Rabu, 09 Agustus 2017

KEDUDUKAN PENELITIAN AGAMA

Bahan Kuliah: Metodologi Studi Islam
Modul : III
Pertemuan ke III
Berlaku : 2014 



KEDUDUKAN PENELITIAN AGAMA
1.  Pendekatan Penilaian terhadap Islam
2.    Pendekatan-pendekatan Studi Islam
3.    Konstruksi  metodologi penelitian agama

Hujair AH. Sanaky, Dr. MSI


1.   Pendekatan- pendekatan penilaian terhadap Islam
Berbicara tentang penelitian agama dianggap tabu, sacral dan  orang akan berkata kenapa agama yang sudah begitu mapan dan sebagai wahyu Allah, kenapa harus diteliti. Sikap serupa juga pernah terjadi di dunia Barat. Dahulu orang atau bangsa Eropa juga menolak anggapan adanya kemungkinan meneliti agama, sebab antara ilmu dan nilai (value), antara ilmu dan agama (kepercayaan) tidak dapat disinkronkan. Maka kita akan melihat agama sebagai gejala budaya dan sosial, Islam sebagai wahyu dan produk sejarah.

a. Agama sebagai Gejala Budaya dan Sosial 
Timbul pertanyaan, dapatkah agama didekati secara kualitatif atau kuantitatif? Jawabannya, dapat. Artinya agama dapat didekati secara kualitatif dan kuantitatif sekaligus, atau salah satunya, tergantung unsure-unsur agama yang diteliti itu dilihat sebagai gejala apa.
Lima bentuk gejala agama yang diperhatikan, apabila kita hendak mempelajari atau meneliti suatu agama, yaitu: (1) Scripture, naskah-naskah atau sumber ajaran dan simbol-simbol agama. (2) Para penganut, pimpinan, pemuka agama, menyangkut dengan sikap, perilaku dan penghayatan para penganutnya. (3) Ritus-ritus, lembaga-lembaga, ibadat-ibadat, seperti shalat, haji, puasa, perkawinan dan waris. (4) Alat-alat, seperti masjid, gereja, lonceng, peci dan semacamnya. (5) Organisasi-organisasi kegamaan, tempat para penganut agama berkumpul dan berperan, seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Gejera Katholik, Protestan, Syi’ah, Sunni dan sebagainya.[1]
Dari pandangan ini, elemen-elemen yang harus diketahui dalam Islam adalah persoalan teologi, komsmologi, dan antropologi  yang tentu menyangkut dengan persoalan sosial kemanusian dan budaya. Dengan demikian, agama Islam merupakan suatu agama yang membentuk suatu masyarakat dan berperadaban.  Maka pendekatan yang digunakan dalam memahami Islam, menurut Mukti Ali adalah metode filosofis, karena mengkaji hubungan manusia dan Tuhan yang dibahas dalam filsafat. Dalam arti pemikiran “metafisik” yang umum dan bebas. Selain itu metode-metode ilmu manusia juga perlu digunakan, karena dalam agama Islam masalah kehidupan manusia di bumi ini dibahas. Metode lain, yaitu metode sejarah dan sosiologi yang Islam juga merupakan agama yang membentuk suatu masyarakat dan peradaban serta mengatur hubungan manusia dengan manusia,

b. Islam sebagai Wahyu dan Produk Sejarah
1)  Islam sebagai Wahyu
Islam biasanya didefinisikan sebagai berikut: al-Islam wahyu ilahiyun unzila ila nabiyyi Muhammad Salallahu ‘alaihi wassalam lisa’adati al-dunya wa al akhirah (Islam adalah wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw sebagai pedoman untuk kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat).
Tujuan studi Qur’an, bukan mempertanyakan kebenaran al-Qur’an sebagai wahyu, tetapi misalnya mempertanyakan: bagaimana cara membaca al-Qur’an, kenapa cara membacanya begitu, ada berapa jenis bacaan, siapa yang menggunakan jenis bacaan tertentu, apa kaitannya dengan bacaan sebelumnya.
Apa yang melatarbelakangi lahirnya suatu ayat, dan apa maksud ayat tersebut, Maka lahirlah misalnya tafsir maudu’I yang merupakan salah satu bentuk jawaban terhadap pertanyaan tersebut.

2)  Islam Sebagai produk Sejarah dan sasaran penelitian
Perlu ditegaskan bahwa ternyata ada bagian dari Islam yang merupakan produk sejarah. Konsep Piagam Madinah merupakan produk sejarah. Konsep tentang Khulafa al-Rasyidin merupakan produk sejarah, karena nama itu muncul belakangan.  Teologi Syiah, Mu’tazilah adalah merupakan bagian dari wajah Islam produk sejarah. Seluruh bangunan sejarah Islam klasik, tengah dan modern, sebagai produk sejarah, Filsafat Islam, kalam, fiqh, ushul fiqh produk sejarah  Tasawuf dan akhlak sebagai ilmu juga produk sejarah. Akhlak sebagai nilai bersumber dari wahyu, tetapi sebagai ilmu yang disistematisasir akhlak adalah produk sejarahKebudayaan Islam klasik, tengah, modern, arsitektur Islam, seni lukis, musik, bentuk-bentuk masjid Timur Tengah, Indonesia, Cina adalah produk sejarah, dll. Semuanya dapat dan perlu dijadikan sasaran penelitian. Demikian juga Seni dan metode baca al-Qur’an yang berkembang di Indonesia adalah merupakan produk sejarah.


2.  Pendekatan-pendekatan Studi Islam
Studi metodologi di perguruan tinggi agama Islam seringkali dianggap baru, dan baru dimulai pada awal 1970-an. Menurut Atho Mudzhar, anggapan itu ada benarnya jika yang dimaksud adalah mata kuliah medologi penelitian yang diajarkan secara berdiri sendiri. Tetapi apabila dicermati, sesungguhnya yang baru adalah metodologi penelitian sosial. Sedangkan, untuk metodologi penelitian budaya, paling tidak banyak penelitian-penelitian khususnya studi naskah dan pemikiran. Lebih dari itu, sebetulnya sejak awalnya munculnya perguruan tinggi agama Islam telah mengajarkan metodologi studi Islam yang secara konvensional telah berkembangnya sejak lahirnya ilmu-ilmu ke-Islaman.[2]
Paling tidak ada 3 (tiga) jenis metodologi konvensional yang telah berkembang : Pertama, metodologi penelitian tafsir yang menekankan pada  pentingnya ilmu asbab al-nuzul, linguistika (aspek-aspek kebahasaan) ayat al-Qur’an, konsep nasikh mansukh (abrogation).  Kita dapat melihat, bahwa penafsiran al-Qur’an dilakukan melalaui empat cara atau metode, yaitu (1) metode ijmali (global), (2) metode tahlili (analitis), (3) metode muqarin [perbandingan], dan (4) metode maudhu’I (tematik),[3]  dan lain-lain. Pendek kata, semua topik yang sekarang tercakup dalam Ulum al-Qur’an dapat dikatakan sebagai konsep metodologis dalam studi al-Qur’an.   Kedua, metode penelitian Hadis yang sering disebut dengan ilmu Mustalah Hadis. Ilmu ini pada intinya dibagi menjadi 2 (dua), yaitu: (1) Ilmu yang membahas teks [matan] hadis dan yang membahas bagaimana hadis itu ditransmisikan dari satu generasi kegenerasi berikutnya sehingga sampai kepada para perawi Hadis yang kemudian membukukannya. (2) Ilmu ini yang membahas teks dan membahas proses transmisi hadis, sering juga disebut Ilmu Hadis Riwayah dan Ilmu Hadis Dirayah.  Ketiga,  ilmu ushul fiqh atau ilmu dasar-dasar fiqh, yaitu ilmu yang mempelajari tentang dalil-dalil nash dari segi penunjukan (dilalah)-nya kepada hukum.
Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa metodologi studi Islam sudah dikenal, diajarkan, dan berkembang di lembaga-lembaga pendidikan tinggi Islam, tetapi belum dapat diintegrasikan dengan konsep-konsep metodologi penelitian ilmiah kontemporer, termasuk metodologi penelitian sosial. Selain itu, istilah-istilah metodologi yang dipakai dalam metode studi Islam konvensional belum ditemukan istilah yang sesuai dengan istilah-istilah yang digunakan dalam metode penelitian kontemporer, sehingga metodologi studi Islam konvensional dianggap asing hanya karena konsep tersebut menggunakan istilah Arab dan bukan Inggris. Misalnya saja, konsep tafsir bi al-ma’tsur dan asbab al-nuzul, dianggap asing ketika orang menggunakan istilah hermeneutuk, meskipun kedua konsep itu tidak persis sama, tetapi satu sama lain erat kaitannya. Konsep isnad atau rijal al-hadis  dianggap tidak ada kaitannya dengan konsep historisitas dan historiografi. Konsep jami’ dan man’i dalam ilmu mantiq dianggap asing dengan konsep berfikir induktif dan deduktif. Konsep studi matan dalam hadis dianggap asing dari konsep studi naskah atau filologi, yang tentu saja keliru. Masih banyak lagi metodologi studi Islam konvensional yang seolah-olah tidak ada kaitannya dalam konsep metoodologi penelitian yang berkembang sekarang, tentu saja pandangan ini keliru.[4]

3.     Konstruksi  metodologi penelitian agama
Mukti Ali, menyatakan bahwa Syekh Mahmoud Syaltout membagi Islam terdiri dari dua elemen, yaitu aqidah dan syariat. Kemudian cara atau metode mendekatainya adalah filosofis dan doktriner. Sebenarnya metodologi yang digunakan Syekh Mahmoud Syaltout sudah berbeda dengan metode yang digunakan ulama-ulama sebelumnya, yang menyatakan bahwa Islam terdiri dari aqidah dan muamalah, kemudian muamalah dibagi dua yaitu muamalah yang berhubungan dengan Tuhan dan muamalah yang berhubungan dengan manusia dan pendekatan yang digunakan adalah doktriner.
Fazlur Rahman, menyatakan bahwa pokok ajaran Islam ada 3 (tiga), yaitu: (1) percaya kepada keesaan Tuhan, (2) pembentukan masyarakat yang adil, (3) kepercayaan hidup setelah mati. Menurut Fazlur Rahman, cara mempelajari ketiga hal tersebut dengan cara mempelajari al-Qur’an. Cara mempelajari al-Qur’an harus disertai dengan mempelajari konteks sejarahnya, yaitu dalam suasana dan situasi apa ayat al-Qur’an itu diturunkan. Begitu juga dalam mempelajari Hadis sangat hati-hati dan hanya Hadis yang benar (Hadis sahih) yang dipergunakan. Fazlur Rahman[5] menggunakan dua metode yaitu: (1) Historiko critical method (metode kritik sejarah), merupakan sebuah pendekatan kesejarahan yang pada prinsipnya bertujuan menemukan fakta-fakta objektif secara utuh dan mencari nilai-nilai [values] tertentu yang terkandung di dalamnya. (2) Hermeneutic method, metode yang digunakan untuk memahami dan menafsirkan teks-teks kuno seperti kitab sucim sejarah, hokum dan juga dalam bidang filsafat. Metode ini digunakan untuk melakukan interpretasi terhadap teks kitab suci dan penafsiran terhadap teks-teks sejarah yang menggunakan bahasa yang rumit
Fazlur Rahman, menyatakan kedua metode tersebut merupakan dua buah metode yang berkaitan erat. Metode “critical history” berfungsi sebagai upaya dekonstruksi metodologi, sedangkan hermeneutic difungsikan sebagai upaya rekonstruksinya. Sehubungan dengan ini, Fazlur Rahman membuat kategori Islam menjadi dua, yaitu Islam Normatif dan Islam Historis.[6] Ali Syari’ati, menyetakan dalam mempelajari dan meneliti Islam, ada 2 (dua) metode yang fundamental untuk memahami Islam secara tepat. Pertama, adalah mempelajari al-Qur’an yang merupakan himpunan ide dan output ilmiah dan linier. Kedua, adalah mempelajari sejarah Islam, yaitu mempelajari secara menyeluruh perkembangan Islam sejak permulaan misi Nabi Muhammad Saw, sampai sekarang, atau dalam klasifikasi Harun Nasution adalah periode klasik, periode pertengahan, dan periode modern.[7]
Melihat perkembangan metodologi tersebut, maka orang dapat memahami bahwa sekalipun pendekatan mereka berbeda, namun dapat diambil keseimpulan bahwa elemen-elemen yang harus diketahui dalam Islam adalah: (1) Tuhan, (2) alam, dan (3) manusia. Maka Tuhan (teologi), alam (kosmologi) dan manusia  (antropologi) sebagai tiga masalah pokok yang dibahas oleh Islam dan juga oleh agama-agama lain.[8]
Dewasa ini, tiga masalah besar itu masih mengejar-ngejar pemikiran manusia modern. Di antara mereka tidak sedikit yang mengikuti pemikiran-pemikiran saintis dan mengambil sains sebagai jawabannya. Orang-orang yang “progresif” berpendapat bahwa mempelajari tiga soal tersebut berarti “spikulasi metafisis”, sedangkan orang-orang yang “paling progresif” melihat bahwa tiga persoalan tersebut hanya dapat dijawab dengan pendekatan agama, dan inilah menurut Mukti Ali merupakan metodologi keempat.[9]
Metode lain untuk mempelajari Islam adalah tipologi, karena metode ini oleh banyak para ahli sosiologi menganggap lebih objektif karena berisi klasifikasi topik dan tema sesuai dengan topikinya, kemudian dibandingkan dengan topik dan tema yang mempunyai tipe yang sama. Maka pendekatan ini digunakan sarjana Barat untuk memahami ilmu-ilmu manusia. Dengan demikian, metode ini dapat digunakan untuk memahami agama, maka  ada orang yang berusaha memahami ajaran Islam dengan pendekatan membahas: (1) Tuhan dan kemudian dibandingkan dengan tuhan-tuhan di lain agama. (2) Ada yang memahami dan mempelajari kitab suci al-Qur’an dan dibandingkan dengan kitab-kitab yang diwahyukan atau dianggap diwahyukan. (3) Ada juga cara untuk memahami Islam dengan mempelajari diri pribadi Nabi Muhammad dan dibandingkan dengan nabi-nabi agama lain. (4) Kedaan sekitar pada waktu munculnya Nabi dari tiap-tiap agama dan kondisi orang-orang yang dida’wahi. (5) Ada juga yang mempelajari pemikiran orang  dan membandingkan antara satu dengan yang lain, dan lain-lain.

Sumber Bacaan: 

A.Mukti Ali, 1991, Metode Memahami Agama Islam, Bulan Bintang, Jakarta.
Atho Mudzhar, 1989, Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Fazlur Rahman, 1985, Islam dan Modernitas Tentang Transformasi Intelektual , Pustaka, Bandung.
Harun Nasution, 1975, Pembaharuan Dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Bulan Bintang, Jakarta.
Hujair AH. Sanaky, 1998, Penelitian Hadis Pemikiran Fazlur Rahman Tentang Metodologi Sunnah dan Hadis, Makalah Diajukan dalam diskusi Mata Kuliah Pendekatan dalam Pengkajian Islam, Tanggal 17 Nopember 1998, Program Pascasarja Magister Studi Islam [MSI] Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.
 --------, 1998, Metode Tafsir, Makalah Diajukan dalam diskusi Mata Kuliah “Al-Qur’an”,  Program Pascasarja Magister Studi Islam [MSI] Universitas Islam Indonesia.



[1]Atho Mudzhar, Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek, (Yogyakarta:. Pustaka Pelajar, 1989), hlm. 13-14.
[2]  Atho Mudzhar, 1998: 1.
[3] Hujair AH. Sanaky, Metode Tafsir, Makalah Diajukan dalam diskusi Mata Kuliah “Al-Qur’an”,  Program Pascasarja Magister Studi Islam (MSI), 1998. Universitas Islam Indonesia, hlm. 10.
[4]  Atho Mudzhar, 1998: 2-3.
[5] Fazlur Rahman, Islam dan Modernitas Tentang Transformasi Intelektual, (Bandung. Pustaka, 1985),
[6] Hujair AH. Sanaky, 1998, Penelitian Hadis Pemikiran Fazlur Rahman Tentang Metodologi Sunnah dan Hadis, Makalah Diajukan dalam diskusi Mata Kuliah Pendekatan dalam Pengkajian Islam, Tanggal 17 Nopember 1998, Program Pascasarja Magister Studi Islam (MSI) Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta., hlm. 5.
[7] Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975),
[8] A.Mukti Ali, Metode Memahami Agama Islam, (Jakarta:Bulan Bintang, 1991), hlm. 24-25.
[9] Mukti Ali, 1991: 25-26.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar