manusia[30] yang terlibat dalam pengelolaan pendidikan, harus memahami jelas dan dapat melaksanakan visi, misi, orientasi, sasaran, tujuan, dan strategi pendidikan di sekolah atau perguruan tinggi.
Perumusan keenam komponen tersebut (visi, misi, orientasi, sasaran, tujuan, dan strategi) harus jelas dan mudah dipahami oleh semua pihak atau petugas yang bersangkutan.  Keenam rumusan tersebut merupakan satu kesatuan yang ”utuh” yang ”interdependensi” satu terhadap rumusan yang lain.  Maka dalam konteks menghadapi tututan reformasi pendidikan menuju masyarakat madani, mengharuskan lembaga-lembaga pendidikan Islam merumuskan misi, visi, orientasi, sasaran, tujuan, dan strategi pendidikan baik ditingkat makro maupun pada tingkat mikro. Dengan demikian berbagai langkah yang perlu ditempuh sebagai upaya untuk melakukan perubahan dan perbaikan baik di bidang manajemen, perencanaan, samapai pada praksis operaasional pendidikan di tingkat mikro. 
Dari kesemua uraian di atas, disimpulkan bahwa pada aspek manajemen pendidikan Islam dapat merumuskan visi dan misi yang jelas berorientasi kepada pencapaian tujuan pendidikan dan untuk menjawab tuntutan pengguna (customer) dan stakeholder.  Program pendidikan Islam; (1) dikelola dengan menggunakan management profesional, dapat dipertanggungjawabkan (responsibility), dengan memiliki sumber daya manajemen (resources management) yang berkualitas; (2) mengembangkan program pendidikan berkualitas (quality plan), kebijakan dan perubahan pendidikan yang berorientasi pada kualitas (quality policy); (3) mengembangkan program pendidikan yang berorientasi pada kualitas capaian (quality objective),  berorientasi pada aktivitas untuk pancapaian lulusan (activity to output) yang berkualitas, memiliki sistem penilaian (measurement) yang dapat dipertanggungjawabkan; dan (4) secara terbuka dapat menerima umpan balik dari pengguna (impact customer), kemudian melakukan analysis secara terus menerus (kontinu) terhadap program-program pendidikan yang dilakukan, sehingga terjadi perubahan yang terus menerus dan berkelanjutan (improvement continual) sehingga terjadi improvemnet quality management sistem pendidikan Islam.

3.  Strategi Pembaruan Pendidikan Islam
Pembangunan pendidikan dan pendidikan Islam di Indonesia sekurang-kurangnya menggunakan empat strategi dasar, yakni; (1) pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan; (2) relevansi pendidikan; (3) peningkatan kualitas pendidikan; dan (4) efisiensi pendidikan.  Maka secara umum keempat strategi tersebut  dapat dibagi menjadi dua aspek yakni; (1) aspek peningkatan mutu; dan (2) pemerataan pendidikan. Pembangunan peningkatan mutu diharapkan dapat meningkatkan efisiensi, efektivitas dan produktivitas pendidikan. Sedangkan aspek pemerataan pendidikan diharapkan dapat memberikan kesempatan yang sama dalam memperoleh pendidikan bagi semua usia sekolah.[31]  
Untuk menjamin kesempatan memperoleh pendidikan  yang merata disemua kelompok strata dan wilayah tanah air sesuai dengan kebutuhan dan tingkat perkembangannya, perlu menyusun  strategi dan kebijakan pendidikan Islam, yaitu: (a) Menyelenggarakan pendidikan Islam yang relevan dan bermutu sesuai dengan kebutuhan masyarakat madani Indonesia dalam menghadapi tantangan global; (b) menyelenggarakan pendidikan Islam yang dapat dipertanggungjawabkan (accountasle) kepada masyarakat sebagai pemilik sumberdaya dan dana serta pengguna hasil pendidikan; (c) menyelenggarakan proses pendidikan Islam yang demokratis secara profesional sehingga tidak mengorbankan mutu pendidikan;  (d) meningkatkan efisiensi internal dan eksternal pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan; (e) memberi peluang yang luas dan meningkatkan kemampuan masyarakat, sehingga terjadi diversifikasi program pendidikan sesuai dengan sifat multikultural bangsa Indonesia; (f) secara bertahap mengurangi peran pemerintah (dalam hal ini Departemen Agama) menuju ke peran fasilitator dalam implementasi sistem pendidikan Islam; (g) merampingkan birokrasi pendidikan Islam sehingga lebih lentur (fleksibel) untuk melakukan penyesuaian terhadap dinamika perkembangan masyarakat dalam lingkungan global.[32]
Apabila pembahasan ini berangkat dari rumusan misi dan visi pendidikan yang dikemukakan di atas, maka kebijakan pendidikan nasional  termasuk pendidikan Islam harus diorientasikan pada upaya, untuk: (a) perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia menuju terciptanya manusia Indonesia berkualitas; (b) peningkatan kemampuan akademik dan profesional serta meningkatkan jaminan kesejahteraan tenaga kependidikan  sehingga mampu berfungsi secara optimal terutama dalam meningkatkan pendidikan watak dan budi pekerti; (c)  perlu melakukan pembaruan kurikulum, berupa deversifikasi keurikulum untuk melayani keberagaman peserta didik, (d) memberdayakan lembaga pendidikan baik sekolah maupun luar sekolah sebagai pusat pembudayaan nilai, sikap dan kemampuan, serta meningkatkan partisipasi keluarga dan masyarakat;  (e) melakukan pembaruan dan pemantapan sistem pendidikan berdasarkan prinsip desentralisasi, otonomi keilmuan dan manajemen; (f)  memantapkan sistem pendidikan yang efektif dan efisien dalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; (g) mengembangkan kualitas sumber daya manusia sedini mungkin secara terarah, terpadu, dan menyeluruh melalui berbagai upaya proaktif dan reaktif oleh seluruh komponen bangsa, sehingga generasi muda dapat berkembang secara optimal sesuai dengan potensinya.[33]
Bila prinsip tersebut diterapkan di sekolah, maka strategi pengelolaan pendidikan di sekolah, berorientasi pada: (a) “school policy  (kebijakan sekolah) yang memuat visi, misi, tujuan dan target-target perioritas pengembangan sekolah untuk mencapai visi, misi, dan tujuan yang dikehendaki bersama; (b) school annual planning (rencana tahunan sekolah) yang memuat rincian program kerja tahunan sekolah dalam berbagai aspek kegiatan untuk mencapai tujuan yang dikehendaki; (c) school planning review, yaitu rencana jangka pendek sekolah yang memuat berbagai macam dan target pengembangan sekolah untuk jangka waktu  tiga sampai lima tahun.[34]  Strategi pendidikan merupakan target pencapaian, baik bersifat jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang dalam merealisasikan terlaksanaya penyelenggaraan pendidikan menuju masyarakat madani Indonesia. Maka dalam menetapkan sasaran pencapaian strategi pendidikan harus memiliki  nilai khusus (specific),  dapat terukur dan terhitung (measurable), dapat tercapai (achievable),   realis dan wajar (realistic), dan   berjangka waktu (time frame). Berdasarkan time frame (berjangka waktu) tersebut,  perlu disusun langkah-langkah atau strategi untuk mencapai visi  pendidikan adalah, sebagai berikut:
Pertama, strategi jangka panjang,  diperlukan upaya untuk membangun lembaga pendidikan Islam yang memadai secara ”akademik” dan ”finansial” melalui kebijakan restrukrisasi dan rekapitulasi yang berkesinambungan.  Dengan demikian, rumusan strategi jangka panjang pendidikan adalah: (1) Menciptakan sistem perencanaan yang berbasis kepentingan lokal untuk mengakomodasikan aspirasi dan kemajuan masyarakat, berorientasi nasional untuk menjamin persamaan, dan berwawasan global agar mampu mempertimbangkan kecenderungan global dan regional; (2) Menerapkan sistem manajemen mutu secara menyeluruh berupa penataan kembali manajemen organisasi di semua tingkat kelembagaan dan proses pembelajaran; (3) Melakukan review kurikulum secara periodik serta meningkatkan pengembangan implementasi kurikulum secara kontinu dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan sehingga menghasilkan lulusan yang  memiliki  keunggulan  kompetitif  yang  bertumpu  pada pendidikan global (global education); (4)  Melakukan perekayasaan proses, yaitu berupa penerapan pendekatan dan metode serta isi pendidikan yang memberi kesempatan luas kepada peserta didik dan warga negara untuk mengembangkan potensi  kemampuannya  secara  utuh;   (5)  Menjaga   konsistensi   dan    kontiniutas internalisasi nilai-nilai pendidikan Islam di antara tiga pusat pendidikan, yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat, sehingga terhindar dari benturan-benturan pada peserta didik dengan norma-norma sosial yang ada dimasyarakat.
Kedua, strategi jangka menengah, upaya untuk memantapkan infra struktur melalui kebijakan rekapitulasi terhadap komponen penunjang dalam sistem pendidikan. Strategi pendidikan Islam jangka menengah menyangkut dengan demokratisasi pendidikan,  relevansi pendidikan, akuntabilitas pendidikan, profesionalisme, meningkatkan efisiensi pendidikan, mengakomodasi  kemajemukan, dan desentralisai.[35]   Mak untuk lebih jelasnya, strategi tersebut dapat dideskripsikan sebagai berikut:
1)     Demokratisasi pendidikan Islam, mengoptimalkan pendayagunaan institusi pendidikan Islam yang berwujud pusat kegiatan belajar, kelompok kerja sekolah, pesantren untuk mensukseskan wajib belajar pendidikan dasar, pendidikan dasar yang berbasis di mesjid dan pusat latihan kerja.
2)     Relevansi pendidikan Islam,  dalam rangka meningkatkan relevansi pendidikan ada beberapa upaya yang dapat dilakukan; Pertama, menjamin pendidikan melalui program pendidikan yang bermutu dan lebih fungsional baik bagi individu maupun masyarakat. Dalam konteks ini, dianggap perlu untuk  melibatkan para tokoh masyarakat ataupun stakeholders di samping para ahli untuk merancang isi kurikulum dan jenis kegiatan-kegiatan pembelajaran pendidikan Islam; Kedua, untuk menghadapai tantangan globalisasi  yang menuntut kualifikasi tertentu  setiap lulusan dari jenis dan jenjang pendidikan Islam tidak hanya dituntut menguasai kemampuan akademik saja,  melainkan perlu juga diorientasikan pada kompotensi tambahan berupa, keterampilan kerja  (skill), manajemen diri, keterampilan komunikasi, kemampuan komputer dan internet, kemampuan memobilisasi dan inovasi; Ketiga, kompetensi tambahan ini dapat dimasukan dalam kurikulum pendidikan Islam pada seluruh jenjang dan jenis pendidikan secara komprehensif dalam program kurikulum, ekstra kurikulum, maupun hidden curriculum.
3)     Akuntabilitas proses pendidikan Islam, proses pendidikan diharapkan benar-benar mampu menjamin pendidikan yang dapat menjaga dan meningkatkan mutu pendidikan serta dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. Mutu tidak hanya menyangkut masalah isi saja, melainkan juga kesesuaian metodologi pembelajaran. Akuntabilitas pendidikan dapat dikembangkan dengan: Pertama, pendidikan lebih ditekankan pada kegiatan belajar dari pada mengajar, pada setiap tingkat satuan pendidikan; Kedua, menerapkan pengembangan kurikulum secara komprehensif yang dirancang untuk memelihara integritas pengembangan kemampuan akademik, keterampilan teknis dalam proses pendidikan;  Ketiga, mengembangkan sistem penilaian menyeluruh terhadap peserta didik untuk menentukan keberhasilan pendidikan sesuai dengan tuntutan masyarakat; dan Keempat, mengembangkan manajemen pendidikan yang berbasis pada masyarakat dan sekolah, sehingga program dan proses pendidikan yang berlangsung dapat diterima dan didukung oleh sekolah serta masyarakat.[36] 
4)     Profesionalisme pendidikan, merupakan salah satu aspek penting untuk menentukan kualitas pendidikan Islam.  Tuntutan personil atau sumberdaya pendidikan yang profesional merupakan tumpuan bagi keberhasilan suatu proses yang berkualitas.  Pihak-pihak yang bertanggungjawab atas kelangsungan dan keberhasilan proses pendidikan Islam,  seperti para pengajar sebagai penanggungjawab utama perlu mendapatkan perhatian yang serius, karena keberhasilan proses pendidikan lebih banyak bertumpu pada manajemen pengajar. Berbagai aspek yang perlu diperhatikan dan diperhitungkan di antaranya: (1) rekruitmen tenaga pengajar diorientasikan pada kebutuhan serta kualitas; (2) pelatihan tenaga pengajar  sangat diperlukan untuk peningkatan  kualitas pembelajaran dan  pelatihan lebih diorientasikan pada hal-hal yang praktis sehingga mudah diterapkan di lapangan; (3) pemilihan, penunjukkan dan penempatan dapat dilihat sebagai satu rangkaian dari perjalanan pengembangan profesi pendidikan. Pemilihan dan penunjukan lebih mementingkan profesionalisme seseorang dan prosedur penempatan hendaknya disesuaikan dengan kemampuan  serta pertimbangan efisiensi;  (4)  perkembangan karier dan sistem promosi menjadi lebih penting apabila perhitungan  angka kredit dilakukan secara objektif  dan selalu berorientasi pada kemampuan profesional dan tidak hanya sekedar banyak kreditnya; (5) perlu diperhatikan sistem insentif atau reward  bagi   para pengajar.  Apabila seorang guru atau dosen yang berprestasi perlu diberikan penghargaan yang memadai sehingga dapat mendorongnya untuk terus maju. Selain itu,  personil lain yang ikut menentukan mutu pendidikan dan memiliki posisi sangat strategis dalam meningkatkan mutu pendidikan, seperti kepala sekolah, konselor sekolah, rektor, dekan, ketua jurusan, dan para pengelola administrasi pendidikan. 
5)     Mengakomodasi kemajemukan, perlu menyadari akan kondisi obyektif kemajemukan bangsa dan masyarakat Indonesia. Penegakan uniformitas perlu dihindari secara berangsur-angsur dan menuju kepada keperdulian secara sungguh-sungguh melalui upaya mengakomodasi kemajemukan kultural, etnis dan kebutuhan individu dan masyarakat.  Maka perlu memberdayakan segala potensi daerah,  meningkatkan otoritas dan kreativitas daerah, dan mengurangi kurikulum pendidikan Islam muatan nasional sampai batas toleransi tertentu.
6)     Desentralisasi, sejalan dengan semangat reformasi, maka secara berangsur-angsur pergeseran peran dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah dan dari pemerintah ke non pemerintah dalam berbagai jenis persoalan pendidikan.  Manajemen pendidikan Islam, mulai dari penentuan kebijaksanaan, pembinaan lembaga, pengambilan keputusan, koordinasi, pengendalian kualitas sampai kepada pengawasan yang selama ini sepenuhnya dikendalikan oleh pusat (Departemen Agama RI) pada akhirnya  akan bergeser ke daerah dan lembaga-lembaga pendidikan. Selama ini daerah dan lembaga-lembaga pendidikan menjadi obyek penyelenggaraan sistem pendidikan, maka kini dan masa depan akan menjadi obyek yang sangat menentukan gerak dan langkah pendidikan di daerahnya dan dilembaganya masing-masing.  Perlu dikembangkan dan dilaksanakan manajemen yang berbasis pada sekolah dan masyarakat (Community Seholl Based Management), sehingga rasa memiliki dan bertanggung jawab sekolah dan masyarakat akan mulai terbangun. Pendidikan Islam perlu mengantisipasi penggeseran paradigma ini, karena selama ini masyarakat tidak merasa memiliki dan mempunyai keperdulian yang berarti terhadap pengelolaan pendidikan[37] Islam.  Pada era sekarang ini, masyarakat mulai diharapkan untuk meningkatkan partisipasinya, yang tidak hanya sebagai penyandang dana saja, tetapi juga terlibat dalam pengambilan keputusan dan inisiatif yang konstruktif bagi pengembangan dan kelangsungan proses pendidikan.

Ketiga, strategi jangka pendek, perlu membangun perangkat infra struktur sistem pendidikan yang memihak kepada pemberdayaan masyarakat melalui kebijakan restrukturisasi dalam sistem pendidikan Islam. Setidaknya yang diperlukan pendidikan Islam  adalah menyusun “strategi untuk meningkatkan relevansi pendidikan, meningkatkan akuntabilitas proses pendidikan, meningkatkan profesionalisme pendidikan, dan mengurangi uniformitas”.[38] Maka  untuk lebih jelanya, strategi tersebut setidaknya dapat:
1)     Meningkatkan relevansi pendidikan, artinya perlu diwujudkan kesesuaian antara pengetahuan dan keterampilan teknik di dunia kerja (link and match).  Relevansi pendidikan Islam, harus diwujudkan dalam bentuk kemampuan adaptasi secara cepat dalam menghadapi tuntutan perubahan.  Maka strategi yang diperlukan adalah  pengetahuan dan keterampilan teknis yang diberikan di dunia pendidikan, perlu dilengkapi dengan keterampilan pengelolaan diri, keterampilan komunikasi, keterampilan interaksi dengan orang lain dan kemampuan memobilisasi, inovasi dan perubahan. Keterampilan-keterampilan tersebut  perlu dibina sejak dini sesuai tingkat kemampuan peserta didik.   Dengan demikian perlu pengkajian kembali kurikulum pendidikan Islam dengan pendekatan komprehensif, yang dapat menampung pendidikan kemampuan keterampilan dan pendekatan integratif yang dapat  mengintegrasikan kajian-kajian  agama dengan kajian-kajian ilmu-ilmu lainnya.
2)     Akuntabilitas proses pendidikan Islam, yaitu kualitas hasil pendidikan Islam harus dapat dipertanggungjawabkan kepada peserta didik, orang tua, masyarakat pemakai produk pendidikan dan pemerintah.  Proses pendidikan Islam pada semua jalur, jenis dan jenjang harus dapat dipertanggungjawabkan untuk menjamin kualitas lulusan yang harapkan. Strategi untuk meningkatkan akuntabilitas proses pendidikan Islam, dengan meningkatkan pengembangan satuan acara pengajaran yang menterjemahkan kurikulum ke dalam rencana harian yang lebih operasional baik dalam konteks intra kurikulum, ekstra kurikulum, dan kurikulum tersembunyi (hidden curriculum), peningkatan kualitas guru pendidikan agama Islam melalui inservis training atau pelatihan-pelatihan.  Agar proses pendidikan Islam dapat memenuhi tuntutan semua pihak,  maka pihak-pihak yang berkepentingan dapat bersama-sama ikut mengambil keputusan kebijakan operasional dengan tetap berpegang pada kemandirian, profesionalisme, dan  berwawasan global. 
3)     Strategi meningkatkan profesionalisme pendidikan Islam, diwujudkan dengan menerapkan standar kualifikasi tenaga kependidikan yang diperlukan dalam setiap program rekruitmen tenaga kependidikan, mengembangkan re-training untuk memberikan kemampuan peningkatan keahlian dan penambahan keahlian baru yang sejenis,  meningkatkan kemampuan profesional pengelolaan pendidikan baik pada tingkat satuan pendidikan maupun manajemen dan mengembangkan orientasi pengembangan profesi dengan misi utama untuk memberikan layanan kepada peserta didik secara optimal. 
4)     Strategi meningkatkan efisiensi, yaitu meningkatkan kemampuan para pengelola pendidikan untuk menerapkan prinsip-prinsip manajemen efisiensi manajerial pendidikan.[39] 

Kata akhir:  Selain itu, dalam menyusun strategi  pendidikan Islam  perlu didasarkan pada beberapa prinsip, diantaranya, adalah: (1) prinsip relevan dengan kebutuhan masyarakat madani yang  bermutu tinggi, profesionalisme, efisienasi dan efeiktivitas, sehingga pendidikan Islam dapat dipertanggungjawabkan kepada peserta didik, orang tua, pemakai lulusan dan pemerintah; (2) proses pendidikan Islam harus berifat demokratis dan profesional untuk meningkatkan kemampuan masyarakat, mengurangi peran pemerintah dalam pengelolaan pendidikan serta bersifat fleksibel terhadap dinamika perkembangan masyarakat dalam lingkungan global; (3) strategi pendidikan Islam berupa langkah-langkah yang disusun secara terencana dan sistimatis, diharapkan  dapat menyentuh semua aspek kehidupan,  mengantisipasi perubahan, mampu merekayasa terbentuknya sumberdaya manusia cerdas serta dapat  meningkatkan kualitas manusia dengan memiliki kemampuan inovasi serta responsif terhadap perubahan.  Dari kerangka pemikiran tersebut, pendidikan Islam betul-betul  diharapkan dapat berpengaruh terhadap perubahan kehidupan masyarakat serta  dapat memberikan sumbangan optimal terhadap proses transformasi ilmu pengetahuan yang dapat diimplementasikan atau dioperasionalkan dalam kehidupan masyarakat dan mewujudkan visi pendidikan Islam yang telah ditetapkan.



DAFTAR PUSTAKA

Mastuhu, 2003, Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional dalam Abad 21, Yogyakarta: Safiria Insania Press dan MSI.

Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan Nasional RI, From: http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php, accessed, Senin, 7/9/2009, jam. 18.30 Wib.

Mulyadi, 1998, Total Quality Manajemen, Prinsip Manajemen Komputer untuk Mengarungi Lingkungan Bisnis Global, Yogyakarta: Aditya Media.

Zamroni,  Reformasi Pendidikan Dari Pondasi ke Aksi”, Jurnal Pendidikan Islam, Konsep dan Implementasi, Jurusan Tarbiyah, Fakultas Ilmu Agama Islam UII, Volume V Th IV Agustus 1999, ISSN: 0853-7437, Yogyakarta.

Suyanto dan Dijah Hisyam,2000, Refleksi dan Reformasi Pendidikan di Indonesia Memasuki Milenium III, Yogyakarta:Adicita Karya Nusa.

Soedijarto, Memahami Arah Kebijakan GBHN 1999-2004 Tentang Pendidikan Sebagai Upaya Mencerdaskan Kehidupan Bangsa dan Membangun Peradaban Negara Bangsa Indonesia, Makalah Seminar Nasional, Mencari Paradigma Baru Sistem Pendidikan Nasional Menghadapi Milenium Ketiga,  IPSI dan PRIMAGAMA, Yogyakarta, 9 November 1999.

A. Malik Padjar, 1999, Reformasi Pendidikan Islam, Jakarta: Fajar Dunia.

Paulo Freire, 1984, Pendidikan Sebagai Praktek Pembebasan, terjemahan A.A. Nugroho,  Jakarta: Gramedia.

Teuku Amiruddin, 1997, Reorientasi Manajemen Pendidikan Islam di Era Indonesia Baru, Yogyakarta: UII Press.

Muhaimin, 2001, Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Cetakan Pertama, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Muhaimin,2006, Nuansa Baru Pendidikan Islam,Mengurai Benang Kusut Dunia Pendidikan, Jakarta: RajaGrafindo.

Arief Furchan, 2004, Transformasi Pendidikan Islam di Indonesia Anatomi Keberadaan Madrasah dan PTAI, Yogyakarta: Gama Media.


Nanat Fatah Natsir, Strategi Pembangunan Pendidikan di Indonesia, From:http://www. kopertis4. or.id/ media/ strategi. htm, dirint 5 April 2002, dan aktikel ini telah dimuat dalam Surat Kabar Pikiran Rakyat, 17 Januari 2002.

Kelompok Kerja Pengkajian dan Perumusan, Rangkuman Filosofi, Kebijaksanaan dan Strategi Pendidikan Nasional, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 1999, Jakarta.


Udin S. Sa’ud, Manajemen Berbasis Sekolah, [Shool Based Management] Sebagai Strategi Implementasi Desentralisasi Pengelolaan Pendidikan Dalam Rangka Otonomi Daerah, Jurnal Administrasi Pendidikan No.I, Tahun 2002, Jurusan Administrasi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, hlm. 17.



[1]Hujair AH. Sanaky,Dr., MSI., adalah dosen Program Pascasarjana FIAI UII dan Dosen Prodi Pendidikan Agama Islam FIAI UII Yogyakarta.
[2]Mastuhu, Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional dalam Abad 21, (Yogyakarta: Safiria Insania Press dan MSI, 2003), hlm. 11.
[3]Visi, diartikan sebagai kemampuan untuk melihat pada inti persoalan; pandangan atau wawasan ke depan; kemampuan untuk merasakan sesuatu yang tidak tampak melalui kehalusan jiwa dan ketajaman penglihatan; apa yang tampak dalam khayalan; penglihatan; pengamatan.   Misi, diatikan sebagai  perutusan yang dikirimkan oleh suatu negara ke negara lain untuk melakukan tugas khusus dl bidang diplomatik, politik, perdagangan, kesenian;   tugas yang dirasakan orang sebagi suatu kewajiban untuk melakukannya demi agama, ideologi, patriotisme, dsb. Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan Nasional RI, From: http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php, accessed, Senin, 7/9/2009, jam. 18.30 Wib.
[4]Mulyadi, Total Quality Manajemen, Prinsip Manajemen Komputer untuk Mengarungi Lingkungan Bisnis Global, (Yogyakarta: Aditya Media,1998), hlm.100.
[5]Mastuhu, Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional dalam Abad 21,  hlm. 66-67.
[6]Mulyadi, Total Quality Manajemen, Prinsip Manajemen Komputer untuk Mengarungi Lingkungan Bisnis Global, hlm.100.
[7]Mastuhu, Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional dalam Abad 21,  hlm. 67.
[8]Zamroni, Reformasi Pendidikan Dari Pondasi, hlm.35-36.
[9]Zamroni, Reformasi Pendidikan Dari Pondasi, hlm. 36.
[10]Zamroni, Reformasi Pendidikan Dari Pondasi, hlm. 36.
[11]Periksa lebih lanjut: Mastuhu, Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional dalam Abad 21,  hlm. 67.
[12]Mulyadi, Total Quality Manajemen, hlm.100.
[13]Mulyadi, Total Quality Manajemen, hlm. 100-101.
[14]Mulyadi, Total Quality Manajemen, hlm. 100.
[15]Suyanto dan Dijah Hisyam, Refleksi dan Reformasi Pendidikan di Indonesia Memasuki Milenium III, (Yogyakarta:Adicita Karya Nusa,2000), hlm.8.
[16]Soedijarto, Memahami Arah Kebijakan GBHN 1999-2004 Tentang Pendidikan Sebagai Upaya Mencerdaskan Kehidupan Bangsa dan Membangun Peradaban Negara Bangsa Indonesia, Makalah Seminar Nasional, Mencari Paradigma Baru Sistem Pendidikan Nasional Menghadapi Milenium Ketiga,  IPSI dan PRIMAGAMA, Yogyakarta, 9 November 1999, hlm. 1-2.
[17]A. Malik Padjar, Reformasi Pendidikan Islam, hlm. 37.
[18]Mastuhu, Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional dalam Abad 21,  hlm. 70.
[19]Paulo Freire, Pendidikan Sebagai Praktek Pembebasan, terjemahan A.A. Nugroho, (Jakarta: Gramedia, 1984), hlm. 6-7.
[20]Mastuhu, Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional dalam Abad 21,  hlm. 70.
[21]Teuku Amiruddin,  Reorientasi Manajemen Pendidikan Islam di Era Indonesia Baru, (Yogyakarta:UII Press, 1997), hlm. xiv.
[22]Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam,  hlm. 63.
[23]Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, hlm. 63.
[24]Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, hlm. 65.
[25]Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan Islam, hlm. 73., dan juga periksa lebih lanjut: Mastuhu, Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional dalam Abad 21 (Yogyakarta: Safiria Insania Press dan MSI, 2003), hlm. 80.
[26]Diagram tersebut merupakan modefikasi dari diagram yang dibuat Muhaimin dan Mastuhu, sehingga dapat dilihat gambaran langkah-langkah seterusnya dari konsep yang dikemukakan Muhaimin dalam buku: ”Nuansa Baru Pendidikan Islam Mengurai Benang Kusut Dunia Pendidikan” dan Mastuhu dalam buku: ”Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional dalam Abad 21”. Periksa lebih lanjut: Muhaimin: Nuansa Baru Pendidikan Islam, hlm. 74., dan juga periksa lebih lanjut: Mastuhu, Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional dalam Abad 21, hlm. 80.
[27]Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan Islam, hlm. 74.,  dan juga periksa lebih lanjut: Mastuhu, Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional dalam Abad 21, hlm. 80.
[28]Arief Furchan, Transformasi Pendidikan Islam di Indonesia Anatomi Keberadaan Madrasah dan PTAI,(Yogyakarta: Gama Media, 2004),hlm.21.
[29]Periksa lebih lanjut: Mastuhu, Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional dalam Abad 21,  hlm. 67-69. Penjelasan lebih lanjut: Orientasi sesuai dengan zaman, sistem pendidikan nasional sampai sekarang memandang pendidikan sebagai kerja di bawah otoritas kekuasaan lengkap dengan praktik administrasf dan birokrasi yang imperative, sudah harus ditinggalkan dan diganti dengan orientasi baru yang sesuai dengan tantangan dan kebutuhan serta hakekat dari makna pendidikan itu sendiri, yaitu harus dilaksanakan di bawah otoritas akademik, dan demokratis. Abad mendatang menuntut pendidikan yang bermutu demi peserta didik dalam menyongsong dan menata kehidupannya yang lebih baik dari pada kehidupan para pendidiknya atau pendahulunya.  Sasaran yang harus dicapai sesuai dengan visi dan misi organisasi tersebut; Misalnya, seorang program pengadaan buku atau penerbitan-penerbitan yang harus dihasilkan oleh civitas akademiknya, baik guru/dosen atau siswa/mahasiswa dalam beberapa tahun ke depan. Penetapan sasaran penelitian-penelitian, sasaran kerjasama dengan lembaga-lembaga pendidikan atau keilmuan, baik yang ada dalam negeri maupun luar negeri, dan sebagainya. Tujuan, misalnya, petugas kebersihan ruang kelas mengerti bahwa dengan ruangan kelas atau belajar yang bersih dapat membawa pada siswa merasa senang dan nyaman belajar sehingga mereka dapat menyelesaikan studinya dengan cepat. Demikian pula halnya dengan petugas administrasi memahami sepenuhnya bahwa dengan layanan administrasi, birokrasi yang pendek, cepat, dan tidak berbelit-belit akan membawa siswa senang dan selanjutnya menimbulkan semangat belajar.  Demikian pula, pimpinan dan pendidik dan pengajar harus selalu menciptakan suasana interaksi akademik yang dinamis, menantang, dan menyenangkan, agar peserta didik selalu rindu belajar, dan mampu mengukir prestasi belajar yang baik. Pada aspek strategis, pada strategi ”lama” dalam penyelenggaraan kegiatan pendidikan dan pengajaran sangat tergantung pada aset atau dana dan sarana pembelajaran yang dimiliki. Malahannya adalah bagaimana menggunakan asetnya se-optimal mungkin yaitu efektif dan efisien.  Strategi ”baru” bukan hanya menggunakan aset sendiri seperti itu, tetapi lebih penting dari itu adalah bagaimana mengembangkan kerjasama untuk memanfaatkan berbagai sumber pendidikan dan pengajaran yang dimiliki oleh berbagai pihak dan terdapat di mana-mana dengan berbagai pihak, terutama dengan lembaga akademik lainnya. Misalnya, menggunakan Perpustakaan Nasional, Perpustakaan sekolah atau perguruan tinggi lain, kerjasa dalam menggunakan leboratorium komputer sekolah atau lembaga lain, menggunakan laboratorium milik sebuah perusahaan, atau pihak lain dan sebagainya. Mastuhu, Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional dalam Abad 21,  hlm. 67-69.
[30]Yang demaksud semua komponen sumber daya manusia yang terlibat dalam pengelolaan pendidikan, pimpinan sekolak atau perguruan tinggi, guru an dosen, pegawai administratif (tenaga kependidikan), siswa dan mahasiswa, keamanan sekolah atau kampus (Satpam), penjaga  kebersihan dan pembuat minuman kantor, dan tukang kebun.
[31]Nanat Fatah Natsir, Strategi Pembangunan Pendidikan di Indonesia, From:http://www. kopertis4. or.id/ media/ strategi. htm, dirint 5 April 2002, dan aktikel ini telah dimuat dalam Surat Kabar Pikiran Rakyat, 17 Januari 2002.
[32]Kelompok Kerja Pengkajian dan Perumusan, Rangkuman Filosofi, Kebijaksanaan dan Strategi Pendidikan Nasional, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 1999, Jakarta, hlm.3.
[33]Soedijarto, Memahami Arah Kebijakan GBHN 1999-2004, hlm. 2-3.
[34]Udin S. Sa’ud, Manajemen Berbasis Sekolah, [Shool Based Management] Sebagai Strategi Implementasi Desentralisasi Pengelolaan Pendidikan Dalam Rangka Otonomi Daerah, Jurnal Administrasi Pendidikan No.I, Tahun 2002, Jurusan Administrasi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, hlm. 17.
[35]Kelompok Kerja Pengkajian dan Perumusan,  hlm. 34-38.
[36]Kelompok Kerja Pengkajian dan Perumusan, hlm. 36.
[37]Kelompok Kerja Pengkajian dan Perumusan, hlm. 32-38.
[38]Kelompok Kerja Pengkajian dan Perumusan, hlm. 32-38.
[39]Kelompok Kerja Pengkajian dan Perumusan, hlm. 43-45.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar